Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (42) Iblis

7 Januari 2021   12:06 Diperbarui: 8 Januari 2021   11:04 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

Episode Awal: (1) Soso

Episode Sebelumnya: (41) Kopi dan Tembakau

*****

Semalaman Soso tersiksa. Ia sulit untuk tidur. Padahal sudah berusaha untuk memejamkan mata. Lampu Kamar Terkutuk sudah dimatikan seperti lampu di kamar-kamar lainnya. Kalau saja bisa menyalakan lampu, mungkin Soso tak terlalu gelisah, ia bisa membaca. Tapi itu enggak, sudah susah tidur, nggak bisa baca pula.

Akhirnya, ia baru bener-bener tertidur setelah malam sangat larut. Untung saja dia nggak kesiangan. Kalau saja si Niko tak batuk-batuk dan bolak-balik ke WC, bisa jadi dia kebablasan tidur. Tapi ya itu, kepalanya berat banget. Memang bukan berat seperti kebanyakan minum anggur atau chacha, tapi berat karena kantuk yang masih menggelayuti matanya. Di kelas, ia mati-matian supaya nggak sampai tertidur.

Celakanya, ia sudah kadung janji pada si Lado untuk berkunjung ke tempat tinggalnya hari itu. Soso lalu mengajak Peta dan Seva, karena keduanya juga kenal dengan si Lado. Tapi Peta menolak. Hanya si Seva yang mau, itupun setelah diiming-imingi merasakan nikmatnya minum kopi. Kalau enggak, bisa-bisa ia harus pergi sendiri terus ketiduran sambil jalan dan ketabrak kereta atau unta pengangkut barang.

"Rasanya kayak anggur ya So?" tanya Seva saat mereka berjalan kaki menuju tempat tinggal si Lado. Lumayan jauh sebetulnya. Tapi Soso sudah berpikir, nanti saja lah saat pulang mereka mungkin perlu naik kereta supaya nggak telat balik ke sekolah.

"Jauh lah... ini pahit-pahit gimanaaa gitu..." jawab Soso.

Untunglah mereka segera sampai di tempat tinggal si Lado. Nggak terlalu sulit menemukannya. Selain Soso pernah mengunjungi daerah itu, petunjuk si Lado juga cukup jelas. Lado tampak gembira menyambut dua teman masa kecilnya itu. "Mana si Peta?" tanyanya.

"Nggak usah nanyain dia, dia mah serius mau jadi pendeta ..." jawab Seva.

"Nggak usah sewot gitu dong, bapakku juga pendeta..." kata si Lado.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun