Â
"Sssttt... Andra, kamu haus nggak?" bisik Andri kepada saudara kembarnya, Andra, saat melintas di depan sebuah gerobak es campur. Siang itu udara memang terasa panas sekali, sehingga kedua bocah berusia sembilan tahun itu mau tak mau harus menelan ludah berkali-kali agar kerongkongan mereka tak kering.
"Aku juga haus, Ndri," balas Andra, tentunya sambil berbisik juga. Ia tak ingin perempuan yang berjalan di depan mereka mendengar obrolan itu.
Tapi terlambat. Perempuan itu telah lebih dulu membalikkan badannya dan menatap tajam ke arah kedua bocah kembar itu. "Kalian haus ya?" tanya perempuan itu dan langsung dijawab dengan anggukan mantap Andri. "Lha, kan Kakak udah bilang dari tadi. Ini pasar, bukan mal. Dan kita ke sini itu untuk belanja kebutuhan kita sehari-hari, ditambah kudu membeli kebutuhan sekolah kalian juga, kan? Tapi kalian tetap aja ngotot pengen ikut. Eh, sekarang malah mengeluh. Fuih!" Perempuan bernama Dini, yang tak lain adalah kakak si kembar, hanya mampu menghembuskan napasnya.
"Maafkan kami, Kak. Bukannya kami mengeluh. Tapi kan kita dari tadi udah putar-putar pasar, jadi istirahat sejenak apa salahnya?" Andra memberikan alasan.
"Iya, Kak. Apalagi kalo istirahatnya sambil minum es campur."
Glek! Andri yang sejak tadi sudah ngiler melihat es campur tak lagi mampu menahan hasratnya.
"Oke, oke. Kita istirahat. Tapi tentunya setelah kita mampir ke toko seragam dulu. Ingat, seragam sekolah kalian udah pada usang dan kekecilan kan?" Dini yang berwatak keras tetap memberikan syarat kepada si kembar dan segera dijawab anggukan lemah dari kedua adiknya itu.
***
"Nah, kita udah sampe, nih," sorak Dini, saat mereka bertiga memasuki sebuah warung tenda berwarna biru bertuliskan "Es Campur Mang Jejen, Raos Pisan Euy". Warung ini terletak tak jauh dari toko seragam "Juwita", tempat mereka membeli seragam sekolah tadi.
Andra dan Andri yang memang baru kali pertama ke sana hanya melongo saja. Hm, apa istimewanya es campur di sini? Dilihat dari luar, warung tenda ini tampak biasa saja. Bahkan, saat menginjakkan kaki ke dalam, semuanya tampak seperti warung tenda pada umumnya. Lantas, kenapa Dini ngotot untuk mengajak mereka ke sini?
"Hei, kok bengong aja kalian? Ayo, duduk. Dan nikmatilah es campur Mang Jejen ini," promosi Dini sambil tersenyum kepada adik kembarnya. Andra dan Andri pun akhirnya duduk di bangku panjang berhadapan dengan Sang Kakak.
"Permisi... ini pesanan es campurnya. Silakan dinikmati!" sapa seorang laki-laki muda yang mengantarkan pesanan mereka.
"Wow, asyik!" Andri tampak tak sabar lagi untuk menikmati semangkuk es campur miliknya. "Kakak, lihat. Es campurnya pake es serut. Padahal kalo di tempat lain paling hanya pake bongkahan es aja," cerocos Andi saking senangnya. Andra hanya bengong melihat reaksi saudara kembarnya.
"Itulah kenapa Kakak ingin sekali mengajak kalian ke sini. Karena dulu saat Ibu masih ada, beliau suka sekali mengajak Kakak kemari setelah lelah menemani Ibu berbelanja." Pandangan Dini pun menerawang jauh. Terbayang sudah semua kenangannya bersama Ibu di warung tenda ini.
Melihat Dini yang murung, buru-buru Andra dan Andri menggenggam erat tangan kakak semata wayang mereka seraya berkata, "Kakak...."
Ya, Andra dan Andri hanya tak ingin suasana hati mereka yang tengah berbahagia menikmati semangkuk es campur Mang Jejen menjadi runyam hanya karena Dini terkenang akan almarhumah Sang Ibu.
***
*) Horeeey.... akhirnya tantangan RTC ala Mbak Wahyu Sapta berhasil juga aku eksekusi. Ditunggu krisannya ya, manteman. Hatur nuhun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H