Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (107) Menelusuri Asal-usul

17 Maret 2021   20:10 Diperbarui: 18 Maret 2021   18:26 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Episode Awal Vol III: (101) Digantung Status

Episode Sebelumnya: (106) Catatan yang Hilang

*****

Januari 1897, rangkaian kegiatan di sekolah, mulai dari peringatan Natal hingga ujian semester sudah selesai. Tak ada hukuman pengurangan nilai, karena catatan di tangan pengawas pada hilang. Catatan itu, kini teronggok di pojokan Sarang Setan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan pasukannya si Ararat Serafian atas perintah Soso.

Anak itu, beserta beberapa kawannya, bahkan sekarang tinggal di Sarang Setan. Pada tidur di situ kalau malam, tak lagi berkeliaran atau tidur sembarangan di sekitaran Bazaar Armenia. Lumayan lah, rumah itu tak lagi kosong, setidaknya ada yang menjagai barang-barang yang sebetulnya tak seberapa, hanya barang-barang pribadi dan buku-buku.

Tak seperti liburan-liburan sebelumnya, kali ini Soso sudah punya rencana. Ia akan berangkat ke Didi-Lilo, sebuah desa di timur laut Tiflis untuk mengunjungi keluarga ibunya. Ia sudah mendapatkan gambaran mengenai tempat yang dituju, termasuk siapa yang harus ditemuinya pertama kali.  

Anak-anak yang lain sudah pada duluan pulang di hari pertama liburan. Tinggal Soso yang belum meninggalkan Sarang Setan, dan si Abel Yenukidze. "Kenapa kau tak pulang?" tanya Soso.

"Aku nggak punya duit, Koba," jawabnya. "Kalau aku pulang, uangnya hanya cukup buat ongkos ke sana, balik lagi ke sini belum tentu ada. Jadi daripada habis buat ongkos, aku tak pulang saja. Liburannya kan juga nggak terlalu lama, uangku cukuplah kalau untuk makan selama itu..."

"Kalau begitu, kau temani aku saja ke Didi-Lilo..." kata Soso.

"Ngapain?"

"Aku mau menemui keluargaku..." jawab Soso.

Si Abel diam.

"Sudah, aku yang tanggung semuanya. Kau tinggal ikut saja!"

Anak yang usianya 5 tahun di bawah Soso itu langsung tersenyum.

*****

Keesokan harinya mereka baru berangkat dengan menyewa kereta kuda. Sarang Setan dititipkan pada si Ararat dan kawan-kawannya. Tenang, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

Kereta kuda itu mengarah ke utara Tiflis, melewati lembah-lembah perbukitan kecil. Untunglah, meski sudah masuk musim dingin, kali ini belum terlihat akan ada tanda-tanda salju turun seperti tahun lalu.

Untunglah, kusir kereta itu tahu dimana letak desa yang dituju, sehingga Soso dan si Abel bisa menikmati pemandangan yang menawan. Meski sudah 3,5 tahun tinggal di Tiflis, Soso belum pernah menjelajah ke bagian utara kota itu.

Ternyata, desa itu tak terlalu jauh, hanya perlu waktu dua jam untuk tiba di sana. Desa itu berada di ketinggian, tepatnya di dataran tinggi Iori. Karena itu tak heran jika sepanjang jalan, pemandangan di sekitarnya dihiasi hamparan ladang pertanian itu. Sayangnya, ladang-ladang itu sekarang kosong. Mungkin selesai dipanen dan tak ditanami lagi hingga selesai musim dingin nanti.

Karena tak tahu rumah yang dituju, kereta diminta berhenti dulu di depan sebuah rumah sederhana yang nyaris seperti rumah kebanyakan penduduk di Gori, terbuat dari bata tanah dan dilekatkan dengan tanah liat.

Soso bertanya pada seorang perempuan tua yang tengah duduk di depan rumah itu. segera saja ia mendapatkan keterangan tentang rumah yang dicarinya, rumah Anna Geladze, adik sepupu Mak Keke. Mereka pun melanjutkan perjalanan, jalanan semakin menanjak, hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah yang posisi paling tinggi.

Soso kembali turun untuk meyakinkan. Seorang perempuan yang umurnya sepantaran ibunya muncul dari belakang rumah. Meski Soso sudah tak ingat lagi, tapi melihat raut wajah yang sangat mirip dengan ibunya, ia tak sangsi lagi, itu bibinya, Anna Geladze.

"Bi Anna?" tanya Soso.

Perempuan itu mengernyitkan dahinya.

"Saya Joseph Djugashvili, anaknya Mak Keke, Ekaterina Geladze..." Soso memperkenalkan dirinya.

Perempuan itu langsung tersenyum lebar dan segera menghambur lalu memeluk Soso. "Aah Soso... maafkan Bibi, Bibi tak mengenalimu lagi..." katanya sambil menepuk-nepuk pundak Soso yang lebih tinggi darinya, "Ganteng sekali kau sekarang.. ayo masuk!"

"Saya bayar kereta dulu Bi, sama manggil temen saya..." kata Soso. Ia senang karena, sudah sampai di tujuannya.

Tas yang dibawa Soso diturunkan dari kereta. Si Abel juga turun. Soso membayar sewa kereta dan berterimakasih pada kusirnya. Bi Anna langsung mengajaknya masuk ke dalam rumah sederhana itu, dan sibuk memberesinya.

"Duduk dulu So... Bibi buatkan minum!" katanya.

*****

Bi Anna hanya tinggal berdua dengan suaminya, Yakov Sinidze. Nyaris seperti kisah ibunya yang seringkali keguguran, Bi Anna juga demikian. Dan celakanya, tak ada seorangpun anaknya yang selamat.

"Makanya dulu Bibi sering mengunjungimu, menimangmu, berharap segera punya anak sendiri..." ceritanya saat makan malam digelar, hanya berempat, Om Yakov, Bi Anna, Soso, dan si Adel.

Menu yang disajikannya kurang lebih sama, kacang lobio, terong badridjani, dan roti lavashi kental. Yang istimewa adalah karena Bi Anna menyajikan mtsvadi,[1] karena kebetulan pamannya baru saja membelinya siang tadi. 

"Saya bahkan tak mengingatnya, Bi..." kata Soso.

"Ya karena masih sangat kecil waktu itu..." jawab Bi Anna. "Maafkan juga Bibi, karena setelah itu tak pernah mengunjungimu lagi. Banyak lah hal yang membuatnya begitu. Tak usah diceritakan lagi, mungkin ibumu sudah cerita!"

"Nggak apa-apa Bi, kita memang punya kesusahan masing-masing..." timpal Soso. "Saya juga nggak tahu kalau punya keluarga. Soalnya Mak nggak pernah cerita. Mungkin terlalu sibuk mengurusi saya, jadinya baru kali ini saya menyempatkan diri berkunjung, padahal lebih dari tiga tahun saya tinggal di Tiflis, tak terlalu jauh ke sini!"

"Sudahlah, yang penting sekarang kau sudah di sini..." kata Bibinya.

Selesai makan malam, si Adel diajak pergi oleh Om Yakov, entah kemana. Untungnya anak itu cepat akrab juga, jadi tak menyusahkan Soso. Mungkin juga Om Yakov ingin memberi waktu bagi Soso mengobrol dengan istrinya. Dan memang begitulah, Soso melanjutkan obrolannya lagi dengan Bi Anna, di teras rumah yang menghadap lembah.

"Bi, tolonglah ceritakan tentang keluarga saya, semampu Bibi. Mak saya nyaris tak pernah cerita apa-apa..." pinta Soso.

"Darimana ya harus kuceritakan..." Bi Anna tampak bingung, "Pokoknya Bibi dan Makmu itu saudara sepupu. Kakekmu, Glakho Geladze adalah kakak dari ibuku. Dari dulu dia memang tinggal di sini, asli sini. Dia bertani, menggarap lahan milik Pangeran Amliakhvari, kadang sambil membuat tembikar."

"Ayahmu dulu juga tinggal tak jauh dari sini, di Desa Geri, dekat Tiflis juga. Tapi dia masih keturunan Ossetia dari buyutmu. Kakekmu lah yang sering ke sini bersama dua anaknya Giorgi dan bapakmu. Kalau tak salah, Giorgi meninggal karena diserang bandit, entah bagaimana ceritanya," lanjut Bi Anna.

"Jadi bapak saya dan Mak bertemu di sini?" tanya Soso.

"Bertemunya di sini, tapi sejak kakek Glakho meninggal, nenekmu, Melania, pulang ke kampung keluarganya di Gorim dan Mak-mu ikut ke sana," jawab Bi Anna.

"Kalau Pak Sese?" tanya Soso.

"Dia bukan orang sini, istrinya yang dari sini. Tapi dia kenal bapakmu waktu bapakmu masih kerja di pabrik sepatu. Dia yang mengantar bapakmu melamar ibumu di Gori dulu..."

Soso mengangguk-angguk, ia mulai mendapatkan gambaran bagaimana asal-usul kedua orangtuanya, yang otomatis juga asal-usulnya sendiri.

"Adakah orang hebat di antara keluarga kita, Bi?" tanya Soso.

Bi Anna tertawa keras. "Siapa? Nggak ada lah. Dari ibumu ya semuanya petani. Kakekmu Glakho itu ya budak petani. Setelah dibebaskan ya terus jadi petani dan pembuat tembikar..." jawabnya. "Dari ayahmu juga kayaknya begitu. Kalau nggak salah, buyutmu itu pejuang, bergabung dengan Pangeran Elizbar Eristavi saat Rusia baru masuk ke Georgia. Dia masih tinggal di sana, di Ossetia. Terus pindah ke Desa Geri itu, dan bertani anggur. Itu saja setahu Bibi..."

"Bagaimana dengan Paman Sandala dan Bibi Gio?"

"Mereka saudara kandung ibumu. Bedanya, dulu waktu kakekmu meninggal dan nenekmu pindah ke Gori, pamanmu tak ikut, melainkan tetap di sini, mengurusi pertanian yang peninggalan kakekmu. Sementara bibimu menikah dengan orang Telavi dan dibawa ke sana," jawab Bi Anna.

"Terus, apa yang terjadi dengan Paman Sandala?"

Bi Anna menghela nafas, "Itulah, pamanmu memang bernasib buruk. Lahan pertanian peninggalan orangtuanya habis, dia gemar main judi. Terus dikejar-kejar orang, katanya berutang pada orang Armenia di Tiflis. Lama menghilang, kabarnya dia ikut gerombolan perampok di selatan Tiflis. Anak dan istrinya ditinggal di sini, terus karena terlantar, pulang ke Bolnisi."

"Punya anak dia Bi?"

Bi Anna mengangguk, "Dua, tapi Bibi sudah lama tak bertemu dengan mereka sejak dibawa ke Bolnisi. Bibi juga nggak tau rumah keluarga ibunya di sana!"

"Apa iya Paman Sandala meninggal ditembak polisi?"

Bi Anna mengangguk, "Kenyataannya memang begitu, tapi soal peristiwanya sendiri taka da yang tahu. Hanya jenazahnya saja yang diantarkan orang ke sini..."

Soso tercenung.

"Sudahlah, besok lagi ceritanya, istirahatlah dulu..." kata Bi Anna.

"Ngomong-ngomong paman sama si Abel kemana ya?"

 "Paling ke bawah, ke penyulingan anggur yang dikerjakan pamanmu..." kata Bi Anna. "Istirahat saja duluan, nanti juga mereka pulang!"

 Soso mengangguk.

 *****

BERSAMBUNG: (108) Darah Budak, Kerabat Bandit

Catatan:

[1] Semacam sate dari daging babi

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun