Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (4) Tiflis, Aku Datang!

30 November 2020   07:57 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:36 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

"Turki?" tanya Soso.

"Yaa bisa lah dikit-dikit..."

"Belajar di mana Pak?"

"Orang jalanan kayak saya mah ya belajar di jalan Dek, seketemunya.... Tapi ternyata belajar banyak bahasa itu penting, bukan soal untuk pergaulan saja, tapi juga untuk yang lain-lain, keselamatan, usaha... macem-macem lah. Apalagi bahasa Rusia, mau nggak mau kita harus bisa..." kata Pak Kusir lagi.

Soso tercenung. Sebentar lagi, ia akan belajar di seminari yang dikelola oleh orang-orang Rusia, sementara ia sendiri merasa bahasa Rusianya masih belepotan, cuma fasih da-net[3] doang... habisnya dulu mau bener-bener belajar, tapi keburu sebel sama anak-anak Rusia Geng Sotoy itu, jadinya ia males, masak iya ia harus belajar bahasa musuhnya. Tapi mungkin, besok-besok ia memang harus lebih serius belajar bahasa Rusia, mau nggak mau... mungkin juga ada gunanya nanti kalau pulang kampung ke Gori dan ketemu anak-anak Rusia itu, kan asyik kalau bisa maki-maki mereka pake bahasanya, hehe...

*****

Setelah bermalam di Tsinarekhi, di rumah Pastor Kuztuyev teman Romo Chark dan menyampaikan titipannya, barulah keesokan paginya, Soso dan Mak Keke melanjutkan perjalanan dan tiba di Tiflis menjelang sore. Sejak memasuki kota, mata Soso terus liar memperhatikan sekitarnya. Tiflis benar-benar berbeda dengan kampung halamannya. Banyak gedung-gedung bagus yang berdiri di sana-sini. Banyak orang lalu lalang berpakaian bagus. Dan banyak kereta kuda yang hilir-mudik membawa orang dan barang. Kata Pak Kusir, dulu Tiflis jauh lebih ramai saat masih merupakan pusat kerajaan Kartli-Kakheti.

Sebelum dikuasai Rusia, di wilayah Georgia sendiri terdapat dua kerajaan besar. Di timur terdapat kerajaan Kartli-Kakheti yang merupakan penggabungan dua kerajaan Kartli dan Kakheti. Sementara di barat yang berbatasan dengan Laut Hitam terdapat Kerajaan Imeriti. 

"Itu sebetulnya Georgia, tapi Kartli-Kakheti dikuasai Persia dan Imeriti dikuasai Rusia sampai akhirnya Rusia mengusir Persia dari Kartli-Kakheti dan menggabungkan kembali Georgia, tapi di bawah kendali utuh Tsar...." cerita Pak Kusir yang ternyata cukup memahami sejarah. "Kampung saya, dulu masuk dalam wilayah Kartli-Kakheti, jadi meski saya Armenia, kakek-nenek saya pernah jadi bagian Georgia juga..." sambungnya.

"Ketika Gegharkunik masih bagian Kartli-Kakheti, kakek saya tidak asing dengan Tiflis. Dia pedagang, membeli keramik di Tabriz[4] lalu menjualnya di Yerevan[5] untuk membeli wol, membawanya ke Tiflis, belanja anggur, menjualnya lagi di Yerevan dan seterusnya.." sambung Pak Kusir.

Bagian cerita itu tak terlalu menarik bagi Soso. "Siapa yang berkuasa di Tiflis sekarang Pak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun