Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (61) Kuliah Singkat Kapitalisme Kolektif

27 Januari 2021   18:13 Diperbarui: 28 Januari 2021   20:54 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, Soso menunggu Pak Didi selesai kerja. Pak Didi lalu mengantarnya ke hotel dekat stasiun yang akan jadi tempat nginep Soso malam itu. Pak Didi sendiri pamitan untuk pulang ke rumahnya dulu, katanya untuk minta izin pada istrinya.

Malamnya, karena dibiayai, Soso dan Pak Didi bisa makan enak, sempet jalan-jalan pula dengan kereta kuda melihat-lihat suasana kota Poti di malam hari yang seolah tak mati, terutama di sekitar pelabuhan itu.

Pak Didi memuji-muji majikannya itu. Tapi memang harus diakui, meski baru pertama kali ke Poti, kota itu tampak berbeda dari kota-kota lain yang pernah disinggahinya. Apalagi jika dibandingkan dengan Gori, jauh banget lah.

"Ah, mimpi apa aku semalem..." pikir Soso, merenungi 'nasibnya' itu. Ia menyusuri kilas balik perjalanannya ke Batumi, dari pertemuannya dengan keluarga Pak Sorokoff, Pak Hameed kusir delman baik hati dan keponakannya si Mahmoud, pertemuan 'gila' dengan Natasha, perjalanan di Laut Hitam, sampai akhirnya bertemu dan dijamu oleh seorang walikota!

Ada begitu banyak orang-orang baik di luar sana, dari yang tak dikenalnya, bahkan yang tak seiman sekalipun. Banyak pula orang-orang malang yang menderita. Konflik yang seolah tak ada sesungguhnya nyata di depan kepala, hingga orang-orang yang masih peduli dengan masa depan negerinya itu.

Sungguh sebuah petualangan yang mengesankan baginya. Ia telah belajar banyak tentang kehidupan di luar tembok seminari dan buku-buku...

*****

BERSAMBUNG: (62) Kembali ke Rumah

Catatan:

[1] Ungkapannya ini pernah ditulis Nikoladze dalam sebuah tulisan berjudul "Sebuah Pemikiran dari Atas Gunung Likhi" tahun 1871.

[2] 'Kelompok Pertama' kelompok pemikir generasi tua yang cenderung berdamai dengan Rusia, dan hanya memikirkan soal gerakan agraria.

[3] Kelompok pemikir ini kemudian dikenal dengan Meore Dasi, 'Kelompok Kedua,' yang didirikan oleh Giorgi Tsereteli tahun 1869, dimana Niko Nikoladze menjadi salah satu tokoh penting di kelompok itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun