Irfan tampak galau berdiri di depan sebuah ruangan kosong dengan papan nama bertuliskan 'Dr. Widyasari Ningrum, S.P, M.P' yang terpaku di atas pintunya.Â
Dari tadi kerjanya mondar-mandir tak karuan, sesekali melirik ke gawainya--mana tahu ada pesan WA (Whatapp) masuk ataupun sekadar melihat jam digital yang tertera di sana--bahkan sampai menghembuskan napasnya berkali-kali. Tapi, si empunya ruangan entah di mana keberadaannya kini. Padahal janji telah disepakati.
"Oke, saya tunggu di ruangan saya tepat jam sembilan pagi. Dan jangan sampai telat."
Begitulah isi pesan WA dari Bu Wid, dosen pembimbing skripsinya itu. Dan Irfan, sebelum alarm gawainya berbunyi yang menandakan pukul sembilan pagi, telah berdiri tegak di depan ruangan sang dosen.
"Apa gue telepon lagi aja ya Bu Wid? Memastikan kalo beliau benar-benar ingat dan kagak lupa janjinya ke gue?" Irfan mulai menimbang-nimbang. Tapi kemudian, "Ah, gak usahlah. Kan Bu Wid itu paling gak suka kalo udah janji akan datang, trus anti banget untuk diingatkan lagi."
Kembali Irfan galau. Sejenak melirik ke arah gawainya lagi. Jam digital di gawai menunjukkan pukul sepuluh lebih limabelas menit. Dan itu tandanya dia sudah satu jam lebih seperempat menunggu tanpa sebuah kepastian. Fuih.
"Lho, Irfan. Sedang apa kamu di depan ruangan saya?" Seseorang yang hendak masuk ke salah satu ruangan yang berjejer di situ tampak kaget melihat seorang mahasiswa berambut kriwil berwajah sayu seolah kurang tidur tampak agak depresi. Dan sang mahasiswa, begitu melihat siapa yang datang langsung terlonjak dan segera hendak memeluknya.
"Hei, hei. Hentikan. Mau apa kamu, hah?"
Makin berlipat gandalah kejengkelan Irfan kepada sosok perempuan yang ada di hadapannya itu. "Bu Wid ingat gak sih ada janji apa sama saya?"
Kening Bu Wid berkerut. Dia mencoba mengingat-ingat sesuatu."Memang saya ada janji ya pagi ini sama kamu?"
"Coba baca lagi deh isi WA Ibu semalam."
Bu Wid membuka gawainya, kemudian menggeleng. "Gak ada WA dari kamu."
Fuih. Begini deh kalau dosen pembimbing skripsimu itu memiliki suami super duper curigaan dan cemburuan. Jangan-jangan semalam itu Irfan asyik WA-an sama suami sang dosen. Buktinya, dosennya sendiri malah amnesia.
"Ini, Bu. Revisi skripsi yang saya janjikan semalam. Tapi maaf, saya gak bisa bimbingan sekarang. Karena saya telah terlanjur janji sama Astuti mau menemaninya ke toko buku."
Sesaat setelah menyerahkan skripsinya, Irfan pun bergegas meninggalkan ruangan sang dosen. Membuat sang dosen hanya pasrah menatap kepergian mahasiswa (nyaris) abadi kampus ini.
***
Malam harinya...
Irfan tampak serius menatap layar laptop 14'' nya yang merupakan hasil dari kerja kerasnya sebagai penulis lepas di sebuah media cetak dan beberapa media online. Ruangan berukuran tiga kali empat meter yang merupakan kamar kosannya itu tampak berantakan.Â
Aneka buku tersebar di mana-mana. Belum lagi cangkir berisi kopi hitam kegemarannya, asbak yang penuh debu dan puntung rokok, juga beberapa cemilan teman bergadangnya malam ini.
Ya, saat ini dia memang tengah menggarap sebuah novel yang diberi judul sementara 'Sativa Bunga Padi'. Memadukan ilmu pertanian yang diterimanya di bangku kuliah--meskipun saat ini dia telah berada di tahun ke-5 yang berarti waktunya di kampus hanya tersisa dua tahun lagi--dengan aneka fiksi dan diksi yang dipelajarinya secara otodidak. Awalnya Irfan hanya iseng. Berbekal rasa percaya diri yang tinggi, dia mencoba menawarkan ide dan sinopsis calon novelnya itu kepada salah satu editor penerbit mayor ternama. Dan sialnya, diterima.
Kini, Irfan pun dibuat kalang kabut sendiri. Karena di sisi lain dia kadung janji sama calon mertuanya--orangtua Astuti, pacarnya, akan menyelesaikan skripsinya tahun ini sehingga bisa diwisuda akhir tahun ini juga. Sehingga tahun depan, dia bisa segera melamar Astuti dan menikahi gadis yang telah dipacarinya selama lima tahun terakhir ini.
Di tengah konsentrasi penuhnya terhadap revisi calon novel yang malam ini kudu masuk ke email Teh Merlin, editornya, Irfan tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah lagu jadul yang keluar dari gawainya...
Dateng di kampus bawe buku tebel-tebel
Dandanan nyentrik bergaye model professor
Ngaku di rume berangkat pegi kulieh
Sampe di kampus nyasarnye ke kantin juge... (*)
"Etdah. Siapa juga yang nelpon malam-malam gini?" Segera disambar gawai yang ada di atas kasur busanya. Dan tambah kagetlah Irfan saat membaca siapa yang menelepon.
"Iya, Bu. Ada apa ya?" Seketika Irfan tampak galau. Pasti ada masalah lagi nih dengan skripsinya.
"Assalamualaikum dulu dong, Fan. Gimana sih kamu?"
"Iya, Bu. Wa'alaikum salam."
"Sedang apa kamu sekarang?"
Ih, Bu Wid kok jadi kepo gini sih?
"Eh, anu, Bu. Saya lagi nulis novel," jawab Irfan, malu-malu.
"Oh, pantesan saja. Skripsimu jadi rasa novel. Trus, Sativa itu kenapa bisa jadi PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) ya?"
"Hah?" Irfan sampai menganga.
"Ya sudah. Besok kamu ambil skripsimu di ruangan saya. Trus, tolong kamu baca ulang lagi skripsimu dari Pendahuluan sampai habis. Baca yang serius dan rasakan feel-nya. Juga bahasa yang kamu gunakan dalam skripsimu. Segera revisi. Saya kasih kamu tenggat waktu dua hari dari sekarang."
"Bu, besok saya kudu ke Bandung. Ada technical meeting dengan editor novel saya. Bisa gak saya ambil skripsinya lusa saja?" tawar Irfan, minta dispensasi.
"Gak bisa. Lusa saya ada diklat di Semarang selama dua minggu."
"Dua minggu, Bu?" Irfan tampak gusar. Alamat gagal wisuda akhir tahun ini dong? "Tapi, Bu. Saya terlanjur janji sama orangtuanya Astuti untuk wisuda akhir tahun ini. Kalo begini ceritanya, bisa-bisa saya batal wisuda dong, Bu."
"Masih bisa ikut tahun depan. Jatah kamu di kampus masih ada dua tahun lagi kok, Fan. Manfaatkan itu dengan baik. Cek ulang prioritas kamu. Skripsi, novel, atau Astuti? Bla bla bla...."
Suara Bu Wid di telepon tak lagi terdengar oleh Irfan. Karena dia terlanjur ambruk tak sadarkan diri.
***
(*) Lirik lagu "Gaya Mahasiswa" oleh OM PSP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H