Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Delman/Bendi, Nasibmu Kini

22 April 2015   14:15 Diperbarui: 4 Januari 2016   20:34 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Minggu kuturut ayah ke kota

Naik delman istimewa kududuk di muka

Kududuk samping Pak Kusir yang sedang bekerja

Mengendali kuda supaya baik jalannya...

(Naik Delman, ciptaan Ibu Sud)

***

Siapa yang tak mengenal lagu di atas? Dari mulai anak-anak sampai orang tua sudah akrab sekali dengan lagu itu. Lagu ciptaan Ibu Sud itu memang sudah melegenda. Tapi, bukan itu yang ingin saya bahas di sini. Melainkan bagaimanakah nasib delman atau kalau di beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan nama bendi di zaman yang sudah serba mesin ini?

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Dahulu, delman/bendi dijadikan salah satu alat transportasi umum (http://pojoksatu.id/wp-content/uploads/2015/03/delman-300x202.jpg)"]Beberapa hari yang lalu, saya menonton sebuah liputan di TVRI tentang kota kuliner (maaf, saya lupa nama kotanya) yang ada di Propinsi Sulawesi Utara. Dalam liputan tersebut, si reporter menggunakan bendi untuk keliling kota, yang mana bendi di sana masih digunakan masyarakat sebagai alat transportasi umum.

Lain di Sulawesi Utara, lain pula di kota saya tinggal kini, Karawang, Jawa Barat. Di Karawang, delman/bendi sudah jarang sekali ditemui. Kalau pun ada, itu hanya dijadikan odong-odong untuk anak-anak keliling kampung. Hm, menyedihkan memang. Padahal saat saya kecil, saya lumayan sering naik bendi bersama ibu ketika pulang dari pasar.

Ya, memang. Saya menghabiskan masa kecil dan sekolah saya di kota bengkuang, Padang, Sumatera Barat. Saat itu sekitar tahun 90-an, bendi masih dijadikan alat transportasi umum di kota Padang. Setiap kali Ibu mengajak saya ke pasar, sudah dapat dipastikan pulangnya selalu naik bendi yang akan mengantarkan kami tepat di depan rumah. Ya, kira-kira samalah dengan naik taksi di zaman sekarang. Cuma bedanya, bendi tak memiliki argo layaknya taksi. Pun tarif bendi itu tidaklah semahal taksi, cukup kesepakatan antara penumpang dan kusir bendinya saja dan tentu saja berdasarkan jarak tempuh.

Kenangan yang masih terekam saat naik bendi itu adalah ... yup, sama seperti syair lagu di atas. Saya lebih sering duduk di depan, di samping Pak Kusir. Bahkan bila hati sedang senang, saya bisa menghentak-hentakkan kaki sambil bersenandung menyanyikan lagu Naik Delman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun