Pada dasarnya setiap orang memiliki potensi untuk menjadi seorang konselor. Potensi ini tidak hanya terbatas pada mereka yang memiliki latar belakang psikologi, tetapi juga pada siapa saja yang memiliki keterampilan mendengarkan, empati, dan komunikasi yang baik. Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional dan memahami perspektif orang lain juga dapat dikembangkan oleh siapa pun. Profesi ini terbuka bagi banyak orang yang berkomitmen untuk memberikan bantuan kepada orang lain.
    Namun, seringkali kita merasa yakin bahwa kita tahu apa yang ada dalam pikiran orang lain, bukan? Dalam konteks konseling, hal ini dapat mengakibatkan dampak yang sangat serius. Mengasumsikan tujuan atau perasaan seseorang tanpa klarifikasi dapat menyebabkan kita memberikan saran yang tidak relevan atau bahkan membahayakan. Hal ini tidak hanya merusak hubungan terapeutik, tetapi juga menghambat kemajuan dalam seluruh proses.
    Seperti halnya yang di sampaikan oleh Prof. Dr. Mochamad Nursalim, M.Si. saat menjadi narasumber pada acara yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Surabaya. Tepat pada hari Minggu (28/07/2024) acara "DIBIKONS" atau Diskusi Bimbingan dan Konseling dilaksanakan dengan mengusung tema "Membuka Gerbang Menuju Masa Depan Gemilang : Membangun Keterampilan dan Pengetahuan Dasar Bimbingan dan Konseling".
    Beliau menyampaikan bahwa terdapat 5 hal yang harus dihindari disaat menjadi seorang konselor. Berikut untuk penjelasan lebih lanjut
1. Comparing (Membandingkan)
Membandingkan satu orang dengan orang lain. Ketika seorang konselor membandingkan dengan orang lain, hal itu tidak boleh dilakukan karena dapat mengalihkan perhatian dari masalah yang sebenarnya dihadapi. Perbandingan tersebut dapat membuat mereka merasa dianggap tidak cukup penting,
2. Mind Read (Membaca Pikiran)
Mencoba membaca pikiran apa yang ada dalam diri orang lain. Menilai apa yang dipikirkan atau dirasakan orang lain tanpa klarifikasi dapat mengarah pada asumsi yang tidak akurat. Hal ini juga dapat mengurangi kepercayaan seseorang terhadap konselor, karena merasa tidak dipahami atau dinilai berdasarkan asumsi semata.
3. Planning (Merencanakan Argumen)
Merencanakan argumen atau cerita yang akan dikatakan selanjutnya. Hal tersebut dapat mengalihkan perhatian dari perasaan seseorang. Memfokuskan diri pada argumen atau cerita berikutnya berpotensi menghambat kemampuan konselor untuk mendengarkan dan merespons dengan empati terhadap apa yang sedang diungkapkan seseorang.
4 Filtering (Memilah)
Hanya mendengar topik yang diminati. Perlakuan ini dapat membuat seseorang merasa bahwa bagian penting dari cerita mereka tidak dihargai. Hal juga mengarah pada analisa yang tidak lengkap dan saran yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
5. Judging (Menilai atau Mengomentari)
Memberi penilaian dengan pernyataan yang buruk. Penilaian yang bersifat negatif atau tidak adil dapat membuat seseorang merasa tidak diterima, diabaikan, atau bahkan tertekan, yang berpotensi mengurangi keterbukaan mereka dalam berbagi masalah atau perasaan yang lebih mendalam.
    Oleh karena itu, memiliki keterampilan mendengarkan yang mendalam dan objektif sangat penting bagi para konselor. Konselor harus berkomitmen untuk melayani setiap orang dengan rasa ingin tahu yang tulus tanpa adanya prasangka. Selain itu, sangat penting bagi konselor untuk berlatih refleksi diri secara teratur untuk meningkatkan keterampilan mereka. Hal ini akan menghindari kesalahan yang merugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H