Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misi di Malam Tahun Baru

1 Januari 2016   23:12 Diperbarui: 4 Januari 2016   20:16 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini Rio tampak galau. Dari tadi kerjanya hanya mondar-mandir di rumah kontrakannya yang berukuran 3x4 meter. Untung saja tak ada orang iseng yang mengintip tingkahnya itu. Tapi bila ada, bisa dipastikan orang tersebut akan ikut-ikutan galau penasaran, karena Rio takkan mau berbagi tentang misi rahasianya di malam tahun baru.

"Pokoknya malam ini misi tersebut harus bisa terlaksana. Tidak bisa tidak," gumam Rio sambil mengepalkan kedua tangannya ke bawah. Tampaknya ia geram sendiri karena berkali-kali misi tersebut gagal ia eksekusi dan penyebabnya tak lain tak bukan adalah rasa percaya dirinya yang selalu berada pada level bawah.

"Gue bukan banci seperti yang Bandi katakan. Gue cuma butuh waktu yang matang untuk melaksanakan misi ini."

Lagi, Rio terlihat ngomong sendiri. Ya, saat ini memang tak ada siapa pun di rumah kontrakannya itu. Bandi yang selama ini menjadi teman berbagi kontrakan memilih hengkang dari sana karena memperoleh kerja di pabrik yang secara penghasilan jauh lebih baik daripada tetap bertahan di toko Ko Asui.

"Curang lu. Cari kerja nggak ngajak-ngajak gw," protes Rio saat mengetahui Bandi telah diterima kerja di pabrik.

"Lha, elu. Berkali-kali gue tanya, emang lu masih betah kerja di bawah tekanan dan omelan si Enci yang saban hari nggak pernah berhenti itu? Dan jawab lu selalu, 'Ya, dibetah-betahin.' Ya, udah kalo gitu." Bandi melakukan pembelaan.

"Tapi elu kan nggak pernah bilang mau cari kerja di pabrik?" Rio semakin dongkol. Dan jawaban yang diterimanya hanyalah gidikan bahu Bandi ditambah dengan senyuman mengejek.

Huh! Kembali Rio merasa kesal. Ditendangnya kursi kayu satu-satunya yang ada di kontrakannya. Setelah Bandi minggat, otomatis ia akan babak belur memikirkan bagaimana cara membayar kontrakan setiap bulannya dengan hanya mengandalkan gaji dari Ko Asui.

"Oke. Lu harus tetap tenang, Rio. Soal uang kontrakan itu bisa diatur asalkan lu berhasil melaksanakan misi malam ini. Selama ini lu udah berhasil mengenalnya dengan baik. Lu juga udah mengetahui jadwal hariannya. Kapan dia pergi dan pulang ke kontrakannya pun lu udah hapal. Jadi malam ini, lu tinggal menembakkan satu peluru ke arah target operasi itu. Dor! Dan ia pun akan menjadi milik lu."

Setelah memberikan sugesti kepada dirinya sendiri, Rio pun segera bertukar pakaian. Kemeja kotak-kotak lengan pendek yang tak lain adalah kepunyaan Bandi, menjadi pilihannya. Kemeja yang masih sempat dipalaknya saat Bandi hendak hengkang dari kontrakan. Meski awalnya Bandi menolak memberikannya - karena itu pun kemeja kesayangannya, hadiah dari Surti, mantan kekasihnya.

"Percuma aja lu masih menyimpan kemeja pemberian Surti. Toh dia sekarang udah jadi bini orang," ujar Rio sambil merebut paksa kemeja itu dari tangan Bandi. Dan Bandi hanya bisa pasrah menatap nanar kemeja kotak-kotak lengan pendek, hadiah pemberian dari Surti.

Oke. Segala persiapan pun beres sudah. Kembali Rio mematut dirinya di depan cermin yang terpasang erat di depan pintu lemari pakaiannya.

"Perfekto! Saatnya beraksi!"

Setangkai mawar merah yang tergolek nyaris layu di atas meja kini berpindah tempat di antara gigi-gigi Rio yang amburadul. Mawar merah yang siang tadi sempat dicurinya dari halaman rumah Haji Sarmin, sepulangnya dari toko Ko Asui. Ah, untung saja rumah Haji Sarmin dalam keadaan kosong. Kalau tidak, habis sudah Rio dihajar Pak Haji yang terkenal kikir itu.

***

Jam di pergelangan tangan Rio baru menunjukkan angka 8. Dan untuk sebuah pesta pergantian tahun, jam tersebut masih terbilang sore. Tapi jika mengingat jalanan yang mulai dipadati oleh beraneka jenis kendaraan, maka jam tersebut adalah jam yang tepat untuk mengajak keluar seseorang.

Meski belum ada perjanjian tertulis antara Rio dengan sang target operasi, tapi ia yang merasa percaya diri tingkat dewa kalau sang target tentunya ada di rumah kontrakan. Dan bermodal motor pinjaman, akhirnya dilajukannya kuda besi itu menuju rumah kontrakan target operasi.

Sampai di depan kontrakan sang target operasi.

"Cari Mbak Marisa ya, Mas?" sapa seorang ibu yang tinggal di sebelah rumah kontrakan target operasi, saat dilihatnya Rio hanya celingak-celinguk saja.

"Iya, Bu. Marisa-nya ada kan, Bu? Tapi kok rumahnya gelap ya?"

"Wah, si Mas telat. Baru saja Mbak Marisa dijemput Mas Yoga."

"Yoga?"

"Oh, dia itu tunangannya Mbak Marisa. Katanya awal tahun depan mereka akan segera menikah."

Gubraks! Mendengar semua penjelasan si ibu tetangga, Rio pun menjadi lemas. Ah, gagal sudah misi di malam tahun baru ini dan gagal pula dirinya memiliki gadis cantik kaya raya yang bisa diporotinnya untuk membayar kontrakan rumah.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun