"Hapal surat bukan soal mesantren atau tidak. Ki Umun almarhum dulu juga sering ngimamin solat taraweh, hapalan suratnya banyak. Padahal dia juga nggak mesantren. Sekolah saja tidak. Dia malah bisa ngajarin anak-anaknya ngaji, juga anak-anak tetangganya yang lain..." imbuh Iteung. "Semuanya soal niat dan tekad untuk belajar!"
"Iya, nanti saya belajar. Minimal hapalan surat saya balik lagi jadi enam.."
"Gimana kalau kita punya anak nanti, mau diajarin apa dia!" kata Nyi Iteung lagi.
"Ya kita suruh mesantren lah selain pergi sekolah. Supaya dia lebih pinter dari orangtuanya!" jawab Kabayan.
"Sebelum mesantren atau sekolah, dimana-mana juga diajarin dulu sama orang tuanya!"
"Ya nanti diajarin lah, diajarin puasa pasti dia bisa, karena orang tuanya dua-duanya rajin puasa!"
"Bukan rajin puasa, tapi jarang makan, karena kurang makanan!" kata Nyi Iteung.
"Nah itu, namanya mendidik, sudah dikondisikan lebih dulu!" timpal si Kabayan. "Nanti saya ajarin solat juga. Kalau anak-anak kan nggak usah hapal banyak-banyak suratnya. Yang pendek-pendek saja. Yang penting bacaannya hapal. Sisanya belajar di pesantren atau di sekolahnya.."
"Duit untuk sekolah atau mesantrennya darimana kalau buat makan saja susah?"
"Ya nanti lah dicari, kan kata UTS, Ustad Tatang Somad, nggak usah takut punya anak, karena tiap anak bawa rejekinya masing-masing!"
"Kata UTS juga, jangan suka menunda-nunda. Persiapkan dari sekarang!"