Mohon tunggu...
Alipir Budiman
Alipir Budiman Mohon Tunggu... Guru - hanya ingin menuliskannya

Bekerja sebagai pendidik di MTs Negeri 1 Banjar (dahulu namanya MTs Negeri 2 Gambut) Kabupaten Banjar, Kalsel. Prinsip saya: Long Life Education. Gak pandang tuanya, yang penting masih mau belajar, menimba ilmu. Gak peduli siapa gurunya, yang penting bisa memberi manfaat dan kebaikan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hebat!! Peraturan Sekolah Menjadi Mandul Menghadapi Siswa yang Merupakan Anak Guru

24 April 2016   17:02 Diperbarui: 24 April 2016   17:13 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Potongan rambut yang berbentuk qoza dilarang di sekolah"][/caption]

Sebuah kenyataan yang sulit untuk dihadapi bagi saya dan teman-teman guru dimanapun, saat menghadapi siswa bermasalah yang justru orangtuanya adalah guru di sekolah itu sendiri. Seperangkat tata tertib dan peraturan sekolah hanya akan menjadi sebuah catatan yang sama sekali tidak memiliki kekuatan apapun, seberapa pun perkasanya peraturan itu di hadapan siswa yang lain, akan menjadi lembaran-lembaran tak berharga begitu berhadapan dengan sang guru yang menjadi orangtua bagi siswa bermasalah tersebut. Tapi, tentu saja, sang guru yang saya maksud di sini, adalah guru yang mengerti akan peraturan tetapi mencoba untuk tidak mengerti.

Inilah yang saya  dan teman-teman saya alami di sebuah sekolah menengah pertama negeri berbasis agama di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, tempat saya mengajar.

Sekolah tempat saya mengajar, dikenal dengan sekolah yang memiliki tata tertib yang ketat. Perlengkapan sekolah seperti lambang OSIS, badge sekolah, ikat pinggang, kaos kaki, sepatu, juga mesti harus lengkap. Celana panjang untuk laki-laki tidak boleh berukuran kecil (celana pensil), sepatu harus warna hitam semua, baju laki-laki harus lengan pendek. Rambut tidak boleh panjang, dan juga tidak boleh dengan potongan qoza, yakni pendek sebagian, atau tebal sebagian. Bila melanggar, pihak tim Tata Tertib akan bertindak, misalnya memotong rambut yang panjang atau berpotongan ala qoza, juga merobek celana yang sengaja dikecilkan dari ukuran standar.

Membawa HP juga menjadi hal yang sangat tabu di sekolah. Tetapi ini tidak berlaku bagi siswa yang mempunyai kepentingan dan dibolehkan membawa HP ke sekolah, asal sebelum jam pertama dimulai, HP itu sudah dititipkan ke guru piket atau ke bagian kesiswaan. Kalau HP terkena razia, hanya orangtua nya yang boleh mengambil sebagai peringatan pertama. Kalau kejadian membawa HP terulang kembali, maka HP akan diserahkan sesudah kenaikan kelas pada akhir tahun pelajaran. Dari beberapa HP yang dirazia, kontennya cukup mencengangkan. Ada beberapa video tidak layak yang didownload, juga ada gambar-gambar tidak senonoh yang disimpan di memori HP.

Perilaku selama di sekolah juga akan dipantau oleh sekolah. Setiap kali ada laporan, baik itu pertengkaran, perkelahian, ataupun keributan yang mengganggu proses belajar mengajar di kelas, maka bersiap-siaplah akan dibawa ke ruang konsultasi (BP). Bila kejadiannya berulang pada siswa yang bersangkutan, maka pihak BP akan memanggil orangtua untuk mendiskusikan masalah yang dialami siswa.

Beberapa hari tidak turun tanpa keterangan, maka wali kelasnya akan menghubungi pihak orangtua. Bila masih tetap belum turun  juga, maka wali kelas akan sowan ke rumah orangtuanya, sekaligus untuk mengetahui apa latar belakang penyebab ketidakhadiran siswa tersebut.

Apa yang dilakukan pihak sekolah, hanya berusaha untuk konsisten menerapkan peraturan yang dibuat. Tegaknya paeraturan sekolah secara konsisten merupakan faktor pertama dan utama yang dapat menunjang berlangsungnya proses belajar yang baik. Guru-guru tidak ingin siswa, yang notabene adalah sekolah berbasis agama, melewati proses tumbuh kembangnya dengan perilaku yang tidak baik. Di sekolah, adalah sarana bagi mereka untuk belajar. Belajar menuntut ilmu, belajar berinteraksi sosial, dan belajar menentukan masa depannya.

Baik buruknya lingkungan sekolah sebenarnya sangat ditentukan oleh peraturan dan tata tertib yang dilaksanakan secara konsisten. Hanya di sekolah dengan peraturan yang konsisten lah proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana yang ditentukan. Dengan adanya peraturan tersebut, sekolah dapat berfungsi sebagai arena persaingan yang sehat bagi para siswa untuk meraih prestasi yang semaksimal mungkin. Selain itu yang paling penting, dengan adanya peraturan yang dijalankan secara konsisten, sekolah dapat menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas tingkah laku siswa.

Lalu, apakah tata tertib di MTsN saya hanya berlaku bagi siswa yang bermasalah? Tentu saja tidak. Siswa yang berprestasi pun akan mendapatkan penghargaan. Seberapa banyak kejuaraan yang mereka dapat, sebanyak itu pula reward positif akan diberikan oleh sekolah. Selama ini, para siswa yang mengikuti berbagai kejuaraan selalu pulang membawa oleh-oleh berupa tropy dan penghargaan lainnya. Setiap hari Senin seusai apel bendera, mereka yang membanggakan sekolah selalu ditampilkan di hadapan teman-temannya.

Apa maksudnya sekolah selalu memberikan sanksi kepada siswa yang bermasalah, dan memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi? Pemberian hukuman tidak ada bedanya dengan pemberian penghargaan. Antara pemberian hukuman dan penghargaan merupakan respons seseorang kepada orang lain karena perbuatannya. Bedanya, pemberian penghargaan termasuk respons positif, sedangkan pemberian hukuman termasuk respons negative.  Akan tetapi, keduanya memiliki tujuan sama, yakni untuk mengubah tingkah laku seseorang.

Adapun respons positif bertujuan agar tingkah laku yang sudah baik akan lebih bertambah frekuensinya sehingga akan lebih baik lagi di masa mendatang. Sedang respons negative bertujuan agar seseorang yang memiliki tingkah laku yang tidak baik itu dapat berubah dan lambat laun akan mengurangi bahkan menghilangkan tingkah laku tidak baiknya.

Tetapi bagaimana jika yang melanggar itu, justru siswa yang ayah atau ibunya mengajar di sekolah tersebut? Tata tertib sekolah dilanggar, dan parahnya lagi, guru yang menjadi orangtuanya justru melindungi dia dengan berbagai alasan.

Contohnya :

  • Pada waktu Penerimaan Peserta Didik Baru, si anak guru tersebut nilainya rendah, dan termasuk dalam kategori tidak lulus. Tapi dengan berbagai alasan dan pertimbangan, sang anak akhirnya bisa lulus dan berhak menggunakan seragam sekolah.
  • Peraturan Sekolah menyepakati penggunaan baju seragam lengan pendek, tapi si anak guru berani memakai baju lengan panjang. Pernah ditegur oleh guru BK, tetapi justru orang tuanya yang membela anaknya. Bila ditegur oleh Tim Tatib, orangtua berkilah dengan berbagai alasan, seperti alasan lebih Islami.
  • Sekolah melarang siswa ke sekolah menggunakan kendaraan bermotor, si anak malah menggunakan mobil ke sekolah.
  • Peraturan sekolah tidak boleh menggunakan HP di sekolah, sang orangtua malah menitipkan HP nya kepada si anak, dengan alasan kemudahan berkomunikasi. Hal ini tentu saja menimbulkan kecemburuan di kalangan siswa lain.
  • Pada saat terlambat masuk sekolah, siswa lain diberi sanksi disiplin seperti mengumpulkan sampah, sedang si anak guru tidak diberi sanksi apa-apa. Kalaupun sewaktu-waktu diberi sanksi, si orangtua protes dengan alasan bla-bla-bla.
  • Kalau sang anak berkelahi, si orangtua bukannya menasihati sang anak, tetapi justru menasehati seterunya agar mengalah pada sang anak. Tampak sekali sang anak dengan berbusung dada menunjukkan kejagoannya karena dibela orangtua. Pihak Tim Tata Tertib? Hanya bisa jadi macan ompong.
  • Bila siswa lain tidak turun melebihi 14 hari, akan diberi sanksi, dan sanksi terberat: tidak berhak mengikuti ulangan umum. Tapi pada saat sang anak tidak hadir melebihi 2 bulan, maka tidak ada satupun tindakan yang diberikan oleh Tim Tata Tertib karena orangtua selalu membela anak dengan berbagai alasan. Jika didasarkan pada peraturan persyaratan kelulusan, yakni mengikuti seluruh program pembelajaran, maka si anak tidak berhak diluluskan, karena tidak menyelesaikan seluruh program pembelajaran.

Nah, di sini dilematisnya peraturan sekolah. Di satu sisi, kita ingin menegakkan peraturan sekolah. Tetapi bagi guru yang berprasangka negative, tata tertib ini dianggap sebagai senjata untuk memojokkan  dirinya, bahkan dianggap untuk menghancurkan masa depan anaknya. Padahal, seandainya mau mengerti, mau mendengarkan pendapat orang, semua untuk kebaikan sang anak, dan tentunya juga sekolah.

Sekolah seperti kehilangan harga diri di mata siswa. Keberpihakan sekolah terhadap sang anak guru, ketidakkonsistenan sekolah terhadap peraturan yang dibuat, suatu saat akan menjadi boomerang bagi sekolah. Sekolah tak akan bisa berbuat apa-apa terhadap tekanan dari pihak luar yang menggunakan senjata “contoh perlakuan sekolah terhadap anak guru” untuk menekan sekolah.

Mau menciptakan mutu sekolah? Omong kosong kalau tidak ada iklim yang kondusif di sekolah. Salah satu iklim yang kondusif yang diinginkan adalah tegaknya disiplin sekolah. Disiplin sekolah yang berwibawa dan ditaati oleh semua komponen pendidikan di sekolah merupakan kata kunci untuk membentuk sekolah yang berkualitas.

Jadi, omong kosong bicara tentang kualitas sekolah, kalau disiplin saja belum bisa dilaksanakan. Karena disiplin merupakan lapis terluar dari suatu system pendidikan di sekolah, sedang lapis terdalamnya adalah kualitas. Disiplin sekolah yang berwibawa dengan mudah dapat dilihat oleh masyarakat dari sikap, tingkah laku, dan perbuatan para guru dan siswanya. Demikian juga sebaliknya, sekolah yang memiliki tata tertib yang mandul dengan mudah dapat diketahui oleh masyarakat melalui siswanya.

 Mau madrasah yang bermutu? Mimpi atau bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun