"Karena Andine akan lebih bahagia bersama Mama."
"Ta... tapi Andine ingin... hiks, Andine ingin Papa ikut pulang juga ke rumah sama Andine. Mau ya, Pa?"
Papa hanya menggeleng. Perlahan, dilepaskannya pelukan dari tubuh Andine.
"Gini aja. Sekarang Andine pulang dan tinggal bareng Mama dulu ya. Nanti, kalo Andine udah besar, Andine boleh milih mau tinggal sama Papa atau tetap tinggal bareng Mama," ujar Papa seraya tersenyum. Diusapnya airmata yang menetes di pipi chubby putri tercintanya itu.
"Tapi Andine masih boleh kan jalan lagi ama Papa?"
Papa diam sejenak. Kembali terdengar hembusan napasnya. "Ya, boleh saja, kalo Mama mengizinkan."
"Kalo Mama nggak ngasih izin, gimana?" Andine menatap Papa, meminta jawaban pasti. "Pa, Andine pengen tinggal sama Papa aja, boleh ya?"
Papa menggeleng. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.
"Pokoknya Andine harus tinggal sama Mama dulu sampe Andine gede."
"Tapi kapan, Pa? Andine pengennya tinggal sama Papa, bukan sama Mama. Jadi kapan Andine boleh tinggal bareng Papa?" Andine terisak. Ia menarik-narik lengan lelaki yang berdiri di hadapannya, meminta jawaban.
Papa pun akhirnya hanya menjawab, "Nanti kalo Andine udah berumur tujuh belas tahun."