Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (114) Zakaria Chichinadze

25 Maret 2021   13:24 Diperbarui: 27 Maret 2021   12:04 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*****

Seperti yang dijanjikannya, keesokan harinya, Soso mengunjungi tempat Tuan Zakaria. Tempatnya agak jauh di sebelah utara Stasiun Tiflis. Tapi begitu masuk, ia menemukan hal yang sangat menakjubkan baginya. Ada sebuah bangunan besar yang ternyata digunakan untuk percetakan. Beberapa orang pekerja tampak sedang memindahkan gulungan-gulungan kertas. Soso bertanya pada mereka. Ia lalu ditunjukkan ruangan tempat Tuan Zakaria.

Lelaki ramah itu langsung menyambutnya. Ia tampak sedang mengamati lembaran-lembaran kertas yang mungkin baru dicetaknya. "Masuk anak muda, duduklah..."

"Maaf mengganggu kesibukannya, Tuan," kata Soso.

"Ndak apa-apa, ini pekerjaan biasa..." jawabnya. "Kau mencari tulisannya orang Rusia itu ya? Sudah kusiapkan itu. Duduk saja dulu kalau kau punya waktu luang..."

"Tentu saja Tuan, waktu istirahat saya masih cukup lama," jawab Soso sambil melongok kertas-kertas yang terserak itu. "Apakah itu buku yang Tuan cetak di sini?"

"Iya, ini sastra Georgia," jawab Tuan Zakaria. "Rencananya akan dibawa ke Adjara dan Samtskhe[1]..."

"Apakah peminat sastra di sana tinggi, Tuan?"

Tuan Zakaria menggeleng, "Sebaliknya. Sangat rendah," jawabnya. "Kau tahulah anak muda, Adjara dan Samtskhe adalah orang-orang Georgia yang terlupakan, terutama sejak dikuasai Otoman dan sebagian mereka menjadi muslim. Sebagai orang Georgia mereka sudah lama tak lagi merasa seperti itu karena perbedaan agamanya. Mungkin kalau ditanya, mereka maunya ya bergabung dengan Otoman..."

"Aku juga dulu berpikir begitu," lanjutnya. "Ayahku Georgia asli yang leluhurnya sudah lama menjadi muslim, sementara ibuku orang Turk. Aku juga terlahir sebagai Muslim, meski yah, entahlah apakah aku muslim yang baik atau tidak. Yang jelas, aku masih merasa sebagai orang Georgia, apapun agamaku. Karena itulah, aku mencoba menyebarkan sastra Georgia kepada mereka agar tetap merasa menjadi orang Georgia meskipun muslim.."

Soso mengangguk-angguk. Ia kagum dengan hal itu. "Bagaimana Tuan bisa menggeluti dunia percetakan ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun