Si Abel diam.
"Sudah, aku yang tanggung semuanya. Kau tinggal ikut saja!"
Anak yang usianya 5 tahun di bawah Soso itu langsung tersenyum.
*****
Keesokan harinya mereka baru berangkat dengan menyewa kereta kuda. Sarang Setan dititipkan pada si Ararat dan kawan-kawannya. Tenang, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.
Kereta kuda itu mengarah ke utara Tiflis, melewati lembah-lembah perbukitan kecil. Untunglah, meski sudah masuk musim dingin, kali ini belum terlihat akan ada tanda-tanda salju turun seperti tahun lalu.
Untunglah, kusir kereta itu tahu dimana letak desa yang dituju, sehingga Soso dan si Abel bisa menikmati pemandangan yang menawan. Meski sudah 3,5 tahun tinggal di Tiflis, Soso belum pernah menjelajah ke bagian utara kota itu.
Ternyata, desa itu tak terlalu jauh, hanya perlu waktu dua jam untuk tiba di sana. Desa itu berada di ketinggian, tepatnya di dataran tinggi Iori. Karena itu tak heran jika sepanjang jalan, pemandangan di sekitarnya dihiasi hamparan ladang pertanian itu. Sayangnya, ladang-ladang itu sekarang kosong. Mungkin selesai dipanen dan tak ditanami lagi hingga selesai musim dingin nanti.
Karena tak tahu rumah yang dituju, kereta diminta berhenti dulu di depan sebuah rumah sederhana yang nyaris seperti rumah kebanyakan penduduk di Gori, terbuat dari bata tanah dan dilekatkan dengan tanah liat.
Soso bertanya pada seorang perempuan tua yang tengah duduk di depan rumah itu. segera saja ia mendapatkan keterangan tentang rumah yang dicarinya, rumah Anna Geladze, adik sepupu Mak Keke. Mereka pun melanjutkan perjalanan, jalanan semakin menanjak, hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah yang posisi paling tinggi.
Soso kembali turun untuk meyakinkan. Seorang perempuan yang umurnya sepantaran ibunya muncul dari belakang rumah. Meski Soso sudah tak ingat lagi, tapi melihat raut wajah yang sangat mirip dengan ibunya, ia tak sangsi lagi, itu bibinya, Anna Geladze.