"Gimana, Al? Jadi kan kita bukber di rumahmu besok?"
Fuih! Alya menghela napas saat membaca sebuah SMS yang masuk ke ponselnya sore ini. Pesan tersebut dari Lidya, teman KKN (Kuliah Kerja Nyata)-nya dari Fakultas MIPA. Alya bingung hendak menjawab apa, karena sejatinya ia sangat keberatan saat teman-teman KKN-nya memutuskan menjadikan rumahnya sebagai tempat acara buka puasa bersama.
"Ya, Alya.... Kapan lagi kita bisa buka bersama dalam kondisi lengkap begini? Lihat aja. Beberapa bulan ke depan masing-masing dari kita pasti akan sibuk dengan aneka penelitian dan skripsi. Mana kita pada beda fakultas lagi. Kapan ketemunya coba kalo begitu?" Nurul--teman KKN-nya dari Fakultas Hukum--mengemukakan pendapatnya.
Alya bergeming. Ia menatap satu-persatu teman KKN-nya yang saat itu tengah berkumpul di rumah kosan Yunita--mahasiswi sejarah, teman KKN-nya juga--untuk mengerjakan laporan KKN.
"Iya, sih. Tapi kan kita bisa bukber di sini aja, misalnya. Toh, Pak Kos-nya Yunita baik. Pasti deh kita akan diizinkannya." Alya keukeh pada pendiriannya.
"Tapi tetap aja kita nggak mungkin bukber di sini, Alya Sayang. Ada banyak anak kos di sini. Gimana tanggapan mereka melihat kita masak-masak dan bukber di sini? Kalo di rumahmu kan kita lebih bebas, nggak akan ganggu tetangga juga. Bukan begitu teman-teman?"
"Bukaaan...."Â
Tapi kata itu hanya terucap dalam hati Alya semata. Sementara teman-temannya yang lain mengangguk tanda setuju.
Kembali Alya menghela napasnya. Memandang sejenak ke layar ponselnya sebelum mulai mengetikkan balasan atas SMS Lidya.
"Oke. Besok kita masak-masak plus bukber di rumahku."
***
"Al, aku sama Yunita ke pasar dulu, ya. Beli buat bekal nanti sore. Kamu langsung pulang aja. Tunggu kami di situ. Kamu tenang aja pokoknya. Biar aku dan Yunita yang masak. Oya, Nurul mungkin sekitar jam empat baru datang. Dia masih ada urusan di kampusnya. Tapi Nurul janji bakal bawa kolak labu buat pabukoan bukber kita nanti."
SMS Linda diterima Alya saat ia masih di kampus. Ya, pasca KKN berakhir, ia mulai sibuk masuk perpustakaan fakultas guna mencari judul dan tema untuk proposal penelitiannya. Dan setelah membaca SMS Linda, segera saja cewek tomboi berambut model bob itu beranjak ke meja Bang Ipul, penjaga perpustakaan fakultas, untuk meminjam tiga buah skripsi milik senior yang telah tamat.
"Cukup tiga aja, nih?" tanya Bang Ipul sebelum menuliskan tanggal peminjaman di kartu perpustakaan milik Alya dan mencabut kartu yang ada di dalam skripsi-skripsi tersebut.
"Nyindir nih, ye?" jawab Alya cuek seraya menerima skripsi-skripsi yang baru dipinjamnya itu. Bang Ipul hanya tertawa melihat reaksi Alya.
"Ingat, itu skripsi dibaca. Bukan dijadikan alas tidur, ya?" teriak Bang Ipul saat dilihatnya Alya keluar dari perpustakaan.
***
"Al, emang kamu nggak takut tinggal sendiri di rumah yang lumayan besar ini? Nggak seram gitu?" tanya Yandri--mahasiswa FISIP, teman KKN Alya--yang datang ke rumah Alya bareng Zulfikar--mahasiswa Teknik.
"Emang kenapa? Biasa aja kok. Lagian sayang aja kalo rumah ini dibiarkan kosong," jawab Alya yang masih sibuk menggalah jambu air buat dijadikan rujak, takjil buka puasa bersama nanti.
"Asyik kali rumah kau, Al. Banyak pohon buah-buahan. Ada jambu air. Itu di sana ada pula mangga dan rambutan," komentar Zulfikar--si Batak--sambil membantu Alya mengumpulkan jambu air hasil galahan cewek tomboi itu. Alya tersenyum mendengarnya.
"Ah, mereka belum tahu aja!"Â ujar Alya dalam hati.
Kemudian lanjutnya, "Di belakang ada pohon kelapa tuh. Panjat sana, Yan. Lumayan buat bikin es kelapa muda." Alya berseru kepada Yandri yang sejak tadi hanya sibuk mengedarkan pandang ke sekeliling tanpa sudi membantu Zulfikar mengumpulkan jambu-jambu air.
Baru saja Alya usai bicara, dari dalam rumah terdengar suara ribut-ribut.
"Yun, gimana, sih? Jangan iseng gitu, dong. Itu kan ikan asam padehnya belum masak. Kenapa kompornya malah dimatikan?" teriak Lidya kesal saat mengetahui kalau masakannya belum masak, tapi kompor malah mati. Padahal gas-nya masih banyak.
"Ih, enak aja. Siapa juga yang matikan kompor. Orang aku ini lagi sibuk cuci daun pucuk ubi (daun singkong), kok." Yunita balas teriak karena tak mau disalahkan begitu saja sama Lidya.
"Apolah ibu-ibu ko. Masak se sambil bacakak(1)," ujar Yandri yang segera masuk saat didengarnya teriak-teriak di dalam rumah. Di belakang menyusul Alya dan Zulfikar.
"Kenapa? Kompor mati mendadak? Ah, udah biasa itu!" Alya berkata dengan santainya. Lidya dan Yunita sempat berpandangan mata sejenak.
"Kok bisa gitu, Al? Kompornya udah soak kali tuh." Yunita berkomentar.
"Enak aja kalo ngomong. Lihat aja, bentar lagi kamu juga bakal kena dikerjain!" ujar Alya cuek, kemudian keluar rumah menuju kebun belakang guna mengambil beberapa buah kelapa muda langsung dari pohonnya.
***
Pukul empat sore...
"Assalamualaikum...."
"Wa'alaikum salam...," jawab Nurul seraya membuka gagang pintu depan rumah Alya dan segera masuk ke dalam. Tapi aneh, sesampainya di dalam, semua mata yang ada di sana menatapnya heran.
"Kenapa? Ada yang salah denganku?" Nurul bertanya sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.
Zulfikar malah memandangi Nurul mulai ujung kepala hingga ke ujung kaki.
"Kenapa? Kenapa memandangiku seperti itu?" Kembali Nurul bertanya dengan ekspresi bingung.
"Hm... kau itu tadi menjawab salamnya siapa?" Akhirnya Zulfikar tak tahan juga untuk bertanya.
"Eh?" Nurul balik menatap Zulfikar. "Maksud Abang apa?"
"Iya. Tadi kan pas kau masuk, bukannya sebut salam, tapi malah jawab salam. Salam siapa yang kau jawab itu?" Zulfikar makin heran menatap ke arah Nurul.
"Lho, bukannya tadi salah satu dari kalian yang menyebut salam saat aku baru aja sampe ke depan sini?" tanya Nurul sambil menunjuk ke arah pintu depan.
Serentak semua mata yang ada di ruang tamu itu saling bertatapan, kecuali Alya. Ia malah tampak tenang menanggapi keheranan teman-temannya.
"Jadi siapa yang menyebut salam?" tanya Yandri sambil menatap satu persatu personil yang ada di ruang tamu.
"Udahlah. Nggak penting juga dibahas." Alya akhirnya angkat bicara. "Yang penting sekarang, masakan udah pada beres belum?"
"Oya, ini aku bawakan kolak labu kuning. Kemarin kebetulan Ibu datang dari kampung bawa labu hasil kebun." Nurul menyerahkan plastik bening berisi kolak labu kepada Yunita yang segera ke dapur untuk memindahkannya ke dalam mangkok besar.
Tut tut, tut tut....
Terdengar bunyi SMS masuk dari ponsel Alya.
"Ambo telat, yo. Lai ado rapek BEM Fakultas koha. Beko ambo bawoan se gorengan jo es tebak, yo. Paling lambek jam satangah anam lah tibo di sinan(2)." Ternyata itu SMS dari Azril, ketua tim KKN mereka.
"Siplah kalo begitu. Aku numpang tidur bentar, ya, Al. Ngantuk sekali. Lagian masih jam empat ini. Nanti bangunkan aja pas buka, jam setengah tujuh." Yandri mohon izin numpang tidur di kamar dan Alya pun menunjuk ke arah bekas kamar Yuda, adik cowoknya.
Kini, tinggal Alya dan Zulfikar saja di ruang tamu. Yunita dan Nurul balik ke dapur, sedangkan Lidya ke kamar mandi, numpang mandi.
Baru berselang lima menit di kamar mandi, terdengar teriakan Lidya.
"Woi! Siapa ini yang iseng? Orang lagi mandi kok lampunya malah dimatikan?"
Yunita dan Nurul berpandangan. Alya dan Zulfikar segera menuju kamar mandi. Kemudian oleh Alya saklar lampu kamar mandi pun dihidupkan kembali.
"Udah, Li. Mandinya jangan lama-lama. Nanti kamu makin dikerjain, lho!"
Kembali, Yunita dan Nurul saling berpandangan. Zulfikar langsung berkomentar, "Sepertinya ada yang tak beres dengan rumah ini."
***
Akhirnya, pasca buka puasa dan sholat Maghrib berjamaah, sidang itu pun dimulai.
"Ayo, Alya, cerita. Ada apa dengan rumah ini? Apa benar rumah ini berhantu seperti yang diungkapkan teman-teman tadi?" Azril, Sang Ketua, membuka sidang malam ini dengan terdakwa Alya--Sang Pemilik Rumah.
Alya yang tersudut hanya mampu tertunduk. Menghela napas panjang sebelum akhirnya buka suara. "Kan aku udah berulang kali menolak, tapi kalian tetap aja pengen acara bukber diadakan di sini. Ya udah, trus aku harus gimana lagi coba?"
"Ya, bilang kek kalo rumah ini berhantu?" Lidya yang kesal--dua kali dikerjai 'penghuni rumah ini', berkomentar sengit.
"Catat, ya! Rumah ini bukan berhantu, cuma berpenghuni. Dari zaman ortuku masih tinggal di sini juga udah begitu. Tapi mereka sama sekali tak pernah ganggu. Kalo sedikit iseng, iya, aku akui itu. Tapi nggak sampe bikin kalian jejeritan karena mereka menampakkan diri, kan?" Alya membela diri. Ia tak terima rumah orangtuanya dibilang berhantu.
"Oh, pantesan. Waktu aku tidur tadi, ada yang kitik-kitik kaki dan pinggangku. Kupikir itu Bang Fikar, ternyata...."
Zulfikar malah melotot ke arah Yandri.
"Udah, udah. Yang penting semua udah jelas. Mereka hanya ingin berkenalan sama kita, bukan mengganggu. Sekarang para cewek, masih mau nginap di sini atau pulang ke kosan masing-masing bareng kami?" Azril menutup sidang seraya menatap ke arah Lidya, Yunita dan Nurul. Dan ketiga cewek itu pun serentak menggeleng, sehingga Alya pun hanya bisa pasrah di pojokan.
***
P.S. Ini kejadian sepuluh tahun silam.
Keterangan:
(1) Apolah ibu-ibu ko. Masak se sambil bacakak. (Bahasa Minang) = Apalah ibu-ibu ini. Masak aja sambil berantem.
(2) Ambo telat, yo. Lai ado rapek BEM Fakultas koha. Beko ambo bawoan se gorengan jo es tebak, yo. Paling lambek jam satangah anam lah tibo di sinan. (Bahasa Minang) = Aku telat, ya. Lagi ada rapat BEM Fakultas. Nanti kubawakan aja gorengan dan es tebak (es campur), ya. Paling lambat jam setengah enam udah sampe di situ.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Event Fiksi Horor dan Misteri grup Fiksiana Community.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H