Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermis: "Apa yang Menempel di Kepala Ayah?"

17 Februari 2021   23:27 Diperbarui: 17 Februari 2021   23:46 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

"Apaan sih Mbok, orang nggak ada apa-apa kok!" kata Cipto. "Ayo Sayang, kita ke tukang cukur. Ayah mau potong rambut, sekalian sama kamu. Rambutmu juga mulai panjang!" kata Cipto sambil mendekati Ronny.

Tapi Ronny mengelak, dan bersembunyi di balik tubuh Mbok Jimah. "Nggak mau. Ayah aja. Ronny takut sama yang di kepala ayah!" katanya.

Cipto jadi rada-rada sebel, sebel dengan kelakuan Ronny yang mendadak aneh, dan juga kesel sama Mbok Jimah yang dianggapnya ngelantur. "Ya sudah, ayah aja sendirian!"

"Mas, sekalian mampir Ustadz Sodik ya..." kata Mbok Jimah tanpa berani melirik ke arahnya.

"Aah si Mbok ada-ada aja. Udah ah, tolong jagain Ronny, saya pulang agak sore, sekalian mau beli sesuatu!" jawab Cipto.

*****

"Kalo guntingnya tumpul, ganti dong Cak!" kata Cipto pada Cak Kodir, tukang cukur langganannya yang berasal dari Madura itu. Cipto merasa kesakitan karena bukannya dipotong, rambutnya malah seperti ditarik-tarik oleh Cak Kodir.

"Ndak tahu kenapa ini Mas, kok peralatanku mendadak pada rusak ya. Padahal tadi baru saja dipake..." kata Cak Kodir. "Ini saya pake gunting juga ndak mau, rambut sampeyan kok susah sekali dipotongnya!"

Cak Kodir mengambil gunting yang lain. Ia mencobanya lagi, dan lagi-lagi, rambut Cipto seperti ditarik, sampai ia mengaduh kesakitan.

Tapi yang mengaduh bukan hanya dia, Cak Kodir juga mengaduh lebih keras lagi, lalu melemparkan gunting di tangannya. Cipto memalingkan wajahnya, dan menemukan Cak Kodir memegangi tangannya yang berlumuran darah. "Kenapa Cak?"

"Saya malah menggunting tangan saya sendiri Mas... tolong antar saya ke puskesmas!" jawab Cak Kodir sambil menyeringai. Dari tangan kirinya, darah terus mengucur deras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun