Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal, yang mungkin terlupakan oleh guru milenial. Bahwa banyak dari mereka yang belum bisa melepaskan diri dengan identitas mereka sebagai anggota generasi milenial pada saat kepada mereka disematkan label "guru", yang bermakna digugu dan ditiru. Â Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani. Banyak dari mereka yang masih terjerat dalam perilaku milenial, mengingat usia mereka juga masih muda.
Guru ini masih suka memposting hal-hal yang tidak mencerminkan kepribadian sebagai seorang guru, misalnya curhat, mengeluh, membully, perang komentar, dan lain-lain. Hal ini akan memberikan stigma negatif pada guru. Malah ada juga yang meng-upload konten yang tidak layak dikonsumsi siswa-siswanya, misalnya video tiktok yang mempertontonkan adegan kemesraan, mempertontonkan hal yang tidak diperbolehkan ke siswa, dan lain-lain.
Guru milenial terkadang menjadi generasi yang "kebablasan", menguasai teknologi yang dikuasai siswa, tetapi melupakan jati dirinya sebagai seorang guru. Perilaku kebablasan ini bisa menjadi alasan bagi siswa untuk melakukan sesuatu sama seperti yang dilakukan gurunya. Akibatnya, begitu ada sanksi yang diberikan ketika pelanggaran dilakukan siswa, mereka bisa protes, dan ini wajar sebagai ungkapan ketidakpuasan mereka terhadap peraturan. Sementara siswa diterapkan dengan berbagai aturan yang mengikat, sementara guru boleh melanggarnya.
Para guru milenial harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Jika ada nilai yang bertentangan dengan yang dianutnya, maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai antara guru dan siswa atau masyarakat yang berakibat bisa terganggunya proses pendidikan bagi siswa.
Guru milenial juga harus menjadi teladan atau model bagi siswa yang semua yang menganggap ia sebagai guru. Memang mungkin terjadi penolakan oleh guru, namun setidaknya apa yang dilakukan oleh guru akan menjadi pembanding dengan  yang dilakukan siswa atau masyarakat. Setiap gerak gerik guru akan menjadi sorotan, mulai dari sikap atau perilaku, bicara dan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan, pakaian, ataupun hubungan kemanusiaan, bahkan gaya hidup guru akan menjadi perhatian publik.
Jika guru milenial ini mampu menjaga jati dirinya sebagai seorang guru, memiliki wawasan dalam pendidikan dan pembelajaran yang baik, ditambah dengan kemampuannya memahami "selera" siswa milenial, maka penulis yakin, guru inilah yang akan menjadi idola siswa. Guru-guru dewasa pun akan belajar padanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H