***
"Em, lu yang benar dong? Katanya suka ama Indah, tapi kenapa nggak pernah ngajak dia jalan? Kenapa gue mulu yang lu ajak pulang bareng? Tuh, sekarang dia marah ama gue. Lebih tepatnya... Indah cemburu ama gue!" semprotku habis-habisan kepada Em, saat kami tengah jalan bareng sepulang dari sekolah. Dan kata-kata terakhir itu sengaja kutekankan untuk menyindir cowok berambut lurus dan bertampang serius yang berjalan di sampingku ini.
Kulirik Em hanya diam saja. Ia tetap berjalan di sampingku, tapi pandangan wajahnya mengarah ke bawah, ke arah trotoar jalan.
"Eh, jawab dong.... Emang enak dicuekin?" Emosiku sudah mencapai ubun-ubun. Mataku melotot ke arahnya. Ingin sekali kucekik lehernya, saking kesal dan gemas dengan aksi diamnya itu. Tapi ternyata, yang terdengar olehku hanyalah hembusan napas cowok menyebalkan ini.
Setelah melancarkan aksi diam selama beberapa menit, Em pun akhirnya menghentikan langkahnya, kemudian menatapku.
"Oke. Kayaknya gue kudu jujur ama lu, Al." Hening sejenak. Mata Em pun tertunduk ke bawah. Kembali terdengar hembusan napasnya. "Gue.... Emang dulu gue suka ama Indah. Dan meminta lu jadi mak comblangnya. Tapi... setelah gue sering jalan bareng lu, rasa gue ke Indah pun perlahan pudar. Yang ada sekarang... rasa cinta dan sayang itu semakin bersemi terhadap lu. Makanya gue pernah bertanya ke elu, mungkin nggak sih ada persahabatan yang murni antara cowok dan cewek?"
Hah?! Jadi...?!
Seketika tubuhku pun limbung. Ah, untung ada pohon rindang di sebelahku.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI