Seva nyengir sambil melihat isi rumah itu, berantakan, penuh dengan buku yang berserakan. "Enak juga ya kalau punya rumah sendiri, nggak tinggal di asrama terus..." kata si Seva.
"Ya sudah, keluar aja, tinggal di sini sama aku..." kata si Lado.
"Aku bisa digantung bapakku!" Seva tertawa, "Katanya mau disuguhi kopi, Do..."
"Ya bentar, kupesankan di depan..." kata si Lado yang kemudian meninggalkan dua temannya itu.
"Enak ya kerja di partai, bisa punya rumah di Tiflis..." kata si Seva saat Lado meninggalkannya bersama Soso yang asyik melihat-lihat buku-buku yang terserak.
"Dia masih nyewa.." jawab Soso.
"Ya sama aja, sewa rumah segede ini kan mahal. Apalagi di sini kan kawasan elit, tempat orang-orang kaya Jerman tinggal..." kata si Seva.
Soso diam, ia menemukan satu buku yang menarik di antara tumpukan buku-buku yang lain, Bsy[1] yang ditulis oleh Fyodor Dostoevsky, nama yang sudah cukup akrab, tapi ia belum pernah membacanya. Saat si Seva masih mengagumi rumah tempat tinggal si Lado, Soso mulai membacanya.
Tak lama, Lado kembali dengan tiga cangkir kopi. Soso bergabung dengan dua temannya sambil membawa buku itu. "Bisa kupinjam buku ini, Do?" tanyanya pada Lado.
"Bawa aja, aku sudah selesai membacanya," jawabnya. "Mungkin bagus supaya kau mulai berpikir tentang revolusi!"
Soso tak melanjutkan bacaannya. Nanti saja, ia akan membawa buku itu ke asrama dan mencari kesempatan untuk membacanya. Lado mengambil dua buah cangklong dan memberikan salah satunya kepada Soso. Ia juga mulai mengisinya dengan tembakau dan membaginya juga dengan Soso. Soso menikmati cangklongnya sendirian, sementara si Lado harus 'mengajari' dulu si Seva menikmati kopi dan tembakau.