Mohon tunggu...
Aline Lintang
Aline Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik

Hallo ! Aku Lintang, seorang pengusaha, pecinta fashion dan kuliner. Lagi sibuk banget nih mengurus Beanshop, tempat di mana kamu bisa belanja baju kece sambil ngopi santai. Aku percaya kalau hidup itu harus dinikmati, jadi aku bikin tempat ini biar kamu bisa nemuin semuanya di satu tempat. Yuk, mampir dan rasain vibe-nya sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Rahasia di Balik Warung Bu Sari

29 September 2024   19:48 Diperbarui: 29 September 2024   19:57 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah warung makan kecil di pinggir kota yang selalu ramai pengunjung. Warung itu dimiliki oleh seorang wanita tua yang dikenal dengan nama Bu Sari. Warungnya terkenal bukan hanya karena makanannya yang lezat, tetapi juga karena daya tarik misterius yang membuat orang ingin kembali lagi dan lagi. Setiap kali aku lewat di depan warung itu, aku melihat antrean panjang, bahkan hingga malam hari.

Sebagai penggemar kuliner, aku penasaran apa rahasia di balik kesuksesan warung tersebut. Banyak orang bilang, masakan Bu Sari punya rasa yang tidak ada tandingannya. Tapi ada juga cerita lain yang beredar di kalangan warga sekitar. Mereka berbisik bahwa Bu Sari menggunakan pesugihan untuk menjaga kelancaran usahanya. Pesugihan yang melibatkan kekuatan gelap untuk menarik pelanggan dan mengikat mereka agar terus datang.

Aku tak percaya begitu saja. Jadi, pada suatu sore, aku memutuskan untuk datang sendiri dan mencoba makan di sana. Saat pertama kali masuk, aku langsung merasa ada yang aneh. Meskipun warung itu penuh sesak, ada bau tak sedap yang samar-samar tercium, seperti bau daging busuk yang tersembunyi di balik aroma makanan yang sedap. Aku memesan seporsi nasi rawon dan duduk di salah satu meja yang tersisa.

Saat makanan tiba, aku tak bisa menahan diri untuk tidak mencobanya. Rasa rawon itu memang lezat---lebih lezat daripada rawon mana pun yang pernah kucoba sebelumnya. Dagingnya empuk, kuahnya kaya rasa, dan ada sensasi hangat yang menyebar di lidahku. Aku tak sadar, sebelum aku selesai makan, aku sudah memesan lagi, seperti ada kekuatan yang memaksaku untuk terus makan.

Ketika aku selesai makan, aku merasa aneh. Kepalaku sedikit pusing, dan perutku terasa penuh, tapi aku masih ingin makan lagi. Aku buru-buru membayar dan keluar dari warung itu. Saat berjalan pulang, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Aku mendengar suara-suara bisikan di telingaku, seperti orang yang memanggil namaku berulang-ulang. Aku menoleh, tapi tidak ada siapa-siapa.

Selama beberapa hari setelah kejadian itu, aku merasa tak bisa berhenti memikirkan warung Bu Sari. Setiap kali aku merasa lapar, pikiranku langsung tertuju pada rawon yang kumakan di sana. Bahkan makanan kesukaanku yang lain terasa hambar dibandingkan dengan rawon Bu Sari. Akhirnya, aku memutuskan untuk kembali ke sana.

Aku mulai sering makan di warung itu, lebih sering daripada yang seharusnya. Hingga pada suatu malam, aku tak sengaja mendengar percakapan dua orang pelanggan di meja sebelah. Mereka berbisik tentang seorang pria yang tiba-tiba meninggal setelah makan di warung ini. Mereka mengatakan bahwa pria itu jatuh sakit parah, muntah-muntah darah, dan meninggal hanya beberapa hari setelah sering makan di sini.

Mendengar itu, aku mulai ketakutan. Aku ingin berhenti datang ke warung itu, tapi seolah-olah ada sesuatu yang memaksaku untuk kembali. Seperti ada tali tak kasat mata yang menarikku untuk terus kembali ke sana.

Aku memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh. Aku bertanya pada beberapa warga sekitar, dan akhirnya aku bertemu dengan Pak Arif, seorang tetua desa yang tahu banyak tentang sejarah desa ini. Pak Arif bercerita bahwa Bu Sari dulu adalah orang yang sangat miskin. Warungnya dulu sepi, dan dia hampir bangkrut. Tapi semuanya berubah setelah dia pergi ke seorang dukun terkenal di desa sebelah.

Orang-orang mulai curiga ketika, beberapa minggu setelah kunjungan itu, warung Bu Sari tiba-tiba menjadi sangat ramai. Tidak hanya itu, orang-orang yang datang ke sana selalu kembali, seperti ketagihan. Pak Arif mendengar dari seorang kerabat jauh Bu Sari, bahwa dia telah melakukan ritual pesugihan menggunakan jin penglaris. Jin itu diberi persembahan setiap malam Jumat, dan sebagai gantinya, jin itu mengikat para pelanggan yang datang ke warungnya.

Ritual persembahan ini tidak main-main. Bu Sari harus memberikan "sesuatu" yang sangat berharga setiap bulan. Awalnya, dia hanya menggunakan daging hewan untuk mempersembahkan pada jinnya, tetapi setelah beberapa waktu, jin itu mulai meminta lebih. Banyak hewan di sekitar desa hilang tanpa jejak. Dan yang lebih mengerikan, beberapa anak-anak juga dilaporkan hilang tanpa ada petunjuk.

Cerita ini membuat bulu kudukku merinding. Aku mulai teringat tentang bisikan-bisikan yang kudengar setelah makan di warung itu. Apakah aku juga telah terikat dengan pesugihan Bu Sari?

Aku memutuskan untuk tidak pernah kembali lagi ke warung itu. Tapi entah bagaimana, setiap kali aku berusaha menjauh, aku selalu merasa ingin kembali. Bahkan dalam mimpiku, aku melihat Bu Sari, tersenyum dan memintaku untuk kembali. Mimpi itu terasa sangat nyata, dan setiap kali aku bangun, aku merasa tubuhku semakin lemah.

Suatu malam, aku tidak tahan lagi. Aku memutuskan untuk menyelinap ke warung Bu Sari setelah tutup. Aku harus melihat sendiri apa yang terjadi di sana. Dengan hati-hati, aku mendekati warung itu, menyembunyikan diri di balik pohon besar di seberangnya. Dari kejauhan, aku melihat Bu Sari keluar dari pintu belakang dengan membawa sesuatu yang besar terbungkus kain hitam. Dia berjalan menuju sebuah bangunan kecil di belakang warungnya---sebuah gudang tua yang selalu terkunci.

Dengan rasa ingin tahu yang besar, aku menunggu sampai Bu Sari masuk ke dalam gudang. Setelah beberapa saat, aku mendekat dan mencoba mengintip melalui celah kecil di pintu. Apa yang kulihat di dalam sana membuat darahku membeku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja kayu besar dengan sesajen di atasnya: kepala kambing, darah, dan... rambut manusia.

Di sisi lain ruangan, ada sebuah kandang besi. Di dalamnya, seorang anak kecil duduk dengan mata kosong, tubuhnya kurus kering. Aku nyaris berteriak, tapi aku menahan diriku. Aku tahu, jika Bu Sari tahu aku di sini, aku tak akan pernah keluar hidup-hidup.

Aku lari sekuat tenaga malam itu, berusaha menjauh dari desa dan warung terkutuk itu. Tapi sesuatu tetap mengejarku, sesuatu yang tak terlihat. Di sepanjang jalan, aku merasakan bisikan-bisikan itu semakin keras, memanggilku kembali. Ketika akhirnya aku tiba di rumah, aku merasa aman untuk sesaat.

Namun, keesokan harinya, tubuhku semakin lemah. Aku tak bisa makan, tak bisa tidur. Bayangan anak kecil di dalam kandang terus menghantuiku. Dalam keputusasaan, aku menghubungi Pak Arif dan menceritakan semuanya. Dia terkejut, tetapi juga ketakutan.

"Bu Sari telah melampaui batas. Jin penglarisnya tidak hanya mengikat pelanggan, tapi juga menggunakan nyawa manusia sebagai persembahan," katanya. "Kamu harus pergi dari sini, atau nyawamu akan terancam."

Aku mendengar nasihatnya dan segera meninggalkan kota, pergi sejauh mungkin dari warung Bu Sari. Tapi aku merasa, meskipun aku telah pergi, sebagian dari diriku masih terikat di sana. Setiap malam, aku bermimpi melihat Bu Sari berdiri di depan pintu rumahku, memintaku kembali.

Dan aku tahu, cepat atau lambat, aku harus kembali ke sana. Bukan karena aku ingin, tapi karena aku tidak punya pilihan lain. Sebab, pesugihan Bu Sari telah mengikatku, dan seperti pelanggan lain yang terjerat, aku tak akan pernah bisa benar-benar bebas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun