Mohon tunggu...
Fatimah Nur Maulida
Fatimah Nur Maulida Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Jakarta

Mahasiswa Jurnalistik, FDIKOM, UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

ChatGPT Minum Banyak Air: Biaya Tak Terlihat dari Kecerdasan Buatan

23 Desember 2024   01:10 Diperbarui: 23 Desember 2024   01:10 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: The Sunday Times

-Oleh Fatimah Nur Maulida (106), Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Semester 5, FDIKOM, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kita mungkin lapar akan ilmu pengetahuan, tapi chatbot seperti ChatGPT tampaknya "haus" akan pasokan air dunia. Sistem kecerdasan buatan (AI) yang mendukung layanan ini memerlukan air bersih dalam jumlah besar untuk mendinginkan prosesornya yang boros energi. Kombinasi komputer besar yang bekerja di balik teknologi ini membutuhkan air untuk mendinginkan suhu tinggi yang dihasilkan saat memproses data. Singkatnya, tanpa air, pusat data yang mendukung kecerdasan buatan akan menjadi terlalu panas dan terbakar karena permintaan yang terus meningkat dan kompleksitas beban kerja AI.

Banyak orang menganggap internet hanya berada di cloud, padahal internet menghabiskan ruang yang sangat besar di komputer raksasa yang merupakan pusat data, dan ini menggunakan banyak energi.

Alasan utama tingginya konsumsi air adalah kebutuhan untuk mendinginkan server besar yang menjalankan ChatGPT, yang menghasilkan banyak panas selama perhitungan rumit. Setiap kali kita mengajukan pertanyaan kepada ChatGPT, ini mengakses jaringan pusat data yang menggunakan air dalam jumlah besar untuk pendinginan.

Menurut penelitian dari Universitas California, penggunaan chatbot untuk menjawab 10 hingga 50 pertanyaan dapat menghabiskan sekitar dua liter air. Jumlah ini mungkin terlihat kecil, tetapi jika dikalikan dengan jutaan pengguna yang mengakses layanan AI setiap harinya, dampaknya menjadi sangat signifikan. 

Pusat data yang mendukung AI beroperasi layaknya radiator raksasa; sebagian besar energi mereka berubah menjadi panas, sehingga membutuhkan pendinginan yang intensif.

Sebagian besar pusat data menggunakan sistem pendinginan berbasis air. Air ini dialirkan melalui menara pendingin untuk menguapkan panas, seperti mekanisme "keringat" raksasa. Sayangnya, air yang digunakan sering kali berasal dari sumber yang layak minum karena air kotor dapat merusak server. Selain itu, air ini tidak dapat digunakan kembali, sehingga menciptakan limbah yang signifikan.

Fakta bahwa sistem AI membutuhkan air berkualitas minum menimbulkan kekhawatiran lingkungan. Di saat banyak masyarakat dunia menghadapi kelangkaan air bersih akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia, penggunaan air untuk mendukung teknologi menjadi isu yang semakin mendesak untuk diatasi.

Peningkatan konsumsi air oleh AI menunjukkan perlunya inovasi dalam teknologi pendinginan dan manajemen sumber daya. Beberapa perusahaan telah mengambil langkah penting;

Beberapa pusat data mulai menggunakan pendinginan berbasis udara. Google, misalnya, merencanakan fasilitas baru di Waltham Cross, Hertfordshire, yang memanfaatkan pendekatan ini untuk mengurangi konsumsi air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun