Mohon tunggu...
Alipir Budiman
Alipir Budiman Mohon Tunggu... Guru - hanya ingin menuliskannya

Bekerja sebagai pendidik di MTs Negeri 1 Banjar (dahulu namanya MTs Negeri 2 Gambut) Kabupaten Banjar, Kalsel. Prinsip saya: Long Life Education. Gak pandang tuanya, yang penting masih mau belajar, menimba ilmu. Gak peduli siapa gurunya, yang penting bisa memberi manfaat dan kebaikan...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Milenial: Antara Gaya dan Jati Diri

16 September 2020   06:00 Diperbarui: 16 September 2020   06:27 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal, yang mungkin terlupakan oleh guru milenial. Bahwa banyak dari mereka yang belum bisa melepaskan diri dengan identitas mereka sebagai anggota generasi milenial pada saat kepada mereka disematkan label "guru", yang bermakna digugu dan ditiru.  Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Banyak dari mereka yang masih terjerat dalam perilaku milenial, mengingat usia mereka juga masih muda.

Guru ini masih suka memposting hal-hal yang tidak mencerminkan kepribadian sebagai seorang guru, misalnya curhat, mengeluh, membully, perang komentar, dan lain-lain. Hal ini akan memberikan stigma negatif pada guru. Malah ada juga yang meng-upload konten yang tidak layak dikonsumsi siswa-siswanya, misalnya video tiktok yang mempertontonkan adegan kemesraan, mempertontonkan hal yang tidak diperbolehkan ke siswa, dan lain-lain.

Guru milenial terkadang menjadi generasi yang "kebablasan", menguasai teknologi yang dikuasai siswa, tetapi melupakan jati dirinya sebagai seorang guru. Perilaku kebablasan ini bisa menjadi alasan bagi siswa untuk melakukan sesuatu sama seperti yang dilakukan gurunya. Akibatnya, begitu ada sanksi yang diberikan ketika pelanggaran dilakukan siswa, mereka bisa protes, dan ini wajar sebagai ungkapan ketidakpuasan mereka terhadap peraturan. Sementara siswa diterapkan dengan berbagai aturan yang mengikat, sementara guru boleh melanggarnya.

Para guru milenial harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Jika ada nilai yang bertentangan dengan yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan siswa atau masyarakat yang berakibat bisa terganggunya proses pendidikan bagi siswa.

Guru milenial juga harus menjadi teladan atau model bagi siswa yang semua yang menganggap ia sebagai guru. Memang mungkin terjadi penolakan oleh guru, namun setidaknya apa yang dilakukan oleh guru akan menjadi pembanding dengan  yang dilakukan siswa atau masyarakat. Setiap gerak gerik guru akan menjadi sorotan, mulai dari sikap atau perilaku, bicara dan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan, pakaian, ataupun hubungan kemanusiaan, bahkan gaya hidup guru akan menjadi perhatian publik.

Jika guru milenial ini mampu menjaga jati dirinya sebagai seorang guru, memiliki wawasan dalam pendidikan dan pembelajaran yang baik, ditambah dengan kemampuannya memahami "selera" siswa milenial, maka penulis yakin, guru inilah yang akan menjadi idola siswa. Guru-guru dewasa pun akan belajar padanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun