Soso langsung teringat pada si Lado, Silva, dan Noe Zhordania yang menjadi pendiri dan pentolan kelompok itu. "Memangnya kenapa, Tuan?"
"Semangat nasionalismenya boleh lah dipuji.. tapi cara mereka terlalu radikal. Menggusur kapitalisme dengan melawan para kapitalis Rusia itu takkan menghasilkan apa-apa selain keributan..." jawab Tuan Nikoladze, "Kasihan nanti buruhnya kalau terus-terusan diajak mogok dan melawan..."
Soso terdiam, bagian itu ia sangat setuju. Toh ia juga sudah pernah menyampaikannya pada si Lado, termasuk menulis sebuah artikel yang kemudian ditolak dimuat di Kvali oleh si Nunu.
"Senang berbincang denganmu, Koba. Sayangnya aku harus pulang. Ada hal lain yang harus dikerjakan..." Tuan Nikoladze menghentikan langkahnya di depan pintu belakang bangunan utama. "Lanjutkan apapun perjuanganmu untuk negerimu. Pemikiran atau cara hanyalah usaha, bisa bertentangan dan berbeda-beda. Selama tujuannya sama, untuk masa depan Georgia, tak ada salah. Semua orang sedang mencoba. Kalau kau menjadi penyair, teruskan membagi semangat itu lewat karyamu..."
"Justru saya yang terhormat dengan semua ini Tuan. Terimakasih untuk jamuan dan ilmunya, sangat bermanfaat bagi saya..." jawab Soso.
"Malam ini kau tenang saja, nanti Pak Didi yang akan mengurusmu, termasuk soal kepulanganmu besok..." kata Tuan Nikoladze lagi. "Oh ya, jika kau kembali ke Tiflis nanti da nada kesempatan berjumpa lagi dengan Pangeran Ilia, sampaikan salamku pada beliau..."
"Baik Tuan, begitu kembali ke Tiflis nanti, saya akan berusaha untuk langsung menemui beliau..." kata Soso.
Tuan Nikoladze menepuk-nepuk pundak Soso. "Ya sudah ya... aku pergi dulu!"
Soso mengangguk.
Lelaki itu meninggalkannya, beberapa langkah kemudian, dia berbalik lagi, "Teruslah membaca, biar cakrawala berpikirmu makin terbuka!"
Soso mengangguk lagi.