[caption caption="Sumber: Rumah Kediaman (almh) Teh Uyun, Koleksi Pribadi"]Â
Â
Teh Uyun Sayang, Teh Uyun Malang
Dear Diary...
Hari ini aku menerima kabar yang... entahlah, apa itu baik atau buruk. Kabar baiknya mungkin karena akhirnya si Eneng - bungsunya Teh Uyun, hari Minggu esok akan melangsungkan pernikahan bersama lelaki pujaan hatinya. Sedangkan kabar buruknya, karena sang ibu - Teh Uyun - tidak bisa menyaksikan langsung prosesi pernikahan anak bungsunya itu.
Ya, Teh Uyun telah pergi beberapa bulan lalu, kembali kepada Sang Pencipta. Dan saat mendengar kabar itu... sungguh, Ry, aku syok banget. Pasalnya, kabar itu baru kuterima setelah tujuh hari kepergiannya. Hiks. Bayangkan itu, Ry?
Akibat kesibukanku, aku jadi jarang menghubungi Teh Uyun. Terakhir kali aku berjumpa dengannya itu - kalo nggak salah - pasca lebaran tahun lalu. Dan dua bulan setelah itu.... Ya, Tuhan, Teh Uyun malah pergi untuk selamanya.
Tak ada kata perpisahan saat terakhir kali bertemu. Bahkan, Teh Uyun tampak sehat dan bahagia, walaupun hidup hanya berdua Eneng, pasca Sang Suami menikah lagi dan jarang pulang ke rumah.
Ry, Teh Uyun memang pernah mengalami sakit keras - yang kata keluarganya sih akibat "diguna-guna". Saat itu kondisinya memang sangat memprihatinkan. Kurus, loyo, tak ada gairah hidup, berjalan pun tampak sempoyongan. Tapi, itu kan sudah terjadi dua tahun silam, Ry? Buktinya, berkat pengobatan rutin ditambah perhatian dan kasih sayang dari anak-anak dan keluarga besarnya, Teh Uyun akhirnya bisa sembuh dan kembali normal seperti sedia kala. Sudah bisa melakukan aktivitas hariannya sebagai ibu rumah tangga plus kembali aktif membuat rangginang bersama ibu-ibu KWT (Kelompok Wanita Tani) di dusun itu. Pokoknya sudah normal lah, Ry.
Tapi takdir Tuhan siapa yang tahu? Tuhan ternyata lebih sayang Teh Uyun dibandingkan anak-anaknya, keluarga dan juga aku, Ry. Tanpa diketahui penyakit apa yang menyebabkan kematiannya, Teh Uyun akhirnya pergi dalam pangkuan Abah Akim - bapak kandungnya sendiri.
Sudahlah, Ry. Mungkin kini Teh Uyun telah bahagia di sana. Tak lagi merasakan sakit hati akibat dipoligami Sang Suami, pun anak-anaknya - Ujang dan Eneng - telah pula menemukan tambatan hati sehingga ada yang melindungi dan merawat mereka.
Dan hari Minggu besok (10-04-2016), Abah Akim secara khusus mengundangku untuk menghadiri pernikahan cucunya. Beliau berpesan, "Pokoknya Nyai kudu datang pagi-pagi, pas acara ijab-kabul. Supaya segera menular ke Nyai. Biar nanti gantian Abah yang ikut ngabesan ke sana."
Ah, Abah! Panggilan Nyai itu kenapa belum hilang juga? Mohon doanya selalu, ya, Bah, semoga aku bisa segera menyusul Eneng. Insya Allah, aku akan datang ke pernikahan Eneng.
"Jangan lupa bawa calonnya Nyai juga."
Apa, Bah? Aduh, gubrax!
***
Karawang, 07042016
Alin You
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H