Ryan melanjutkan dengan suara penuh haru, "Aku mencintaimu, Lia. Bukan karena siapa kau bekerja atau dari mana asalmu, tapi karena siapa dirimu. Aku tidak pernah peduli tentang perbedaan status sosial kita. Yang kupedulikan adalah kita, kau dan aku, dan bagaimana kita bisa menjalani hidup bersama."
Air mata mulai mengalir di pipi Lia. Hatinya telah lama berdebat dengan logika, tetapi sekarang, di hadapan Ryan, semua kebimbangan yang selama ini menguasai dirinya perlahan-lahan memudar.
"Aku tahu kau mungkin masih ragu," kata Ryan, suaranya lebih lembut, "tapi aku ingin kau tahu bahwa aku akan melakukan apa saja untuk membuktikan bahwa cintaku padamu tulus. Aku ingin kita menghadapi semua ini bersama, tanpa peduli apa kata orang, tanpa peduli dunia kita yang berbeda. Kau pantas mendapatkan yang terbaik, Lia. Kau pantas dicintai sepenuhnya, dan aku akan berjuang untuk itu."
Lia akhirnya tak bisa menahan perasaannya lagi. "Aku juga mencintaimu, Ryan," katanya, suaranya pecah di antara air mata. "Aku mencintaimu, tapi aku takut... Aku takut bahwa dunia kita terlalu berbeda, dan aku tidak bisa menghadapi semua itu."
Ryan menggeleng sambil tersenyum penuh kasih, "Tidak ada yang terlalu berbeda jika kita bersatu. Dunia kita tidak perlu menjadi penghalang. Kita bisa membangun sesuatu yang lebih besar bersama-sama."
Dengan isak tangis yang lembut, Lia akhirnya melangkah maju dan memeluk Ryan erat. Air mata mereka bercampur, tetapi itu bukan air mata kesedihan---melainkan air mata kebahagiaan yang telah lama tertahan. Mereka akhirnya membiarkan cinta yang terpendam meledak dengan penuh haru, menyatukan dua hati yang selama ini terpisah oleh keraguan dan perbedaan.
- - -
Setelah pengakuan yang penuh emosi malam itu, hubungan Ryan dan Lia memasuki fase baru yang lebih kuat. Lia, yang sebelumnya merasa tidak pantas berada di sisi Ryan, kini memiliki keyakinan bahwa cinta mereka bisa mengatasi segalanya. Ryan juga bertekad untuk memastikan bahwa Lia tidak pernah merasa diremehkan atau terintimidasi oleh perbedaan status sosial mereka.
Suatu hari, setelah segalanya tenang, Ryan membawa Lia ke kantornya, tapi kali ini bukan sebagai karyawan. Ia telah memikirkan cara untuk menunjukkan cintanya dan menghargai kehebatan Lia.
"Lia," kata Ryan dengan senyum hangat saat mereka duduk di kantornya, "aku ingin kau menjadi lebih dari sekadar bagian dari hidupku. Aku ingin kau menjadi bagian dari perusahaanku juga. Aku ingin kau menjadi mitra bisnis dalam segala hal."
Lia tercengang. "Mitra? Maksudmu... bekerja bersamamu?"