"Sayang, kenalkan. Ini Agung, sahabatku di SMA dulu."
Momen yang seharusnya menjadi privasi kita berdua, kenapa harus diganggu dengan seseorang dari masa silam? Ya, walaupun Andien mengakuinya sebagai sahabat. Heh? Benarkah itu? Entah kenapa, hatiku sangsi.
"Oh, iya. Saya Andre, suaminya Andien." Kujabat juga tangan laki-laki yang dibawa Andien. "Semalam Andien sudah cerita. Katanya, Mas Agung ini habis ditipu orang ya. Maaf ya, Mas. Saya gak bisa banyak bantu. Karena saya sendiri pun bukan pengusaha, melainkan hanya seorang ABK (Anak Buah Kapal). Dan dua hari lagi kembali harus melaut untuk waktu yang tak sebentar."
"Oh, gak papa kok, Mas. Saya yang harusnya minta maaf, karena sudah merepotkan Mas Andre dan Andien. Saya ke kota ini juga bermaksud hendak mengadu nasib. Ya, semoga saja nasib baik berpihak kepada saya."
"Ya, aamiin," sahutku seraya tersenyum. Kemudian lanjutku, "By the way, istri dan anak-anak di mana, Mas? Ikut juga ke sini?"
Kulihat Agung tampak serba salah. Andien mencubit lenganku dan memberikan isyarat lewat matanya. Dan aku? Dengan tampang polos hanya menggeleng ke arah perempuan yang baru kunikahi setahun ini.
"Agung ini baru saja ketok palu di pengadilan agama sepekan lalu, Mas. Istrinya sudah tak tahan lagi hidup dililit hutang yang akhirnya memilih pisah dan kembali ke rumah orangtuanya bersama anak-anak."
Wow, keren! Sedetil itukah Andien mengetahui kehidupan pribadi Agung--yang katanya hanya sahabat SMA? Lha, ke mana saja aku selama ini? Istriku memiliki sahabat laki-laki, dan aku baru mengetahuinya semalam? Kuhela napas panjang.
"Oh, ya sudah. Ayo, kita nikmati saja hidangan santap malam yang sudah agak dingin ini."
Akhirnya, momen santap malam yang sekiranya hanya akan dinikmati berdua saja dengan istriku, harus terganggu oleh kehadiran seorang laki-laki yang mengaku sebagai sahabatnya di masa SMA.
***
Telah hampir setahun aku berlayar. Esok hari rencananya kapal yang kutumpangi itu akan bongkar jangkar di kotaku.
Ah, harusnya aku bahagia karena akan bertemu Andien, istri yang telah kutinggalkan selama hampir setahun ini. Namun entah kenapa, aku malah enggan pulang ke rumah.
"Maafkan Anggi ya, Mas. Kalo Anggi udah lancang ikut campur urusan rumah tangga Mas Andre dan Mbak Andien. Namun sebagai adek kandungmu, Anggi sudah gak tahan lagi mendengar gosip-gosip tetangga yang beredar. Selama Mas Andre berlayar, gosipnya Mbak Andien telah memasukkan laki-laki lain ke dalam rumah. Kabarnya, laki-laki itu teman SMA-nya Mbak Andien. Namanya Agung. Yang bikin Anggi syok, Mas, dari gosip yang beredar, Mbak Andien kini tengah hamil empat bulan. Gosipnya lagi itu adalah anaknya Agung. Dan saat Anggi main ke rumah Mas, memang tampak perubahan pada diri Mbak Andien yang terlihat tambah montok. Sayangnya, saat Anggi konfirmasi tentang gosip yang Anggi dengar di luar, Mbak Andien malah no comment."
Pesan WA (Whatapp) yang dikirim Anggi, adik semata wayangku itulah yang bikin aku marah dan enggan pulang ke rumah. Namun bila kudiamkan saja, aku makin penasaran dan dihinggapi emosi yang membara. Akhirnya kuputuskan, aku harus pulang untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
***
"Assalamualaikum...," ucapku ketika sampai di depan rumah bercat hijau toska. Rumah ini masih tampak sama dari luar. Ya, walaupun telah kutinggalkan selama hampir setahun ini.
Dari dalam rumah terdengar suara langkah kaki tergesa. Dan saat pintu depan rumah terbuka...
"Mas Andre...," pekik Andien tertahan.
Kemudian terdengar teriakan laki-laki dari dalam rumah, disusul derap langkah kaki. "Ada siapa, Sayang? Siapa yang datang?"
Lengkap sudah. Aku benar-benar melihatnya dengan kedua bola mataku. Bukti dari pesan WA Anggi ternyata tak salah. Dan hatiku sungguh hancur dibuatnya. Kubalikkan badan dan bergegas meninggalkan rumah bercat hijau toska yang menjadi saksi bisu pengkhianatan seorang perempuan dimana cintaku kepadanya itu merupakan cinta yang luar biasa.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H