“Pulang saja, dan besok tak usah masuk lagi!” bentak Kustov, “Banyak orang yang mau kerja di sini!” lanjutnya.
Bapaknya si Bulac menggerundel dalam bahasa yang tak dimengerti, dan ia pun meninggalkan tempat itu.
Kustov lalu mengedarkan pandangan pada pekerja yang makin ramai mengerubunginya. "Kalian liat apa? Bubar! Kerja, kerja, kerja!” bentaknya.
“Apa yang harus kami kerjakan? Perabotan banyak yang rusak kena banjir, pekerja banyak yang tidak masuk!” kata seorang lelaki berbadan besar. Soso hanya tau dia orang Armenia, tapi tak tahu namanya.
“Mana mandor-mandor?” tanya Kustov sambil mengelilingkan pandangannya.
Tapi tak ada satu orang pun yang menyahut, karena tak ada seorang pun mandor yang masuk.
Kustov makin emosi, tapi rupanya ia juga tahu, situasinya kacau, mandor-mandor pada absen, pekerja nyaris habis, rantai produksi otomatis terganggu. “Kenapa bisa kacau begini?” tanyanya, entah pada siapa.
“Banyak yang keracunan, nggak tau dari makanan atau dari air minum…” kata seseorang, “Yang lainnya gatal-gatal, karena limbah penyamakan menyebar kemana-mana!”
Kustov terdiam sejenak. “Ya sudah, hari ini libur produksi!” katanya. Ia lalu melirik pada lelaki Armenia berbadan besar itu. “Kau, pimpin pekerja lain membersihkan pabrik. Besok semua harus berjalan lagi. Yang tidak masuk, vykhod!”[3]
*****
Keesokan harinya, jumlah pekerja bukannya bertambah, malah semakin habis. Pak Sese juga belum bisa berangkat. Tubuhnya masih sangat lemah. Beberapa pekerja juga dikabarkan kritis. Sementara yang datang juga tak benar-benar sehat, semuanya paling tidak merasakan gejala gatal-gatal di tubuhnya. Termasuk Soso.