Budaya Jawa kaya akan mitos, legenda, dan tradisi lisan yang sering kali bersifat lokal dan berkembang seiring waktu. Oleh karena itu, wajar jika terdapat berbagai versi dan interpretasi mengenai asal usul karakter-karakter seperti Panakawan dan Semar dalam tradisi wayang kulit Jawa.
Pada masa Pra-Islam Semar didefinisikan sebaagai sosok yang dengan para dewa Hindu tertentu dan merupakan bagian dari cerita-cerita epik seperti Mahabharata dan Ramayana. Semar, bersama dengan karakter-karakter wayang lainnya, mungkin memiliki simbolisme dan makna dalam kepercayaan animisme, dinamisme, dan tradisi kepercayaan lokal Jawa pra-Islam.
Lalu, Setelah masuknya Islam ke Jawa, karakter Semar dan cerita-cerita wayang mengalami adaptasi agar sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam. Meskipun demikian, Semar tetap menjadi tokoh yang penting dalam seni wayang dan sering kali dianggap sebagai penjaga tradisi Jawa. Dalam beberapa versi cerita wayang kulit Jawa, terutama yang berkaitan dengan cerita-cerita Islamisasi, Semar mungkin memainkan peran yang lebih mendalam, mungkin sebagai tokoh bijaksana yang membimbing tokoh-tokoh utama dalam cerita tersebut. Setelah masuknya Islam, pertunjukan wayang juga mengalami perkembangan menjadi bentuk-bentuk pertunjukan wayang Islami. Dalam konteks ini, Semar dapat muncul dalam cerita-cerita wayang Islami yang mengajarkan nilai-nilai Islam.
Semar sebagai seorang yang rendah hati juga diserahi peran sebagai khatib sebagai konselor yang mengajarkan nilai-nilai luhur kepada kemanusiaan. Seno Sastramijaya meyakini konsep Semar dan Pandawa melambangkan gagasan Kawulo lan Gusti. Pandawa dapat ditinggalkan pada Semar jika melebihi batas kebenaran . Semar dikenal juga dengan julukan Semar Badranaya atau Nur Naya, angka artinya cahaya penuntun. Semar dalam hal ini dianggap memenuhi misi dakwah sebagai petunjuk jalan yang benar (Kresna, 2012: 287). -288).
Tentang asal usul Semar dalam cerita pewayangan diceritakan dalam beberapa serat. "Serat Paramayoga" merupakan karya sastra klasik Jawa yang ditulis dalam bentuk prosa. Karya ini merupakan bagian dari tradisi sastra Jawa yang memadukan unsur Hindu, Budha, dan Islam. Dalam "Serat Paramayoga", Semar berperan penting sebagai tokoh bijaksana dan penasihat yang memberikan bimbingan moral dan intelektual kepada tokoh-tokoh dalam cerita. Namun asal muasal Semar di "Serat Paramayoga" belum diketahui secara luas. Karya ini termasuk dalam genre sastra tradisional Jawa yang sering diturunkan secara lisan sebelum ditulis dan mempunyai akar yang sangat kuno dalam budaya Jawa. Oleh karena itu, asal usul Semar dalam konteks ini mungkin sudah hilang ditelan zaman. Berdasarkan tradisi lisan dan sastra Jawa, Semar sering diidentikkan sebagai tokoh yang muncul dalam berbagai teks klasik, seperti Mahabharata dan Ramayana, serta dalam tradisi wayang kulit. Namun dalam setiap karya sastra atau pertunjukan wayang, penafsiran terhadap tokoh Semar bisa berbeda-beda tergantung cerita yang disajikan dan peran yang diberikan oleh pengarang atau dalang. Dalam konteks "Serat Paramayoga", Semar mungkin diberi peran yang sesuai dengan pesan moral dan filosofis yang ingin disampaikan pengarangnya. Meski asal usulnya sulit ditelusuri, namun tokoh Semar tetap menjadi simbol kebijaksanaan, kecerdasan, dan kelembutan dalam tradisi sastra Jawa.
Namun, secara umum, tokoh-tokoh Panakawan dalam tradisi wayang kulit Jawa memiliki ciri-ciri khusus yang membuat mereka mudah dikenali. Beberapa ciri umum tokoh-tokoh Panakawan, termasuk Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, meliputi:
- Bentuk Tubuh yang Kocak: Tokoh-tokoh Panakawan sering kali digambarkan dengan tubuh yang kocak, gemuk, atau aneh, yang menambah unsur humor dalam pertunjukan wayang.
- Raut Wajah yang Unik: Wajah tokoh-tokoh Panakawan sering kali digambarkan dengan raut wajah yang unik, seperti hidung besar, mata lebar, atau bibir tebal, untuk menunjukkan karakter kocak mereka.
- Pakaian yang Sederhana: Panakawan biasanya mengenakan pakaian yang sederhana dan sering kali terlihat tidak teratur, menambahkan kesan kocak dan lucu.
- Peran sebagai Penghibur: Tokoh-tokoh Panakawan adalah penghibur dalam pertunjukan wayang. Mereka sering memainkan peran penting dalam menyajikan humor, memberikan nasehat bijaksana, atau menyelipkan komentar lucu dalam cerita.
- Penampilan yang Kontras dengan Tokoh Utama: Panakawan sering memiliki penampilan dan karakter yang berlawanan dengan tokoh-tokoh utama atau dewa dalam cerita. Misalnya, sementara tokoh utama mungkin gagah dan serius, Panakawan cenderung ceria dan humoris.
Menurut Ki Ciptosangkono Untuk mengetahui kepribadian dan ciri-ciri tokoh wayang purwa dapat dilihat melalui Candra-panca. Candra-panca adalah konsep dalam seni wayang kulit Jawa yang mengacu pada lima kategori karakter atau sikap yang terkait dengan wajah tokoh wayang purwa. Menurut pandangan Ki Ciptosangkono, seorang dalang wayang terkemuka, untuk memahami karakter dan ciri-ciri tokoh wayang purwa, kita dapat mencermati melalui Candra-panca. Berikut adalah lima kategori Candra-panca beserta penjelasannya:
- Limas (Bentuk Segitiga): Tokoh-tokoh wayang yang memiliki wajah berbentuk segitiga dianggap memiliki sifat-sifat ksatria atau pahlawan. Mereka biasanya cerdas, berani, dan memiliki semangat juang yang tinggi. Contoh tokoh dengan bentuk wajah segitiga adalah Arjuna dan Yudhistira.
- Gendhing (Bentuk Bulat): Tokoh-tokoh dengan wajah bulat dianggap memiliki sifat-sifat lemah lembut, penyabar, dan memiliki jiwa seni. Mereka cenderung bijaksana dan penuh kasih sayang. Contoh tokoh dengan bentuk wajah bulat adalah Semar, Bima, dan Nakula.
- Tuping (Bentuk Segiempat): Tokoh-tokoh dengan wajah berbentuk segiempat dianggap memiliki sifat-sifat jahat, cerdik, atau licik. Mereka mungkin merupakan antagonis dalam cerita wayang. Contoh tokoh dengan bentuk wajah segiempat adalah Rahwana dan Duryodana.
- Lingga (Bentuk Silindris): Tokoh-tokoh dengan wajah berbentuk silindris dianggap memiliki sifat-sifat spiritual dan berkepribadian tinggi. Mereka sering kali melambangkan dewa atau roh spiritual dalam cerita wayang. Contoh tokoh dengan bentuk wajah silindris adalah Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.
- Nagendra (Bentuk Seperti Capit Ular Naga): Tokoh-tokoh dengan wajah berbentuk seperti capit ular naga dianggap memiliki sifat-sifat mistis, memiliki kekuatan magis, atau memiliki kebijaksanaan tertinggi. Mereka cenderung menjadi tokoh penasihat atau orang bijaksana dalam cerita wayang. Contoh tokoh dengan bentuk wajah seperti capit ular naga adalah Batara Guru.
Ajaran Semar, atau sering disebut "Pancadarma Semar" dalam bahasa Jawa, mencakup nilai-nilai moral dan kearifan lokal yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah ajaran Semar dalam bahasa Jawa:
- Asmara Kasunyatan: (Artinya: Kebijaksanaan dalam Keberadaan) Ajaran pertama Semar mengajarkan kebijaksanaan dalam setiap langkah dan keputusan. Kebijaksanaan mengantarkan kita menuju pemahaman yang lebih dalam akan kehidupan.
- Wiwit Sakalambhine: (Artinya: Integritas Seutuhnya) Ajaran kedua adalah tentang integritas. Integritas memandu kita untuk hidup dengan kejujuran dan moralitas yang tinggi. Dengan integritas, kita mempertahankan keutuhan diri dan kejujuran dalam tindakan.
- Bakti Lan Bhakti: (Artinya: Pelayanan dan Pengabdian) Ajaran ketiga mengajarkan pentingnya pelayanan dan pengabdian kepada sesama manusia dan lingkungan. Dengan pelayanan yang tulus, kita menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan alam sekitar.
- Ati Ning Susila: (Artinya: Hati yang Tenang dan Mulia) Ajaran ini menekankan pentingnya memiliki hati yang damai dan mulia. Dengan ketenangan hati, kita dapat menghadapi tantangan hidup dengan bijaksana dan kedamaian batin.
- Ati Ning Laku: (Artinya: Hati yang Tulus dalam Perilaku) Ajaran ini mengajarkan ketulusan dalam tindakan dan perilaku. Dengan hati yang tulus, kita dapat menginspirasi orang lain dan memberikan dampak positif dalam kehidupan mereka.
- Cara Ning Sukma: (Artinya: Jiwa yang Sederhana) Ajaran ini mengajarkan kesederhanaan jiwa. Dengan jiwa yang sederhana, kita memahami bahwa kebahagiaan tidak terletak pada materi, melainkan pada keberadaan, cinta, dan kedamaian dalam diri.
Ajaran Semar adalah panduan berharga dalam membimbing manusia menuju kehidupan yang lebih baik, penuh dengan kebijaksanaan, integritas, dan pelayanan kepada sesama.