"Baru mau belajar revolusi Romo Joseph?" tanya si Nunu saat melihat buku di tangan Soso. "Gimana mau menyumbangkan gagasan kalau gagasan-gagasan orang lain juga belum kau pahami?" katanya sambil duduk di sebelah Soso, mengambil cangklong dan mengisapnya, lalu mengembalikan lagi pada Soso.
Soso berusaha menahan emosinya. Bukan soal cangklong, tapi omongan si Nunu tadi bener-bener menyinggungnya. Ia tahu, omongan si Nunu mungkin benar. Ia masih harus banyak belajar dan membaca. Tapi tidak perlu disampaikan seperti itu, bathinnya.
Si Seva juga tampaknya mulai tak nyaman dengan kedatangan dua orang itu, apalagi ia memang tak terlalu mengenalnya. "So, balik yuk, jangan sampai telat!" katanya sambil melirik Soso.
Soso mengangguk, lalu pamitan pada si Lado, juga Silva dan Nunu. "Bukunya kubawa ya Do..."
"Bawa aja..." katanya, "Jangan lupa sering-sering mampir ke sini, ajak si Peta sekali-kali!"
"Jangan lupa tanyakan pada Tuhan, bagaimana caranya mengubah hidup kalian yang menyedihkan!" kata si Nunu sambil tertawa. "Oh ya, tanya juga sama Dia, apakah sesekali mau bertukar tempat. Kau jadi Tuhan dan Dia jadi manusia, terus kau beri Dia kesengsaraan, apakah dia akan sekuat kita?" teriaknya lagi.
"Setan!" gerutu Seva.
"Bukan setan dia mah, tapi mbahnya setan, Iblis!" bisik Soso, yang merasa jauh lebih jengkel.
"Bedanya apa?" tanya Seva.
"Ngomong sama dia, kau bilang dia setan, pasti tersinggung, karena di iblis!" kata Soso. "Ngerti?"
Seva garuk-garuk kepala, "Tapi besok kita ke sini lagi ya So, enak juga ngopi sambil ngisap tembakau itu!"