[caption caption="Sumber: cerpenmu.com"][/caption]
Â
"Menurut lu, mungkin nggak sih ada persahabatan yang murni antara cowok dan cewek?" tanya Em, saat kami sedang di perpustakaan, menghabiskan jam istirahat.
"Eh, lu ngomong apa?" Aku memang lagi tak fokus padanya, karena di hadapanku komik Detektif Conan lebih menggoda dibandingkan dengannya.
"Ah, sudahlah! Teruskan aja bacanya." Em yang kesal denganku memilih pindah duduk di seberangku.
***
Begitulah Em. Awal ia mendekatiku memang bukan dasar cinta. Tapi ia mengaku jatuh hati dengan Indah, teman satu tempat duduk denganku. Dan aku hanya dijadikannya sebagai mak comblang untuk menyukseskan niatnya itu.
Awal-awal memang Em gencar memperhatikan Indah. Lirak-lirik ke arah tempat dudukku yang memang satu garis dan hanya dipisahkan oleh satu meja dengan tempat duduknya di pojok sana. Dan bila jam istirahat tiba, Em secara sengaja duduk di depanku dan mengajakku ngobrol tentang komik Detektif Conan kegemaranku. Maksudnya yaaa... apalagi kalau bukan untuk menarik perhatian Indah. Tapi yang terlihat hanyalah sikap tak acuh Indah terhadap Em. Hingga suatu ketika...
"Lu bohong ah, Al. Kata lu si Em itu suka ama gue. Tapi kok tiap istirahat, yang selalu diajak ngobrol, dipinjami komik Detektif Conan, diajakin pulang bareng selalu aja elu. Jangan-jangan itu cuma akal-akalan kalian berdua aja biar gue ge-er."
Eh?! Aku hanya melongo dibuatnya.
***
"Em, lu yang benar dong? Katanya suka ama Indah, tapi kenapa nggak pernah ngajak dia jalan? Kenapa gue mulu yang lu ajak pulang bareng? Tuh, sekarang dia marah ama gue. Lebih tepatnya... Indah cemburu ama gue!" semprotku habis-habisan kepada Em, saat kami tengah jalan bareng sepulang dari sekolah. Dan kata-kata terakhir itu sengaja kutekankan untuk menyindir cowok berambut lurus dan bertampang serius yang berjalan di sampingku ini.
Kulirik Em hanya diam saja. Ia tetap berjalan di sampingku, tapi pandangan wajahnya mengarah ke bawah, ke arah trotoar jalan.
"Eh, jawab dong.... Emang enak dicuekin?" Emosiku sudah mencapai ubun-ubun. Mataku melotot ke arahnya. Ingin sekali kucekik lehernya, saking kesal dan gemas dengan aksi diamnya itu. Tapi ternyata, yang terdengar olehku hanyalah hembusan napas cowok menyebalkan ini.
Setelah melancarkan aksi diam selama beberapa menit, Em pun akhirnya menghentikan langkahnya, kemudian menatapku.
"Oke. Kayaknya gue kudu jujur ama lu, Al." Hening sejenak. Mata Em pun tertunduk ke bawah. Kembali terdengar hembusan napasnya. "Gue.... Emang dulu gue suka ama Indah. Dan meminta lu jadi mak comblangnya. Tapi... setelah gue sering jalan bareng lu, rasa gue ke Indah pun perlahan pudar. Yang ada sekarang... rasa cinta dan sayang itu semakin bersemi terhadap lu. Makanya gue pernah bertanya ke elu, mungkin nggak sih ada persahabatan yang murni antara cowok dan cewek?"
Hah?! Jadi...?!
Seketika tubuhku pun limbung. Ah, untung ada pohon rindang di sebelahku.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H