Mohon tunggu...
Alir Bening Firdausi
Alir Bening Firdausi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Perempuan, hobi menulis dan membaca. Penulis 20 buku antologi. Penggemar hujan serta malam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Mesin Waktu, dan Sepotong Keadilan untuk Kekasihku

8 Juli 2024   12:30 Diperbarui: 8 Juli 2024   12:48 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mata Adena terbelalak. “Hah, apa katamu?! Kau gila?!” sungutnya, disahut semburan meriam air yang kembali mendera, menghujani ratusan bendera merah-putih yang dikibarkan para mahasiswa. menjadi bukti saat ini Indonesia sedang berduka.

Hening di antara kami diisi teriakan aparat yang tampak mulai kesal. “MUNDUR! SEMUANYA MUNDUR!”

Sementara pikiranku masih berkelana mencoba mencari bukti apa yang hendak kugunakan untuk meyakinkan Adena. “Aku tahu kau memiliki tanda lahir di perut kananmu.”

Mata Adena terbelalak. “Kau tukang cabul! Dari mana kau tahu soal itu?!”

Sial. Sepertinya bukan itu yang seharusnya aku katakan. “Karena aku suamimu di masa depan,” jawabku cepat. “Aku juga tahu alasan sebenarnya kau mengikuti aksi ini. Kau sangat mengecam RUU Ketenagakerjaan yang mengancam pekerjaan ibumu. Tapi ketahuilah, jika kau meneruskan semua ini, kau akan ditangkap dan dianggap anarkis. Kau memang akan dipulangkan, tapi ibumu akan dihilangkan.”

Adena terpaku. “Dari mana kau tahu semua itu?”

“Karena aku suamimu di masa depan.” Aku menarik tangannya, berlari menerjang kerumunan, mencari tempat berlindung. 

“Buka, buka, buka pintunya … Buka pintunya sekarang juga!” Atmosfer kian memanas. Massa menyanyikan lirik yang digubah dari lagu Menanam Jagung berulangkalil seraya mendobrak barikade polisi dan merayapi pintu gerbang gedung Dewan Perwakilan Rakyat . Gas air mata ditembakkan.

Ternyata begini suasana lapangan aksi demo mahasiswa tahun 2019. Dua puluh tahun lalu, aku merupakan mahasiswa apatis. Tidak peduli dengan keadaan sekelilingku, apalagi keadaan politik. Politik tai kucing, sloganku saat itu. Sepuluh tahun setelahnya, aku malah bekerja untuk Komisi Orang Hilang yang fokus mencari keadilan. Salah satu kasus yang kutangani adalah aksi demo 2019 yang korbannya adalah mertuaku sendiri. Ibu dari Adena yang kunikahi pada 2026.

Lima tahun aku mati-matian mengumpulkan dokumen dan bukti penting. Namun, semuanya lenyap di satu malam, gedung kantor dibakar. Aku gila, terlebih ketika atasanku, Pak Bobby, mengamuk sebab aku gagal menyelamatkan harta berharga kami.

Oleh karenanya aku di sini. Berkelana dengan mesin waktu rahasia buatan sahabatku, profesor fisika lulusan universitas top dunia. Dia membuat mesin itu selama sepuluh tahun dan selama itu pula aku menantinya. Dari awal aku sudah bertekad pergi ke masa ini, mundur dua puluh tahun untuk menyelamatkan senyum juga kebahagiaan orang yang kusayangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun