"Der nyanyi atuh Bed, gitarnya jangan cuma dipeluk-peluk saja!" kata Kang Jana pad Ubed yang asyik memeluk gitar di pos ronda Cibangkonol selepas tarawih. Meski masih pandemi, ronda mulai digalakan lagi di Cibangkonol. Maklum, zaman susah kayak gini, apalagi dekat-dekat dengan lebaran, kejahatan malah makin marak.
"Sudah boleh nyanyi gitu Kang?" Ubed malah balik nanya.
"Lah, sejak kapan nyanyi dilarang?" Kang Jana bingung.
"Bukannya dilarang selama kopid?"
"Yee, nggak ada larangan nyanyi. Yang ada itu larangan konser musik yang membuat orang banyak ngumpul!" kata Kang Jana.
Tak lama datang rombongan ronda yang lain, si Kabayan, Wa Amad, dan Ki Samud. Entah karena sudah lama tidak ngumpul-ngumpul seperti ronda itu, semua setuju untuk sedikit hiburan.
"Lagu kosidah wae, biar sesuai dengan suasana bulan puasa, jangan lagu dangdut koplo apalagi metal!" kata Kang Jana lagi.
"Lagu reliji maksudnya, Kang?" tanya Ubed yang paling muda di situ. "Sok atuh lagu apa? Ki Samud, ada rekues lagu?"
"Lah biasa we, Aki mah kalau bulan puasa suka inget lagu itu, Rindu Rasul..." jawab Ki Samud.
"Vidi Aldiano?" tanya Ubed.
"Bukan. Itu lagunya Bimbo. Sama seperti lagu Tuhan, atau Sajadah Panjang..." jawab Ki Samud yang paling senior di situ. "Mereka kan seangkatan sama Aki..."
"Sekolahnya?" tanya Ubed.
"Bukan, umurnya!" jawab Ki Samud yang lahir sebelum tahun 45, tapi nggak tahu tanggal dan bulannya itu.
Ubed lalu melirik Wa Amad yang lebih muda dari Ki Samud, "Wa Amad, rekues lagu apa?"
"Saya mah itu aja lah, Perdamaian atau Kota Santri..." jawab Wa Amad.
"Hebat si Uwa, apal lagunya Gigi sama lagunya Anang-Krisdayanti, euy..." kata Ubed.
"Kata siapa lagunya Gigi sama Krisdayanti?" tanya Wa Amad. "Itu teh lagunya Nasida Ria, yang pokalisnya Neng Siti Muthoharoh dari Semarang tea, asuhan Haji Muhammad Zain. Terkenal tahun 80-an, zaman saya masih jadi kenek bis Bandung-Semarang!"
"Ooh gitu..." kata Ubed. Sekarang ia melirik Kabayan, "Mang Kabayan, rekues lagu apa?"
"Lagu Sunda aja lah, Dina Amparan Sajadah..." jawab Kabayan.
"Lagunya Lesti?" tanya Ubed.
"Bukan, itu dinyanyikan sama almarhum Darso!" jawab Kabayan.
"Oooh, kirain. Siap lah. Saya juga apal lagu itu mah..." kata Ubed. Ia lalu melirik Kang Jana. "Kang, lagu apa?"
"Alah bebas lah, lagu-lagunya Wali boleh, Opik boleh, Ungu boleh," jawab Kang Jana. "Terus, lagu religi paporitmu yang jaman sekarang apa Bed?" Kang Jana balik bertanya.
Ubed garuk-garuk kepala. "Apa ya, kok lagu-lagu reliji yang biasa diputer bulan puasa lagu-lagu lama semua ya, nggak ada lagu baru. Ada penyanyi baru, ternyata lagunya lama semua, cuma aransemennya saja yang baru..."
"Ya sudah lah, kalau nggak ada yang baru, yang tadi aja, mulai..." kata Kang Jana lagi.
Ubed mengeluarkan hape di sakunya. "Sebentar, kita mulai dari rekuesnya Ki Samud..." jawab Ubed sambil memainkan hapenya.
Saat itulah Kabayan hampir ngeloyor pergi.
"Mau kemana Kang Kabayan?" tanya Kang Jana, "Ayo nyanyi-nyanyi dulu, gitaran sama si Ubed!"
"Gitaran bagaimana?" Kabayan mencereng, "Itu senar gitarnya aja cuma tiga!"
Kang Jana meraih gitar yang dipeluk Ubed, dan bener aja, senarnya cuma ada tiga. "Terus gimana nyanyinya ini teh Ubed?"
"Yaa nyari di Yutub lah Kang, persi karaokeannya!" jawab Ubed sambil cengangas-cengenges.
"Sudah lagu lungsuran semua, senar gitar juga mau nunggu lungsuran orang tua juga!" rutuk Kabayan sambil bener-bener ngeloyor. Ki Samud dan Wa Amad juga segera kabur mengikutinya.
Kang Jana mendelik pada Ubed, "Kamu tuh malu-maluin generasi kita aja Bed!"
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H