***
Sudah beberapa hari ini terjadi kehebohan di sepanjang gang. Dengar kabar, anak perempuan satu-satunya H. Sodiq yang cantik jelita dan banyak diincar oleh para pemuda--eh para duda pun tak mau kalah, sebentar lagi akan dipinang oleh seorang pemuda asal negeri Jiran yang masih memiliki darah Tionghoa. Dan menurut kabar yang beredar pula, pernikahan tersebut akan diadakan besar-besaran dan ada pertunjukan barongsai segala sebagai wujud penghormatan terhadap keluarga calon besannya H. Sodiq.
"What? Pertunjukan barongsai?" Mataku terbelalak ke arah pria romantis yang tengah asyik menyantap rangginang yang baru saja kugoreng. "Lu itu kalo bikin gosip yang masuk akal dong?"
Mendengarku mencak-mencak begitu, si pria romantis hanya mengangguk sambil nyengir kuda. "Yaelah. Emang kabar yang gue terima begitu koq. Kalo gak percaya, coba aja lu tanya langsung ke Babe H. Sodiq."
Keplak.
Langsung saja kupukul kaki Hendra si pria romantis itu.
"Ngomong tuh dipikir dong. Masa iya gue tanya langsung ke Babe. Ntar dia kira gue ada hati lagi ama si Maemunah, anaknya itu."
Giliran Hendra yang melongo. "Ya ampun, biasa aja keules. Wong pemuda-pemuda di sini banyak juga yang ngincer si Mae kok. Bahkan, dengar-dengar, hari Minggu depan itu bakal jadi Hari Patah Hati Se-gang H. Sodiq. Lu bayangkan aja tuh."Â
Hendra atawa si pria romantis itu tampak bersemangat menceritakan gosip yang tengah viral di kampung ini. Dan aku lagi-lagi hanya menjadi pihak yang kudet alias kurang update. Gosip seheboh ini saja baru tahu kalau bukan dari Hendra. Betul-betul menyedihkan.
"Tuh, soal barongsainya pegimane?" tanyaku lagi. Seumur-umur belum pernah aku menyaksikan pertunjukan barongsai di dalam pesta pernikahan, sekalipun itu keturunan Tionghoa sendiri yang menikah.
"Ya, gak gimane-gimane. Pertunjukan barongsai tetap akan dilaksanakan. Dan dengar kabar sih, Babe H. Sodiq udah menyewa di sanggar barongsainya Koh Asui yang terletak di kampung sebelah itu."