Bila saatnya tiba nanti
Hatimulah yang kan mengertiÂ
Akan rasa cinta terpendamku
Â
Viona baru saja membaca sebuah puisi - entah dari siapa, karena tak ada nama pengirimnya - yang terletak di atas meja kerjanya di dalam kamar. Di samping puisi yang terselip dalam amplop biru, setangkai white lily pun teronggok manis seakan minta dikecup. Kening Viona berkerut. Siapakah gerangan yang telah mengirimkannya sebuah surat beramplop biru disertai setangkai bunga kesukaannya?
"Bi..., Bi Darsih...." Viona memanggil Asisten Rumah Tangga (ART)-nya. Puisi beserta bunga white lily yang tadi sempat disentuhnya, ia letakkan kembali di tempatnya. Sambil menunggu Bi Darsih, Viona pun merebahkan diri di atas pembaringan.
"Iya, Non. Ada apa, ya?" Dengan tergesa Bi Darsih menemui sang majikan, setelah mendengar namanya dipanggil.
Segera, Viona duduk di pinggir tempat tidur. Sedetik kemudian ia pun bertanya kepada ART-nya itu. "Hm... Bibi tau siapa yang narok surat dan bunga ini di kamar saya?"Â
Bi Darsih mengangguk. "Itu Bibi yang narok, Non. Tadi, waktu Bibi buka pintu depan, surat dan bunga itu udah ada di sana. Trus, pas Bibi baca untuk Non Vio, langsung aja Bibi narok di atas meja sono." Bi Darsih pun menunjuk meja kerja Viona. Viona hanya menghela napasnya.
"Ya, udah. Makasih, ya, Bi." Viona tersenyum dan kembali merebahkan diri. Bi Darsih yang melihat keletihan majikannya, segera menawarkan sesuatu.
"Mau Bibi buatkan teh manis hangat, Non?"