Mohon tunggu...
Alin Tamanna Rahmani
Alin Tamanna Rahmani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis saja

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Eschatology

20 Januari 2021   00:07 Diperbarui: 20 Januari 2021   00:11 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bilal mengatakan bahwa ia telah menukar 2 kg kurma kualitas lama dengan 1 kg kurma kualitas baru, yang sedang dicicipi Rasululllah, kemudian Rasulullah bersabda bahwa yang dilakukan Bilal itu inti dari riba. Dalam hadith dikatakan bahwa emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam harus ditukar dengan nilai dan takaran yang sama. Dalam kasus Bilal, seharusnya 2 kg kurma lama ditukar dengan  nilai takaran yang sama yaitu 2 kg kurma baru, bukan 1 kg. 

Kalau kita berpikir, kenapa ya 6 jenis komoditi tadi yang disebut oleh Rasulullah sebagai sumber riba, kemudian saya ingat berkaitan dengan hedging dalam akuntansi, jadi menurut teori dalam ekonomi ada yang disebut hedging atau lindung nilai dimana pihak pembeli mengadakan perjanjian transaksi pembayaran di depan untuk penyerahan barang dari penjual dalam beberapa bulan ke depan, dalam rangka untuk melindungi asetnya dari risiko kerugian akibat jika terjadi gagal panen atau naiknya harga komoditas di pasar.

 Hal ini dilegalkan dalam akuntansi, namun ternyata Allah melarangnya. Jika dipikir menurut hakikat agama Islam, kenapa itu dilarang, karena sebenarnya pihak pembeli mengambil untung yang tidak semestinya dan merugikan pihak penjual, di sini terjadi ketidakadilan. Salah satu sifat Allah ialah Maha Adil dan tidak mendzalimi hambanya, maka segala bentuk transaksi yang tidak sama-sama ridha antara pembeli dan penjual, Allah tidak suka, dan Allah mencegah perbuatan curang itu dan melindungi umat manusia melalui hukum-Nya yaitu melarang Riba. 

Sederhananya bisa dikatakan hakikatnya seperti itu, tapi riba banyak jenisnya, pada intinya Allah melarang riba untuk mencegah orang kaya berbuat curang dan menindas orang yang lebih lemah, agar tercipta keadilan dan kedamaian, bukan kerusakan. Hal ini juga mengingatkan saya ketika dulu saya pernah mencoba berinvestasi dengan menyicil emas batangan selama setahun, namun ternyata saat saya menjual emas tersebut setahun kemudian harganya lebih rendah jauh dari harga total saya membelinya dengan cicilan padahal saya berharap ada kenaikan saat menjualnya. 

Kini saya memahami kenapa seharusnya pembelian emas dilakukan secara tunai, bukan dengan dicicil yang dilarang oleh Allah. Tentang komoditi yang disebutkan yaitu gandum, jelai, kurma dan garam, Syaikh Imran Hosein mengatakan bahwa gandum bisa juga diartikan sebagai padi jika di Indonesia. 

Berbicara tentang Riba beliau menyebut tentang suatu karya sastra William Shakespeare yang berjudul The Merchant of Venice, di dalamnya berkisah tentang seorang rentenir Yahudi yang meminjami uang sampai tega mengenakan imbalan denda jika lewat waktu yang disepakati berupa "a pound of flesh". Praktik Riba bermula dilakukan orang Yahudi sejak dahulu kala dari rentenir sampai dengan saat ini menjelma dalam bentuk sistem perbankan. Rasulullah mengatakan, tidak ada jalan keluar dari Riba. 

Dan Syaikh Imran memperjelas perkataan Rasulullah, karena tidak ada jalan keluar dari Riba, maka saat sekarang ini dimana Riba telah terpampang nyata dalam sistem moneter global, kita hanya bisa meminimalisirnya dengan pilihan hidup kita dalam mengelola keuangan. 

Jujur setelah tahu tentang hal ini, saya jadi mengubah pula mindset saya tentang hukum Allah yang menentukan halal dan haram. Sebenarnya jika kita memahami larangan Allah, tujuan Allah adalah agar kita selamat di dunia dan akhirat. Namun akhirat lebih penting daripada dunia, karena akhirat adalah lebih pasti daripada dunia. Kenapa lebih pasti, karena setiap yang bernyawa akan mati, dan setelah mati tidak berguna lagi pertaubatan kita yang seharusnya kita lakukan pada saat masih hidup di dunia.

Beralih ke bahasan Yajuj dan Majuj atau Gog and Magog, dalam ceramahnya Syaikh Imran menjelaskan panjang lebar mengenai Dzulqarnain yang ada dalam ayat Al-Quran. Dari penjelasan beliau, saya pikir saya masih belum bisa mengulang penjelasannya di sini sesuai perkataan dari Syaikh tapi saya menggunakan kalimat saya sendiri, Dzulqarnain tiba di suatu daerah yang dia tidak paham bahasanya, kemudian orang-orang di situ meminta bantuan kepada Dzulqarnain untuk menghentikan Yajuj dan Majuj karena kekejaman Yajuj dan Majuj terhadap mereka. 

Dzulqarnain tidak dapat mengalahkan Yajuj dan Majuj karena kekuatannya dan jumlahnya yang banyak, sehingga ia berdoa kepada Allah dan membangun tembok dari besi untuk menghalangi Yajuj dan Majuj. Sebelum saya mendengarkan ceramah Syaikh Imran, informasi tentang Yajuj dan Majuj yang saya ketahui dari media, gambaran Yajuj dan Majuj adalah makhluk yang mengerikan dan kuat, lalu yang dibayangkan adalah sosok makhluk bukan manusia tapi seperti monster. 

Kemudian setelah Syaikh Imran menjelaskan dalam ceramahnya, bahwa istilah mengerikan, kejam itu maknanya adalah perbuatan jahat. Di dunia ini ada 3 makhluk, apakah Yajuj dan Majuj adalah malaikat? Jawabannya tidak mungkin, karena malaikat tidak punya kehendak untuk berbuat, malaikat hanya berbuat apa yang diperintahkan Allah. Apakah Yajuj dan Majuj itu jin? Jawabannya juga tidak mungkin, karena Yajuj dan Majuj tidak bisa menembus tembok besi, sedangkan jin bisa. Jadi kesimpulannya, Yajuj dan Majuj adalah manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun