Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (42) Iblis

7 Januari 2021   12:06 Diperbarui: 8 Januari 2021   11:04 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

"Darimana kau dapat tembakau ini, Do?" tanya Soso.

"Sekarang sudah banyak yang jual, di Bazaar Persia ada yang murah. Mau yang lebih enak dan bagus bisa kau cari di Golovsky.." jawab Lado.

"Maksudku, darimana asalnya?" tanya Soso lagi.

"Setahuku kalau yang di Golovsky dibawa dari Odessa,[2] nggak tau ditanam di sana atau hanya pengolahannya saja. Tapi kalau yang dijual di Bazaar Persia katanya dibawa dari India, jangan-jangan India-nya Colombus,[3] haha... Entahlah. Yang dari Odessa itu satu baloknya dua rubel, tapi kalau yang di Bazaar Persia, kau bisa dapat limapuluh kopeck..." jawab Lado lagi.

"Wih mahal juga ya..." si Seva menimpali. "Ngomong-ngomong, kamu dapat duit dari mana si Do? Bisa punya kontrakan bagus, punya buat beli tembakau, beli buku-buku..."

Lado tertawa. "Kalau kau keluar dari Seminari, kau akan punya kesempatan untuk mencarinya dengan mudah. Asal jangan jadi buruh saja!" jawabnya, tanpa menjawab dengan pasti pertanyaan si Seva tadi.

Pertanyaan itu juga sebetulnya muncul di benak Soso. Tapi ia malas menanyakannya, karena pasti si Lado akan menanggapinya dengan serius, sementara pertanyaan dari si Seva dianggapnya main-main.

"Dunia ini sudah banyak berubah. Orang-orang Italia, Belgia, Belanda, Spanyol, Inggris, Portugis dan lain-lainnya sudah berlomba menjelajahi dunia untuk menaklukannya. Setidaknya berpetualang. Saat kembali mereka menemukan hal-hal yang baru, pengetahuan, benda-benda aneh, hingga barang-barang seperti ini, rempah-rempah, kopi, teh, tembakau..." kata si Lado sambil mengepulkan asap tembakaunya. "Sementara kita, masih saja berkutat dengan persoalan yang sama.."

"Kenapa kita tak pernah menjelajah?" tanya Seva.

"Karena dari dulu kita hanya sibuk dengan urusan kita sendiri..." jawab si Lado. "Ketika bangsa-bangsa lain memperkuat dirinya sendiri, bangsa kita, berkutat dengan pertengkaran. Kapan terakhir Iveria utuh? Yang kita ingat hanyalah potongan-potongan kecil, Imereti, Kartli, Kahketi, Abkhazia.[4] Terus nasib kita diombang-ambing, tetap berada di sini, tapi harus menghamba pada bangsa Saljuk, Mongol, Persia, Otoman, dan sekarang Rusia. Kapan kita mau menjelajahnya?"

"Setahuku yang paling banyak menjelajah itu orang Yahudi..." kata si Seva.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun