Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (2) Aku Benci Rusia

28 November 2020   09:05 Diperbarui: 16 Desember 2020   15:32 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episode Sebelumnya: (1) Soso

*****

Masa di sekolah itu bukanlah masa yang menyenangkan bagi Soso. Nggak ada yang namanya kisah-kasih di sekolah seperti yang digambarkan oleh Obbie Messakh. Jadi nggak perlu juga ia harus malu pada semut merah yang berbaris di dinding. Tapi, bukan berarti juga masa itu masa yang lurus bagi Soso. Selama sekolah, waktunya hampir dihabiskan untuk membaca, membantu mengajari baca tulis anak-anak lain dengan sejumlah imbalan, memancing untuk membantu ibunya, dan terutama menghadapi godaan dan gangguan dari Geng Sotoy yang nggak kenal ampun dan nggak kenal waktu. Soso makin dekat dengan Yuri dan Bonia, bukan saja karena ia membantu mereka belajar membaca dan menulis, tapi juga karena ia memanfaatkan kedekatannya itu untuk belajar gulat pada Pak Koba, meski Pak Koba sendiri tak pernah mengajarinya secara langsung. Tapi Soso adalah pembelajar yang tangguh dan gigih, meski hanya dengan melihat Pak Koba latihan atau bertanding gulat, ia mampu mempraktikkan beberapa jurus gulat yang bahkan ia sendiri tak tahu namanya.

Suatu ketika, saat ia akan pulang dari memancing dengan sejumlah ikan tangkapannya, ia dicegat oleh Oleg dan Yuzid, dua anggota Geng Sotoy. Oleg yang berbadan gempal dan tubuhnya lebih tinggi dua jengkal dari tubuh Soso langsung mencengkram tangan kiri Soso yang menjinjing ikan tangkapannya. "Serahkan dengan sukarela, atau kubuat tanganmu remuk!" bentak Oleg pada Soso.

Soso mengerlingkan matanya dengan liar, ia lalu mengangkat tangan kanannya yang memegang joran, "Nih.." katanya.

"Ikannya, bukan pancingnya bego!" Yuzid ikut membentak.

"Aku hanya mengikuti nasihat Pak Pendeta, jangan beri ikan, tapi beri pancing!" kata Soso.

"Kau kira aku makan joran?" cengkraman tangan Oleg makin kuat, apalagi dengan bentuk jari-jari yang membulat besar seperti lontong. Tangan itu lalu menarik tangan kiri Soso dan hendak meraih ikatan ikan. Tapi sebelum sampai, tangan kanan Soso bergerak cepat menghadang dan mencengkram pergelangan tangan Oleg sekuat tenaganya. Soso membalikkan badannya membelakangi Oleg, memindahkan tangan anak Rusia itu ke pundaknya, memundurkan bokongnya, dan menarik tangan Oleg sekuatnya. Niatnya sih melakukan gerakan bantingan seperti yang sering ia lihat dilakukan Pak Koba kalau sedang latihan gulat sama lawan tandingnya.

Tapi apa hendak dikata, meski sudah berhasil mengangkat tubuh Oleg ke punggungnya, ia gagal melakukan gerakan bantingan. Yang ada, tubuh besar Oleg malah menimpa tubuhnya karena dua kakinya tak kuat menyangga berat badan lawannya itu. Bruk. Soso pun tertimpa tubuh Oleg. Kakinya terlipat, wajah bopengnya menghantam tanah, bibirnya pun nyonyor mengeluarkan darah. Alhasil Oleg yang sempat kagetpun segera memanfaatkan kesempatan itu dengan menduduki tubuh Soso.

"Hah... kau pikir bisa mengalahkan aku..." dan buk... kepalan tangan Oleg pun mendarat di belakang kepala Soso. Bukan sekali, tapi bertubi-tubi. Makin lama Soso merasa tangan Oleg semakin banyak, taunya Yuzid sudah ikutan berpartisipasi menyumbang barang satu-dua pukulan, plus bonus tendangan di pinggang Soso. "Sejak kapan orang Georgia bisa mengalahkan Rusia. Kalau tidak dibantu Rusia, mungkin kau sudah menjadi budak Otoman!"[1] celoteh Yazid yang nampaknya sedikit lebih cerdas ketimbang Oleg.

Tapi, sebelum Soso bernasib sama dengan kampung halamannya, bantuan datang. Jelas bukan dari pasukan Otoman, tapi dari sosok tinggi gempal yang selama ini dikaguminya; Koba Egnatashvili alias Pak Koba. Tanpa sepatah kata pun, lelaki itu dengan entengnya mengangkat kerah dua anak Rusia itu layaknya mengangkat seekor kucing, lalu membantingnya ke tanah. Melihat bala bantuan yang datang buat Soso bukan lawan sepadan, dua anak itupun lari terpontang-panting. Oleg bahkan bernasib buruk, kakinya tersandung kayu dan tubuhnya berguling lalu nyemplung ke sungai Kura. Ia berteriak-teriak meminta bantuan Yuzid, tapi temannya itu lebih memilih untuk terus berlari menyelamatkan diri.

"Bangun!" terdengar suara berat Pak Koba sambil mengguncang tubuh Soso dengan kakinya. Soso menggeliat. Ia merasa tubuhnya seakan remuk. Tadinya sih ia berharap ada uluran tangan Pak Koba yang akan membantunya bangkit. Tapi Pak Koba malah mematung. Terpaksalah dengan susah payah Soso menegakkan badannya. "Ikut aku ke rumahku..." kata Pak Koba kemudian, lalu membalikkan badan dan meninggalkan Soso yang masih kelimpungan.

Setelah badannya lebih seimbang, Soso memungut ikan-ikan hasil tangkapannya yang terserak dan membungkusnya dengan bajunya, lalu tergopoh-gopoh menyusul Pak Koba yang tak meliriknya lagi. Nafas Soso tersengal-sengal mencoba mengejar Pak Koba. Tapi kemudian ia menghentikan sejenak langkahnya, "Ngapain aku buru-buru nyusul Pak Koba ya... kan aku tau rumahnya..." bathinnya. Ia pun memelankan langkahnya, menyesuaikan dengan tenaganya yang nyaris habis terkuras.

Setelah bersusah-payah, Soso sampai juga di halaman rumah Pak Koba. Bonia, anak bungsu Pak Koba yang imut-imut --menurut penilaian Soso saat itu---tergopoh-gopoh menyambutnya. "Kak Soso kenapa?" tanyanya. Soso rada-rada girang juga disambut kayak gitu, tapi langsung sebel ketika Bonia malah mengambil ikan-ikannya, bukan membopongnya seperti yang ia harapkan. Yuri, kakak Bonia, datang menyusul. "Kamu dihajar geng Sotoy?" tanyanya. Soso mengangguk lemah. Dan makin sebel karena Yuri malah tertawa ngakak.

"Yuri, antarkan ikan-ikan itu ke rumah Mak Keke, terus bilang sama dia, Soso nggak pulang malam ini. Bilang mau latihan di tempatku!" kata Pak Koba kepada anaknya. "Jangan lupa, mintakan pakaian ganti buat anak ini!"

Yuri manyun, lalu mengambil alih ikan-ikan dari tangan Bonia dan beranjak pergi.

"Bersihkan badanmu sana!" kata Pak Koba pada Soso sambil menunjuk kamar mandi. "Bonia, carikan baju kakakmu yang bisa dipakai Soso!" ia juga memberi perintah pada Bonia.

*****

Malam itu, Soso menginap di rumah Pak Koba. Setelah makan malam dengan menu seadanya, Soso dipanggil Pak Koba yang duduk di teras rumahnya. "Duduk!" katanya. Soso pun duduk di lantai. Bukan apa-apa, di situ cuma ada satu kursi dan itupun sudah dipakai Pak Koba. "Tadi kulihat teknik bantinganmu sudah lumayan..." Pak Koba membuka omongan. "Cuma, tenagamu sama sekali nggak ada!" lanjutnya.

Soso diam.

"Kau mau berlatih gulat?" tanya Pak Koba lagi.

Soso menengadahkan wajahnya, menatap Pak Koba, lalu mengangguk. "Iya Pak. Ajarin saya..." jawabnya.

"Apa tujuanmu?"

"Supaya saya bisa membela diri kalau diserang anak-anak Rusia itu, Pak..." jawab Soso.

"Cuma membela diri?" tanya Pak Koba.

"Mmmm nggak Pak, saya pengen mengalahkan mereka, biar mereka nggak kurang ajar lagi sama anak-anak kampung sini..." tambah Soso.

"Cuma ngalahin mereka?" tanya Pak Koba lagi.

"Mmmm saya juga mau mereka tunduk sama saya Pak. Bisa saya suruh-suruh.." tambah Soso lagi.

"Kenapa?"

"Karena saya benci sama mereka Pak!" jawab Soso.

"Kenapa benci mereka?" tanya Pak Koba lagi.

"Karena mereka jahat Pak.."

"Cuma karena itu?"

"Karena mereka bukan orang sini Pak..."

"Terus?"

"Iya, karena mereka orang Rusia, bukan orang Georgia. Harusnya mereka yang sopan pada kita, karena mereka tidak berada di kampung halaman mereka sendiri..."

"Jadi?"

"Saya benci orang Rusia, Pak..."

"Hmmm...."

"Saya benci Rusia, Pak!"

Pak Koba diam, dan tersenyum. Soso lega, karena ia bosan nyari-nyari alasan lagi. Padahal kan cuma pengen belajar gulat doang, tapi udah kayak mau masuk tentara aja pertanyaannya.

"Itu yang ingin aku dengar!" kata Pak Koba.

"Yang mana, Pak?" tanya Soso, polos.

"Yang terakhir itu!"

"Oooh iya, saya benci Rusia, Pak..."

"Ya sudah. Besok pagi kau boleh latihan!"

Soso melonjak kegirangan.

*****

Sudah tiga hari Soso berada di rumah Pak Koba. Ia tidur sekamar dengan Yuri. Tapi soal latihan gulat itu? Baah... tak ada satupun jurus gulat yang diajarkan Pak Koba kepadanya. Yang ada, dia cuma disuruh lari-lari, angkat karung, mikul air, dan perintah-perintah lain yang dirasanya nggak ada sama sekali hubungannya dengan gulat. Lama-lama Soso berpikir, Pak Koba itu bukan pengen melatihnya gulat, tapi memanfaatkan tenaganya untuk urusan rumahnya. Coba bayangin, apa hubungannya disuruh nyapu dengan gulat?

Satu-satunya yang membuatnya bersemangat adalah karena ada Bonia yang suka menggodanya jika sedang 'latihan.' "Latihannya yang semangat ya So... bak mandinya belum penuh tuh..." godanya. Duh.. kalau saja ia nggak suka sama anak itu, dan dia bukan anaknya Pak Koba, mungkin sudah dilemparnya anak itu dengan ember penuh air yang dibawanya. Dan satu alasan lain yang membuatnya bertahan, ia diperbolehkan menonton Pak Koba berlatih tanding.

Tapi di hari ketiga, datanglah Nora, anak Pendeta Charkviani itu menemui Soso. "Kenapa kamu nggak pulang-pulang? Tadi aku ke rumahmu, kata Emakmu, kamu di sini. Kasian dia, katanya udah nggak punya makanan gara-gara kamu nggak pernah mancing lagi..." kata Nora yang bertubuh kerempeng itu. "Bapakku juga nyariin, katanya kamu mau sekolah tinggi, tapi malah bolos terus. Gimana sih?"

Soso pun bimbang. Ia merasa bersalah juga meninggalkan Emaknya sendirian. "Iya deh, aku pulang..." katanya.

Muka Pak Koba tampak asem waktu Soso pamit pulang. "Katanya mau ngelawan Rusia. Baru tiga hari sudah nyerah..."

Soso garuk-garuk kepala, "Melawan Rusia-nya ditunda dulu aja Pak, kasian Emak saya..."

"Ya sudah, terserah..."

Soso pun pulang ke rumahnya ditemani Nora. Tapi baru sampai di rumah, bukan sambutan hangat yang didapatkannya, melainkan tamparan keras di pipinya. "Dasar anak bandel, disuruh sekolah baik-baik malah belajar gulat. Memangnya kamu mau jadi apa? Mau jadi kinto?"[2]

Soso cuma meringis, ditambah sedikit malu, karena Nora malah cengar-cengir melihatnya.

 "Mak Keke, saya pulang dulu ya..." kata anak itu pada Emaknya Soso.

 "Iya Neng... biar Emak hajar dulu anak ini, nanti Emak suruh ke sana kalau sudah selesai!" jawab Mak Keke.

 "Heh, denger..." kata Mak Keke pada Soso, "Pak Chark bilang ada beasiswa buat anak pinter yang mau sekolah di Tiflis.[3] Sana tanyain, bagaimana cara ngedapetinnya. Kalau sampai kau nggak dapet ntu beasiswa, pergi saja sana susul bapakmu, biar jadi gembel pemabok!"

 "Iya Mak, iya...." jawab Soso.

 "Sudah, ganti baju dulu sana..."

 "Makan dulu Mak, lapar..." kata Soso.

"Makan apa, batu? Tuh banyak di belakang rumah!"

 Soso berjalan gontai ke dalam rumah, sebelum itu ia mengintip ke tudung saji di meja makan... dan beneran nggak ada apa-apa... Ia bener-bener merasa bersalah pada Emaknya. "Gara-gara anak Rusia sialan itu...!" bathin Soso.

 *****

Soso menemui Romo Charkviani malam itu, sesuai dengan perintah Emaknya.

"Kemana saja beberapa hari ini So?" tanya Pendeta yang bersuara lembut selembut orangnya itu.

"Latihan gulat di rumahnya Pak Koba, Romo..." celetuk Nora dari kamarnya.

Soso cengar-cengir.

"Buat apa belajar gulat?" tanya Pak Chark lagi.

"Mau ngalahin anak-anak Rusia itu, Pak..." celetuk Nora lagi.

"Nora... Papa lagi ngomong sama Soso, bukan sama kamu. Belajar baca sana!" kata Pak Chark. Nora pun diam. Pak Chark melirik Soso lagi, "Jangan suka mendendam. Ingat apa sabda Tuhan Yesus, barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, terus?"

"Biarkan juga ia mengambil bajumu..." jawab Soso.

"Nah itu, kamu inget..." kata Romo Chark.

Soso cengengesan.

"Ya sudah. Saya cuma mau mengingatkan sama kamu So, ada tawaran beasiswa dari Seminari Tiflis. Selain nantinya diasramakan, dijamin semua kebutuhanmu, kamu juga bisa mendapatkan uang saku, lima rubel sebulan..." kata Pak Chark lagi.

"Lima rubel sebulan Pak?" Soso langsung melotot.

"Kamu tuh.. kalo denger duit, langsung ijo..." kata Pak Chark.

Soso cengar-cengir.

"Saya sudah bicara dengan ibumu, ia nggak keberatan kalau kamu sekolah di Tiflis. Ia bahkan senang kalau kamu bener-bener bisa dapat beasiswa itu. Tinggal kamunya aja, bisa apa enggak, serius apa enggak..."

"Ya sudah, kalau begitu belajarlah yang sungguh-sungguh..."

"Siap Pak!" kata Soso dengan semangat.

*****

Soso pulang dari rumah Romo Charkviani dengan riang, pake bersiul-siul dan bernyanyi segala. Belum apa-apa ia sudah membayangkan dirinya bersekolah di Tiflis, kota yang ramai nggak kayak Gori kampungnya itu. Mungkin Tiflis tidak semewah St. Petersburg[4], tapi setidaknya jauh lebih menarik ketimbang Gori yang cuma perbukitan dan sungai. Lagian, kalau ia meninggalkan Gori, tentu saja ia tak harus lagi berurusan dengan Geng Sotoy itu. Belum lagi membayangkan uang saku yang akan didapatkannya, "Lima rubel coy...!" bathinnya.

 Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti. Bukan apa-apa, ada sebuah tangan yang mencengkram bagian belakang leher bajunya. Soso memalingkan wajahnya; Sergei... pentolan Geng Sotoy... di belakangnya berdiri dua anggotanya yang lain, Tikhicov dan Olovski. Sergei menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang kotak-kotak besar. "Apa kabar Bopeng, gimana pelajaran gulatmu?" tanyanya.

Soso megap-megap karena lehernya kecekik kerah bajunya sendiri. "Aku sudah belajar gedan barai..." jawab Soso sekenanya.

 "Lo belajar gulat apa karate sih?" tanya Sergei

 "Mmm martial mix... semua beladiri digabung..." jawab Soso tambah asal.

 "Mmm oke.." Sergei melemparkan tubuh Soso ke arah Tikhi dan Olov yang langsung memegangi dua tangannya. "Coba kita tes hasil latihannya..." kata Sergei lagi sambil melayangkan tendangan ke arah selangkangan Soso. Melihat bahaya datang reflek Soso menarik dua tangannya yang dipegangi Tikhi dan Olov hingga badan dua anak itu menghalangi tubuhnya.

 Buk... terdengar jerit kesakitan. Tapi bukan Soso yang kesakitan, melainkan Olov, karena hajaran kaki Sergei menghantam pinggang temannya itu. Olov rubuh. Cengkraman tangan Olov di lengan Soso membuatnya ikut tertarik, dan Soso pun ikutan ambruk. Begitu pula dengan Tikhi. Belum lagi sadar, Tikhi sudah mengalihkan tangannya memiting leher Soso dan mengunci dua kakinya di perut Soso. Lalu datang Sergei yang melayangkan tinjunya ke pelipis kanan Soso.

Sejenak Soso bimbang, teringat kata Pak Chark tadi, barangsiapa menampar pipimu yang satu...

Buk... kali ini pelipis kiri Soso yang dihantam bogem Sergei.

Soso menyeringai.. "Ah, ini bukan pipi, tapi pelipis... dan bukan ditampar tapi ditinju!" bathinnya. Dan Soso pun sudah tak ingat lagi soal nasihat Pak Chark, entah yang barusan atau yang sebelum-sebelumnya. Yang terngiang justru omongannya Pak Koba, "Nah itu yang ingin aku dengar, Aku Benci Rusiaaaa...." Dan Soso pun mulai berontak. 'Latihan' tiga hari di rumah Pak Koba rupanya ada hasilnya juga, setidaknya, tenaganya lebih berisi, untuk setidaknya memberi perlawanan, meski tetap saja ia bonyok...

*****

BERSAMBUNG: (3) Bye-bye Gori!

Catatan:

[1] Sebagai wilayah yang berada di antara Kekaisaran Rusia dan Ottoman Turki, wilayah Gerogia seringkali menjadi daerah rebutan kedua kekaisaran besar itu.

[2] Berandalan

[3] Tbilisi, Ibukota Georgia saat ini

[4] Pusat pemerintahan Rusia saat itu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun