"Habis dari kebon Mang Juju, belajar soal suweg sama dia..." jawab Jang Herdi.
"Suweg? Kangen buka puasa sama suweg?"
Jang Herdi menggeleng. "Sekarang kan lagi rame soal porang yang harganya mahal kalau dijual ke luar negeri. Nah kalo di kampung kita kan lebih banyak suweg. Bentuknya hampir mirip-mirip. Rencananya saya juga mau meneliti, apakah kandungan suweg itu sama atau tidak dengan porang. Terus, mau tahu juga, kalau di sini suweg bisa subur, apakah porang juga bisa..."
"Kenapa malah belajar dari Mang Juju yang tidak pernah kuliah? Mahasiswa pertanian kan harusnya lebih pinter dari petani?"
Jang Herdi tersenyum, "Ya enggak lah Kang. Petani tetap saja menang pengalaman. Mahasiswa pertanian kan hanya menang teori, kalau prakteknya kan belum tentu..."
"Terus nanti kalau Jang Herdi sudah jadi sarjana, mau jadi petani juga? Terus apa bedanya sama Mang Juju?"
"Ya, harusnya sarjana pertanian itu menyempurnakan pekerjaan petani. Petani hanya mengandalkan pengalaman, sarjana pertanian menambahkan pengetahuan. Misalnya kalau petani tahunya hanya bisa panen setahun sekali, sarjana pertanian bisa nggak mengusahakan agar bisa panen dua kali setahun. Atau yang buahnya selalu kecil, bisa nggak dibuat besar oleh sarjana pertanian..." jawab Jang Herdi.
Kabayan mengangguk-angguk. "Semua mahasiswa begitu, yang jurusan-jurusan lain?"
"Prinsipnya sama Kang..." jawab Jang Herdi.
"Jadi sebetulnya di rumah terus seperti sekarang itu nggak masalah ya?"
"Ya nggak masalah. Bagus sebetulnya, lebih banyak bisa praktek. Yang jurusan sastra mungkin lebih banyak berkarya, yang jurusan komunikasi belajar nulis, yang jurusan hukum mendalami KUHP, yang jurusan ekonomi belajar usaha, yang jurusan pertanian praktek nanam..." tambah Jang Herdi. "Hanya soal bosen saja sih Kang. Biar bagaimana, belajar bersama teman-teman tetap lebih asyik. Meski praktek juga asyik, apalagi bulan puasa, bisa seharian nggak terasa..."