Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Serial Noval] Barongsai Koh Asui

23 November 2019   17:10 Diperbarui: 23 November 2019   17:41 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thestar.com.my

Penolakan itu sungguh menyakitkan, Jenderal. Bukan hanya penolakan terhadap cinta, tapi apapun itu yang bernama penolakan sungguhlah menyakitkan. Seperti yang kualami kemarin. Saat seorang gadis belia menolak untuk kujadikan anak angkat dengan alasan dia tak mau lagi berurusan dengan ayah kandungnya sendiri.

Ya, Tuhan. Aku bermaksud mengangkatnya sebagai anak juga semata-mata agar sang gadis terbebas dari kejaran sang ayah tapi juga sama sekali tak melupakan pendidikannya. Amat disayangkan bila Sumirah--nama gadis itu--harus kehilangan masa-masa sekolah dan remajanya hanya karena mengalami rasa trauma terhadap sang ayah yang boleh kubilang brengsek itu. Tapi ya, mau gimana lagi. Aku pun tak bisa memaksakan kehendakku bilamana gadis itu menolaknya, bahkan dengan gelengan dan isak tangis yang berulang kali. Membuatku pasrah dan akhirnya memilih pulang ke kontrakan yang dari kemarin belum sempat kujajahi.

***

Hari telah menunjukkan pukul tujuh malam saat aku tiba di kontrakan. Dan setelah memarkirkan Estilo putih di depan kontrakan, aku pun bergegas masuk ke dalam sambil tak lupa mendorong koper dan berbagai buah tangan yang dipaksa bawa oleh Bi Isah sebagai oleh-oleh dari Karawang. 

Sesaat sebelum masuk ke dalam kontrakan, kuperhatikan rumah kontrakan sebelah tampak sepi. Sepertinya si pemilik rumah belum pulang. Entah belum pulang dari pabrik atau mampir dulu ke mana dulu. Yang pasti mah belum sampaikontrakan. Sudah, gitu saja. Nanti juga bila si pria romantis itu tahu aku sudah pulang, dia bakal bertandang ke rumahku.

"Alhamdulillah. Akhirnya gue bisa kembali menghirup aroma rumah kontrakan gue lagi. Ya, walaupun tidaklah sebesar rumah Aki, tapi setidaknya gue merasa lebih bebas ngapa-ngapain di sini. Bahkan, untuk tidur seharian pun tak ada yang protes seperti Bi Isah. Hehehe."

Sambil selonjoran di atas karpet dan menyetel televisi, aku pun sibuk membongkar kardus yang berisi aneka buah tangan yang dibungkuskan Bi Isah khusus untukku. Ya ampun, isinya banyak betul, padahal aku hanya tinggal sendiri di sini. Isi kardus itu ada rangginang, ranggining, kembang ros, opak, kue telur gabus, rempeyek kacang dan teri juga ada. Ah, oleh-oleh sebanyak ini buat siapa coba?

"Biarin atuh, A. Kan bisa buat H. Sodiq, yang punya kontrakan. Trus, bisa juga dibagikan ke teman-teman kontrakan dan kantornya Aa Noval." Begitulah pesan Bi Isah saat aku menolak untuk dibawakan oleh-oleh.

"Hahaha... Dibagikan ke teman-teman kontrakan?" Aku jadi ingin tertawa ngakak deh. "Masak aja mereka gak pernah. Kompor gas juga gak ada. Pegimane mo menggoreng kerupuk-kerupuk ini? Ah, Bi Isah mah aya-aya wae."

Tapi, ya sudahlah. Akhirnya kupisah-pisahkan juga oleh-oleh mana yang untuk H. Sodiq, Mr. Philips, Rahma dan beberapa staf di kantor. Untuk teman-teman kontrakan, biarkan saja mereka makan ramai-ramai di sini. Kebetulan di kontrakanku ada kompor dan beberapa alat masak. Ya, gini-gini juga aku kadang suka masak sendiri. Bahkan, Hendra pun mengakui kalau nasi goreng buatanku itu numero uno untuk lidahnya daripada nasi goreng yang biasa mangkal di depan gang H. Sodiq. 

Ya, begitulah H. Sodiq. Saking banyaknya jumlah kontrakan miliknya yang tersebar di sepanjang gang, akhirnya gang inipun berubah nama menjadi gang H. Sodiq.

***

Sudah beberapa hari ini terjadi kehebohan di sepanjang gang. Dengar kabar, anak perempuan satu-satunya H. Sodiq yang cantik jelita dan banyak diincar oleh para pemuda--eh para duda pun tak mau kalah, sebentar lagi akan dipinang oleh seorang pemuda asal negeri Jiran yang masih memiliki darah Tionghoa. Dan menurut kabar yang beredar pula, pernikahan tersebut akan diadakan besar-besaran dan ada pertunjukan barongsai segala sebagai wujud penghormatan terhadap keluarga calon besannya H. Sodiq.

"What? Pertunjukan barongsai?" Mataku terbelalak ke arah pria romantis yang tengah asyik menyantap rangginang yang baru saja kugoreng. "Lu itu kalo bikin gosip yang masuk akal dong?"

Mendengarku mencak-mencak begitu, si pria romantis hanya mengangguk sambil nyengir kuda. "Yaelah. Emang kabar yang gue terima begitu koq. Kalo gak percaya, coba aja lu tanya langsung ke Babe H. Sodiq."

Keplak.

Langsung saja kupukul kaki Hendra si pria romantis itu.

"Ngomong tuh dipikir dong. Masa iya gue tanya langsung ke Babe. Ntar dia kira gue ada hati lagi ama si Maemunah, anaknya itu."

Giliran Hendra yang melongo. "Ya ampun, biasa aja keules. Wong pemuda-pemuda di sini banyak juga yang ngincer si Mae kok. Bahkan, dengar-dengar, hari Minggu depan itu bakal jadi Hari Patah Hati Se-gang H. Sodiq. Lu bayangkan aja tuh." 

Hendra atawa si pria romantis itu tampak bersemangat menceritakan gosip yang tengah viral di kampung ini. Dan aku lagi-lagi hanya menjadi pihak yang kudet alias kurang update. Gosip seheboh ini saja baru tahu kalau bukan dari Hendra. Betul-betul menyedihkan.

"Tuh, soal barongsainya pegimane?" tanyaku lagi. Seumur-umur belum pernah aku menyaksikan pertunjukan barongsai di dalam pesta pernikahan, sekalipun itu keturunan Tionghoa sendiri yang menikah.

"Ya, gak gimane-gimane. Pertunjukan barongsai tetap akan dilaksanakan. Dan dengar kabar sih, Babe H. Sodiq udah menyewa di sanggar barongsainya Koh Asui yang terletak di kampung sebelah itu."

Benar-benar kuacungi dua jempol deh buat tetangga sebelah kontrakanku ini. Informasi yang diberikannya itu selalu update dan terkemuka deh pokoknya.

***

"Kate siape barongsai ay bakal disewa buat pesta pernikahannya si jurangan kontrakan ntu? Kagak, kagak sudi ay."

Nah, lho. Aku baru saja ketemu dengan Koh Asui di toko bangunannya H. Sholeh. Terlihat dari barang belanjaannya, Koh Asui tampaknya bermaksud untuk merenovasi rumahnya. Dan saat H. Sholeh mengkonfirmasi isu yang sudah santer beredar itu, Koh Asui malah menjawabnya sambil mencak-mencak.

"Lho, emangnya kenapa, Koh?" Aku iseng bertanya. Kebetulan saja aku lewat di depan toko bangunan itu dan saat melihat Koh Asui, jiwa kepo-ku pun muncul ke permukaan.

"Lha, lu-lu bayangin aja. Pan anak ay selama ini dekat ya ama anaknya si jurangan kontrakan itu. Apa-apa kalo ada perlunya, si Mae itu selalu aja lari ke anak ay, selalu aja minta tolong ke anak ay. Dan anak ay, mendapat perhatian kayak gitu dari si Mae terang aja ge-er dong. Disangkanya si Mae demen lagi ama dia. Lha, akhirnya sekarang ape? Si Mae itu dengan seenak udelnya ninggalin anak ay dan malah mo nikah ama anak negeri Jiran yang keturunan Tionghoa. Entah kenal di mana tuh anak. Anak ay patah hati lah." 

Dengan berapi-api, Koh Asui pun akhirnya menceritakan apa yang selama ini menjadi bahan gosip di seputaran gang H. Sodiq. Memang benar, kalau selama ini tersiar gosip kalau Maemanuh itu berpacaran sama Lee, anaknya Koh Asui. Ya, bayangkan saja. Anak juragan kontrakan pacaran sama anak pemilik sanggar barongsai ternama di dua kampung ini. Makanya, banyak akhirnya para pemuda yang mundur teratur dalam mencari perhatian Maemunah. Mereka sudah kalah duluan bersaing dengan Lee yang lulusan luar negeri itu.

Tapi takdir siapa yang bisa menduga. Gosip kedekatan Maemunah dengan Lee pun akhirnya harus pupus karena undangan pernikahan Maemunah dengan pemuda asal negeri Jiran itu telah tersebar se-antero kampung. Dan perihal pertunjukan barongsai yang sejatinya akan diadakan di pesta pernikahan jurangan kontrakan itu pun harus berakhir dengan kegagalan. Karena Koh Asui--si pemilik sanggar barongsai--yang masih merasa sakit hati anak laki-lakinya dipermainkan oleh Maemunah, menolak mentah-mentah permintaan dari (calon) besan tak jadi itu.

"Jadi pesan moralnya... kalo belum fix itu jangan suka sebar-sebar gosip lah. Malu kan tuh jadinya. Si Mae juga jadi merasa bersalah ama Lee. Pacarannya ama siapa, nikahnya ama siapa. Ya, semoga aja drama ini gak sampe bikin pernikahan Mae dengan pemuda asal negeri Jiran itu ikutan kacau. Kasian soalnya H. Sodiq udah keluar duit banyak."

Plok.

Sebuah bantal pun akhirnya mendarat tepat ke atas kepala plontos pria romantis tetangga sebelah kontrakanku itu.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun