"Nah itu. Wak kan bilang, otak kudu dipake, bukan dianggurin. Jadi saya pake otak saya, gimana caranya bisa dapetin si Markonah. Saya kan belum kawin, sementara Haji Samud bininya tiga!"
"Iya tahu, memangnya kenapa kalau Haji Samud punya bini tiga?"
"Ya karena bininya tiga, kebutuhannya jadi banyak. Makanya Haji Samud kemudian beternak kambing. Banyak kan kambingnya?"
Wak Dulkhamid sudah hampir kehilangan kesabarannya. "Terus kenapa kalau bininya tiga dan dia miara kambing? Ngapain dipikirin!"
"Ya harus dipikirin lah Wak. Haji Samud, sebagai Lurah nggak mau bagiin kambing-kambing itu. Padahal itu kambing bantuan pemerintah. Harusnya kita yang miara, satu orang warga dapat sepasang. Karena itulah, Haji Samud harus digulingkan sebagai lurah!" kata Darman.
Wak Dulkhamid melongo. "Jadi dari tadi kamu mau bilang, Haji Samud sebagai lurah itu harus digulingkan karena menahan kambing bantuan yang seharusnya milik warga, termasuk kita?"
Darman mengangguk. "Nah itu. Masak harus panjang lebar baru ngerti. Susah amat si ngomong sama sampeyan Wak!"
Wak Dulkhamid emosi. "Karena kau muter-muter, bawa-bawa istri tiga, si Markonah lah!"
"Ya iya lah, kan biar jelas, kalau si Markonah itu pensiunan penjual jamu!"
"Wis wis... nggak usah balik lagi bawa-bawa si Markonah, jamu, telor, sakit kepala. Ayo ajak warga, kita gulingkan Haji Samud dari jabatannya sebagai lurah!"
Darman tersenyum, "Nah gitu dong! Ayo. Biar nanti saya yang jelaskan sama warga lain!"