Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kemarin adalah Kenangan, Hari ini adalah Kenyataan, Besok adalah Harapan

19 April 2021   04:37 Diperbarui: 19 April 2021   04:42 7456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Stevepb (pixabay.com)

"Sekarang rasanya puasa ini makin aneh aja ya Yan...." kata Mang Odon saat menghabiskan sore alias ngabuburit sambil main catur lawan si Kabayan di saung sawah Haji Samud yang dikelola oleh Mang Odon.

"Apanya yang aneh? Dari dulu puasa mah gini-gini aja, nahan lapar dari subuh sampe magrib, nggak ada aturan yang diganti-ganti kayak pemilu kita..." tanya si Kabayan.

"Bukan soal aturannya, itu mah sudah tetap, hanya imsak, subuh, sama magribnya saja yang berubah dikit, jumlahnya juga kadang 29 hari kadang genap 30 hari..." timpal Mang Odon. "Tapi suasananya.. apalagi saat pandemi begini. Banyak yang kurang, banyak yang hilang..."

"Misalnya?" tanya Kabayan sambil memakan kuda putih Mang Odon dengan bidaknya.

"Ya itu, nggak ada buka bersama rame-rame, nggak ada patrol bangunin saur rame-rame, tarawih walaupun sudah boleh masih sepi, apalagi lebaran tahun kemarin, nggak takbiran semalam suntuk sambil ngadulag (main bedug)... pokoknya beda lah, aneh..." kata Mang Odon.

"Tapi kalau nonton tipi sama aja biar saya nggak punya tipi juga..." kata si Kabayan, kali ini sambil memakan gajah putih Mang Odon, "Iklannya itu-itu juga, sirop, kueh, obat mah, sarung. Acara tipinya gitu-gitu juga, sinetron lucu-lucuan yang pemainnya mendadak pake kopiah dan jilbaban. Mau saur masih ada acara lawakan yang pemain sama orang di studio saja yang ketawanya. Satu-dua masih ada ceramah ustad-ustad terkenal..."

"Iya, kalau di tipi mah terasa, nggak ada yang beda. Tapi yang di alam nyata ini yang beda..." tegas Mang Odon. "Zaman masih kecil, puasa tuh kayaknya seru. Tarawih ngerjain orang, nyundul bokong orang yang di depan kita yang cuma sarungan, nyembunyiin sandal imam, nyolong berekat di malam likuran. Ngabuburit keliling kampung sambil nyolong buah yang bisa dipake buat buka puasa. Jelang sahur ngerjain orang, suruh saur jam dua padahal imsaknya jam setengah lima, akhirnya pada bangun terus tidur lagi dan pada kesiangan. Sementara kitanya malah saur duluan terus molor, siangnya nyolong-nyolong makan dan minum sedikit tapi nggak mau ngaku sudah batal..."

"Memangnya mau balik lagi kayak dulu? Ya bisa aja kalau mau mah..." kata si Kabayan sambil memakan benteng putih Mang Odon. "Tapi apa nggak malu sama umur?"

Mang Odon nyengir, "Berarti persoalannya umur ya?"

"Ya iya lah..."

"Tapi saya lihat anak-anak sekarang nggak seheboh kita dulu ya..." kata Mang Odon lagi. "Seharian cuma nonton tipi atau main hape, nggak ada bosennya!"

"Nah itu namanya penyakit orang tua, selalu merasa dirinya lebih baik, selalu merasa jamannya paling enak, selalu merasa jamannya paling ideal... padahal, ster!" kata Kabayan lagi sambil memajukan kuda hitamnya.

"Tapi bener kan, kamu juga pasti suka inget masa kecil dan banding-bandingin sama sekarang!" Mang Odon memindahkan ratu putihnya.

"Ya iya lah, namanya orang tua, yang dimiliki itu masa lalu, jadi nostalgia terasa lebih nikmat. Sementara anak-anak, apa yang mau dibikin nostalgia? Sebaliknya, kebahagiaan mereka itu ada di masa depannya, dalam mimpi dan khayalannya..." kata si Kabayan lagi sambil memakan benteng Mang Odon yang terbuka dengan gajah hitamnya.

"Coba pikir sendiri Mang, apa Mamang masih mimpiin sesuatu yang muluk di masa depan sekarang? Misalnya punya istri cantik, kaya raya, keliling dunia? Enggak kan? Walaupun masih pengen, istri ya diterima apa adanya, masih punya juga bagus, masih ada yang ngurusin. Mimpi kaya dititipkan pada anak-anak, semoga anak kita kaya dan sempat membawa kita keliling dunia, naik haji, ke boliwud apa holiwud. Gitu kan? Kalaupun ada orang tua yang masih bermimpi kayak gitu, berarti orang tua nggak tau diri, alias masa kecil kurang bahagia!" lanjut Kabayan. "Itu namanya skak!"

"Berarti kalau gitu, kalau kita masih suka nostalgia jaman kecil atau jaman muda, masa kecil atau remaja kita bahagia ya?" tanya Mang Odon sambil menggeser raja putihnya.

"Bisa jadi..." jawab Kabayan sambil memajukan bentengnya.

"Jadi apa salahnya kalau saya mengenang masa kecil dan membandingkannya dengan sekarang?" Mang Odon menggeser lagi rajanya.

"Ya nggak ada yang salah, cuma kalo terus-terusan, itu yang bahaya!" kata Kabayan lagi sambil memajukan kuda yang satunya lagi. "Kata UTS, Ustad Tatang Somad: kemarin adalah kenangan, hari ini adalah kenyataan, dan besok adalah harapan. Jangan dibalik-balik, kemarin diharapkan terulang, hari ini cuma memegang harapan, besok kecewa dengan kenyataan!"

Mang Odon terdiam sejenak dan menggeser bidak dekat rajanya "Perasaan dari tadi saya juga cuma ngomongin kenangan, kenangan jaman kecil, nostalgia puasa jaman itu..."

"Tapi Mamang menyesali hari ini, menyesali situasi pandemi saat ini, dan berpikir bulan puasa tahun depan tidak akan lebih baik dari puasa hari ini!" kata si Kabayan sambil memajukan lagi bentengnya. "Namanya skak-ster!"

Mang Odon garuk-garuk kepala lalu menggeser rajanya lagi, "Ah enggak, saya mah cuma mengenang, bukan mau kembali atau tak punya harapan puasa hari ini dan tahun depan lebih baik!"

Kabayan langsung memakan ratu putih Mang Odon dengan bentengnya itu, "Tapi selalu mengenang masa lalu itu namanya skak mat!"

Mang Odon kaget, "Wah, curang kamu mah Yan. Masak punya saya sudah habis dan rajanya dikurung kayak gini!"

"Lah, curangnya dimana?"

"Curang lah, kamu suka mengajak saya ngobrol ngalor-ngidul, jadi saya nggak konsentrasi. Itu namanya curang!" kata Mang Odon. "Dari dulu nggak ada yang berubah, sampe sekarang. Besok kalau kita main catur lagi pasti curang lagi!"

"Nah itu susahnya kalau Mamang tidak belajar dari masa lalu!" kata si Kabayan, "Dulu mentang-mentang sering ngalahin saya dan ngomong kalau saya menang pasti curang, hari ini masih saja begitu. Besok kalau saya kalahkan lagi pasti ngomong curang!"

"Tapi bener, curang kamu, mengganggu konsentrasi saya!" Mang Odon masih nggak terima.

"Karena saya tidak terjebak nostalgia Mang. Saya belajar dari masa lalu, kalau main catur dan Mamang konsentrasi, pasti saya kalah. Makanya saya belajar bagaimana supaya bisa ngalahin Mamang!" kata si Kabayan.

"Berarti besok kalau main, kamu akan pake strategi ini lagi?" tanya Mang Odon.

"Besok adalah harapan Mang! Mamang berharap saja strategi saya nggak mempan lagi. Tapi saya juga berharap, besok menemukan strategi lain karena yang ini sudah ketahuan!" kata Kabayan sambil bangkit dan meninggalkan Mang Odon yang masih memandangi papan catur, memikirkan bagaimana bisa dia dikalahkan oleh si Kabayan tanpa ia sadari.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun