“Hm... berapa lama, ya?” Mataku mengarah ke langit-langit mobil sambil telunjukku menepuk-nepuk pipiku, pura-pura mengingat sesuatu. “Lebih dari sepuluh tahun deh kayaknya.”
“Hah? Lama amat....” Mulut Jasmine sampai menganga saking terkejutnya.
“Hahaha....” Aku akhirnya tak kuasa lagi menahan tawa. Segera kuacak-acak rambut lurus Jasmine yang dipotong bob pendek dengan poni yang menjuntai keningnya.
“Ih, Tante. Rambut Jasmine kan jadi kusut,” protesnya seraya menjauhkan tangan usilku dari rambutnya. Aku pun pura-pura ngambek.
“By the way, Al. Calonnya Karel itu siapa?” Tiba-tiba saja Kak Rose yang duduk di depan bertanya padaku. “Terus, kamu kapan menyusul?”
Mendengar pertanyaan terakhir Kak Rose, aku hanya bisa mendesah.
Lagi-lagi pertanyaan yang sama. Sampai bosan telingaku mendengarnya.
“Ya, doain aja semoga tahun ini Alya ketemu jodoh dan menikah,” pungkasku akhirnya.
“Karel masih tinggal di Sawahan, Al? Oya, tadi Kakak tanya calonnya Karel, kok belum dijawab?”
Fuih. Bisa nggak sih kita nggak usah ngebahas soal ini, Kak?
Tapi yang keluar dari mulutku, “Calonnya Karel itu Nizar.” Nada suaraku dibikin sedatar mungkin. Namun reaksi Kak Rose malah berbeda.