Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (4) Tiflis, Aku Datang!

30 November 2020   07:57 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:36 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

Episode Awal: (1) Soso

Episode Sebelumnya: (3) Bye-bye Gori!

*****

Itu adalah perjalanan pertama Soso keluar dari Gori. Seumur-umur, ia nggak pernah kemana-mana. Selain Gori jauh kemana-mana, ia juga nggak tau harus pergi ke mana. 

Sejauh yang ia tahu, bapak dan emaknya asli orang Gori. Keluarga dekat ia tak punya. Samar-sama saja ia mendengar bahwa kakeknya --dari Mak Keke---pernah menjadi pelayan bangsawan Georgia yang tinggal di Gori, keluarga Amilakhvari, entah itu Alexander Amilakhvari ataupun penerusnya Ivane Amilakhvari. 

Soso tak terlalu mengenal keluarga itu, meski tentu saja pernah mendengarnya, termasuk Pangeran Ivane Amilakhvari yang konon tunduk pada kekuasaan Rusia hingga dikenal juga sebagai Amilakhvarov. Nggak penting juga pikirnya, toh bukan keluarganya. 

Sementara dari bapaknya, ia nggak tau sama sekali. Satu-satunya yang diingat Soso tentang ayahnya, selain pembuat sepatu dan pemabok, ia punya kemampuan berbahasa yang baik. 

Setaunya, bapaknya itu menguasai tiga bahasa selain bahasa Georgia. Pak Beso lancar berbahasa Rusia, Armenia, dan cukup fasih berbahasa Turki. Mungkin untuk kepentingan bisnis sepatunya. Sayangnya ya itu, kebanyakan nenggak anggur dan chacha[1] murahan.

"Berapa lama perjalanan ke Tiflis itu, Mak?" tanya Soso yang duduk di sebelah ibunya, sementara di depan, Pak Kusir yang berwajah seperti orang Armenia sibuk mengendalikan delman supaya baik jalannya. Hanya tak terdengar tak-tik-tuk-tik-tak suara sepatu kuda, karena jalanannya tanah tak berbatu.

"Kalau langsung yang kurang lebih sehari semalam..." jawab Mak Keke. "Tapi kita akan bermalam dulu di Tsinarekhi, di rumah Pastor Kuztuyev, temannya Romo Chark.

"Jalannya begini terus ya Mak?" tanya Soso yang mulai bosan melihat pemandangan perbukitan di kiri jalan dan perkebunan di kanan jalan. Sebetulnya pemandangannya cukup indah, tapi pemandangan seperti itu tak asing buat Soso.

"Ya kurang lebih..." jawab Mak Keke yang tampaknya agak bosan dengan obrolan yang tak menarik itu.

"Sebetulnya ada jalur yang lebih menarik..." Pak Kusir nimbrung dengan logat Georgia yang agak aneh, mungkin bener dugaan Soso kalau dia bukan orang Georgia. "Kalau lewat jalur utara, kita melewati Tsitelubani, Samtavisi, Perma, Mukhrani, Mtsketa.. jauh lebih ramai..."lanjutnya.

"Kenapa tak lewat situ saja Pak, lebih jauh?" tanya Soso.

"Kurang lebih sama... tapi kan Romo Chark meminta kita untuk mampir di Tsinarekhi, jadi nggak bisa lewat jalur itu..." jawab Pak Kusir. "Dan jalur itu punya daerah rawan, antara Samtavisi dan Perma..." tambah Pak Kusir lagi.

"Kenapa rawan?" tanya Soso.

 "Banyak begal... nggak kenal ampun nggak kenal orang.. mau kaya atau miskin, selama ada yang bisa diambil, ya diembat sama mereka..." timpal Pak Kusir.

 "Begal?" Soso makin tertarik. Ia bahkan beranjak dari tempat duduknya yang nyaman ke sebelah Pak Kusir.

 "Kata orang sih itu pengikutnya Pangeran Schivili, bangsawan Georgia yang tersingkir karena tak mau tunduk pada Rusia..." jawab Pak Kusir. "Tapi saya sendiri tak percaya. Dari kawan saya, dengar-dengar mereka adalah orang Armenia yang terusir dari kampungnya..."

 "Kok bisa?" tanya Soso lagi.

 "Temen saya kan juga orang Armenia, Dek.. jadi tau pas mereka ngomong. Tapi sama aja, dia juga jadi korban..." jawab Pak Kusir.

 "Bapak orang Armenia?" tanya Soso sambil melirik Pak Kusir.

 Lelaki itu mengangguk.

 "Kenapa ada di Georgia?" tanya Soso.

 "Apa bedanya Georgia sama Armenia sekarang? Nggak ada, sama-sama sapi perah Rusia..." jawab Pak Kusir.

 "Sudah, jangan ngomongin itu..." kata Mak Keke.

 "Kampung Bapak dimana?" Soso mengalihkan topik agar tetap bisa mengobrol dengan Pak Kusir.

"Dulu saya lahir dan besar di Gegharkunik, dekat Danau Sevan[2]... jaraknya kurang lebih sama antara Gori dengan Tiflis, mmm, mungkin lebih jauh sedikit... dari Tiflis terus ke selatan.." jawab Pak Kusir.

"Jadi ngomongnya Armenia dong..." kata Soso.

"Ya iyalah Dek..."

"Kok bisa bahasa Georgia?" tanya Soso lagi.

"Saya bisa beberapa bahasa... selain Armenia dan Georgia, saya bisa bahasa Rusia dan Azerbaijan juga..." jawab Pak Kusir bangga.

"Turki?" tanya Soso.

"Yaa bisa lah dikit-dikit..."

"Belajar di mana Pak?"

"Orang jalanan kayak saya mah ya belajar di jalan Dek, seketemunya.... Tapi ternyata belajar banyak bahasa itu penting, bukan soal untuk pergaulan saja, tapi juga untuk yang lain-lain, keselamatan, usaha... macem-macem lah. Apalagi bahasa Rusia, mau nggak mau kita harus bisa..." kata Pak Kusir lagi.

Soso tercenung. Sebentar lagi, ia akan belajar di seminari yang dikelola oleh orang-orang Rusia, sementara ia sendiri merasa bahasa Rusianya masih belepotan, cuma fasih da-net[3] doang... habisnya dulu mau bener-bener belajar, tapi keburu sebel sama anak-anak Rusia Geng Sotoy itu, jadinya ia males, masak iya ia harus belajar bahasa musuhnya. Tapi mungkin, besok-besok ia memang harus lebih serius belajar bahasa Rusia, mau nggak mau... mungkin juga ada gunanya nanti kalau pulang kampung ke Gori dan ketemu anak-anak Rusia itu, kan asyik kalau bisa maki-maki mereka pake bahasanya, hehe...

*****

Setelah bermalam di Tsinarekhi, di rumah Pastor Kuztuyev teman Romo Chark dan menyampaikan titipannya, barulah keesokan paginya, Soso dan Mak Keke melanjutkan perjalanan dan tiba di Tiflis menjelang sore. Sejak memasuki kota, mata Soso terus liar memperhatikan sekitarnya. Tiflis benar-benar berbeda dengan kampung halamannya. Banyak gedung-gedung bagus yang berdiri di sana-sini. Banyak orang lalu lalang berpakaian bagus. Dan banyak kereta kuda yang hilir-mudik membawa orang dan barang. Kata Pak Kusir, dulu Tiflis jauh lebih ramai saat masih merupakan pusat kerajaan Kartli-Kakheti.

Sebelum dikuasai Rusia, di wilayah Georgia sendiri terdapat dua kerajaan besar. Di timur terdapat kerajaan Kartli-Kakheti yang merupakan penggabungan dua kerajaan Kartli dan Kakheti. Sementara di barat yang berbatasan dengan Laut Hitam terdapat Kerajaan Imeriti. 

"Itu sebetulnya Georgia, tapi Kartli-Kakheti dikuasai Persia dan Imeriti dikuasai Rusia sampai akhirnya Rusia mengusir Persia dari Kartli-Kakheti dan menggabungkan kembali Georgia, tapi di bawah kendali utuh Tsar...." cerita Pak Kusir yang ternyata cukup memahami sejarah. "Kampung saya, dulu masuk dalam wilayah Kartli-Kakheti, jadi meski saya Armenia, kakek-nenek saya pernah jadi bagian Georgia juga..." sambungnya.

"Ketika Gegharkunik masih bagian Kartli-Kakheti, kakek saya tidak asing dengan Tiflis. Dia pedagang, membeli keramik di Tabriz[4] lalu menjualnya di Yerevan[5] untuk membeli wol, membawanya ke Tiflis, belanja anggur, menjualnya lagi di Yerevan dan seterusnya.." sambung Pak Kusir.

Bagian cerita itu tak terlalu menarik bagi Soso. "Siapa yang berkuasa di Tiflis sekarang Pak?"

"Jenderal Lazarev atas kuasa Tsar Alexander III yang sekarang katanya sudah sakit-sakitan,[6]" jawab Pak Kusir.

"Dimana para bangsawan Georgia sekarang Pak?" tanya Soso lagi.

"Wah.. sudah tak banyak kabarnya, Dek... terakhir yang saya dengar Raja Solomon II meninggal di pengasingan karena tak mau mengakui kekuasaan Rusia. Keluarga Bagrationi yang terakhir berkuasa di Imereti sudah tak terdengar lagi kabarnya..." jawab Pak Kusir.

"Kita sekarang ke mana dulu Mak?" tanya Soso melirik pada ibunya yang duduk di belakang, karena ia merasa sudah masuk ke dalam kota lebih jauh.

"Penginapan..." jawab Mak Keke singkat.

"Kita sudah masuk wilayah tempat orang-orang Rusia tinggal..." kata Pak Kusir saat mereka melewati rumah-rumah dan bangunan-bangunan yang bagus-bagus dan megah. 

Tak lama kemudian, mereka menyeberangi sebuah sungai besar, mereka menemukan lagi pemukiman yang agak-agak kumuh, berbeda dengan yang mereka lewati tadi. "Nah di sini orang-orang Georgia tinggal..." kata Pak Kusir lagi. "Kalau terus ke utara, kamu akan menemukan pemukiman orang Jerman yang pindah ke sini di zaman Tsar Alexander I. Sebelah barat mereka, atau sebelah utara pemukiman orang Rusia tadi adalah pemukiman orang-orang Armenia, Persia, dan Tatar.[7]"

"Kok kumuh?" tanya Soso heran.

Pak Kusir tersenyum pahit,  "Hanya pemukiman orang Rusia yang bagus, sama pemukimannya orang Jerman yang lumayan..." tukasnya.

Tak berapa lama, Pak Kusir menghentikan kereta kudanya di depan sebuah bangunan bata yang tak beda jauh dengan rumah-rumah di kampung Soso di Gori, bedanya sedikit lebih besar dan agak tertata. "Sudah sampai...." kata Pak Kusir.

Soso menghela nafas lega.

Pak Kusir membantu mengangkat barang bawaan Soso, sementara Mak Keke sudah duluan masuk. Rupanya itu adalah sebuah losmen murah yang dikelola oleh orang Georgia, terlihat dari tulisan huruf Mkhedruli[8] bertuliskan Mtis Sastumro yang kurang lebih berarti 'Losmen Gunung.'

"Sampai jumpa lagi, anak muda..." kata Pak Kusir sambil menyodorkan tangannya.

Soso menjabat tangannya dan tersenyum, "Bapak mau kemana sekarang?"

"Saya punya kerabat di sini, malam ini akan menginap di sana..." jawabnya.

"Dalian didi madloba[9] Pak..." kata Soso sambil memeluk lelaki setengah baya itu. Ia memang merasa beruntung bertemu lelaki yang setidaknya telah banyak memberi bekal pengetahuan soal Tiflis selama di perjalanan dari Gori itu. 

"Hati-hati di sini, terutama kalau masuk ke wilayah pemukiman Rusia itu, banyak bandit yang tak kenal ampun..." kata Pak Kusir, "Semoga sukses sekolahnya ya..."

Soso mengangguk. Pak Kusir pamitan juga sama Mak Keke, dan setelah itu, ia pun berlalu dengan kereta kudanya.

*****

Soso membuka jendela kamar yang akan digunakannya menginap malam ini, malam pertamanya di Tiflis. Begitu jendela terbuka, terlihatlah pemandangan yang cukup indah, sungai besar yang berair tenang yang tadi dilewatinya, dan di seberang sana, seperti yang dikatakan Pak Kusir, adalah pemukiman orang Rusia. Terbit keinginannya untuk menulis puisi seperti yang sering ia lakukan saat senggang di Gori, tapi ia urungkan dulu niat itu.

"Sungai apa itu, Mak?" tanya Soso pada Mak Keke.

"Ya sungai Kura, lah... apalagi..." jawab emaknya itu.

"Wah, jadi kalau kita naik perahu dari Gori, bisa nyampai ke sini juga ya Mak?" tanya Soso sambil senyum-senyum.

"Ya bisa lah, entah sampai utuh atau cuma mayatmu..." jawab Mak Keke sekenanya.

"Berarti kalau saya BAB, sampai ke sini juga ya..." katanya lagi sambil tertawa.

"Mandi sana, jangan bercanda melulu!" kata Mak Keke.

"Emang suruh mandi mau kemana kita, Mak?" tanya Soso.

"Ya nggak kemana-mana. Kebiasaan sih, mandi kalau mau pergi doang!" kata Mak Keke.

"Kalau besok, kita mau kemana?" tanya Soso lagi.

"Besok kita nyari rumah sodaramu dulu.. buat nitipin kamu di sini!"

"Emang kita punya sodara di sini, Mak?" tanya Soso.

"Sodaramu, dari bapakmu..." jawab Mak Keke.

"Bapaknya kira-kira ada di sini enggak ya, Mak?"

"Meneketehe.. sudah mandi sana, badanmu bau kuda!" usir Mak Keke.

*****

BERSAMBUNG: (5) Beasiswa PHP!

Catatan:

[1] Semacam brendi yang diproduksi dari sisa anggur yang dibuat wine, atau buah anggur apkiran.. kadang juga dibuat dari buah-buahan lain seperti jeruk, mulberi atau tarragon. Orang Rusia saat itu menyebutnya sebagai vodka anggur atau vodka Georgia. Kandungan alkoholnya tinggi, sampai 65 persen, terutama yang produksi rumahan.

[2] Danau terbesar di Armenia yang berada di dataran tinggi

[3] Ya-tidak

[4] Kota di bagian utara Iran

[5] Ibukota Armenia sekarang

[6] Beberapa bulan setelah Soso tinggal di Tiflis, Tsar Alexander III meninggal karena sakit, dan pemerintahannya dilanjutkan oleh Tsar Nicholas II

[7] Tatar adalah salah satu etnik asli Turki yang tersebar di Asia Tengah bahkan hingga ke Rusia. Saat ini, populasi terbesar orang Tatar justru berada di negara-negara bekas pecahan Uni Soviet seperti Rusia, Kazakstan, Ukraina, Kirgistan, Turkmenistan, Azerbaijan, dan Usbekistan. Sebagian kecil lainnya di tinggal Georgia, Armenia, Iran, dan Tuki.

[8] Alfabet Georgia modern yang merupakan pengembangan dari huruf Nuskhuri dan Asomtavruli. Nama Mkherdruli konon berasal dari kata 'mkhedari' yang artinya 'penunggang kuda,' mungkin karena bentuknya yang menyerupai tapak ladam atau sepatu kuda.

[9] Terimakasih banyak; Georgia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun