Soso harus kembali ke kelasnya.
Tapi alih-alih langsung ke kelas, penjaga malah membawa Soso ke ruangan rektor yang masih dihuni oleh Pak Germogen, bukannya Pak Serafim.
"Belum ada keputusan dari Romo Serafim. Beliau masih harus beristirahat!" kata Pak Germogen tanpa basa-basi setelah Soso masuk ke ruangannya.
Soso sebetulnya mau nyeletuk, "Belum ada keputusan atau emang gak pernah ditanyain?" tapi ya tentu saja nggak dikeluarkannya. "Jadi bagaimana nasib saya, Romo?" pertanyaan itu yang terucap.
"Sebetulnya kamu tak berhak masuk kelas dan mengikuti pelajaran!" katanya.
"Berarti Romo juga tidak berhak mengurung saya!" timpal Soso. Kali ini rada keceplosan. "Bagi saya sih aneh Romo, mohon maaf, saya disetujui menerima beasiswa lagi tahun ini, artinya, pemberi beasiswa sudah menanggung biaya sekolah saya tahun ini. Masak iya karena saya terlambat mendaftar saya tak bisa ikut. Saya kan bukan siswa baru!"
"Jangan mulai!" bentak Pak Germogen. "Aku sedang menimbang-nimbang kebijakan untukmu!"
"Silakan Romo, saya menunggunya!" kata Soso yang makin berani.
"Sampai akhir minggu ini, kau tetap tinggal di dalam sel seperti saat ini. Hari Seninnya kau boleh kembali ke kamarmu yang dulu dan mengikuti semua kegiatan seperti semula. Ingat, saat itu hak dan kewajibanmu sebagai siswa juga berlaku, normal. Termasuk kau harus mencukup rambutmu yang mulai panjang itu..." kata Pak Gemogen. "Tapi jika di tengah jalan ada keputusan dari Romo Serafim tentang statusmu, misalnya kau dianggap tidak terdaftar, apa boleh buat, kau harus meninggalkan sekolah ini!"
"Baik Romo," kata Soso, "Tapi jika sebelum hari Senin keputusan itu sudah ada, saya juga berhak untuk kembali ke kamar secepatnya!"
"Ya! Karena saat itu juga hukuman untuk kedisiplinanmu, seperti rambut panjangmu itu, sikap kurangajarmu juga langsung berlaku!"