Ali Mutaufiq, S.E., M.M., CAIA., CODS
Manajemen keuangan syariah telah menjadi pilar penting dalam mendukung keberlanjutan bisnis modern. Dengan landasan pada prinsip-prinsip syariah, pendekatan ini menawarkan solusi keuangan yang tidak hanya patuh pada hukum Islam tetapi juga mendorong keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Artikel ini mengulas konsep manajemen keuangan syariah, teori yang melandasinya, serta penerapannya dalam bisnis dengan didukung ayat Al-Qur'an, hadis, dan referensi akademik.
Pengertian Manajemen Keuangan Syariah
Manajemen keuangan syariah adalah pengelolaan keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, seperti larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (judi). Tujuan utamanya adalah mencapai keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan nilai-nilai moral, dengan memastikan aktivitas keuangan tidak melanggar ketentuan syariah.
Menurut teori stakeholder, bisnis yang beroperasi dengan pendekatan etis cenderung lebih sukses karena memperhatikan kepentingan berbagai pemangku kepentingan, termasuk komunitas dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan maqashid syariah, yaitu tujuan syariah yang mencakup perlindungan terhadap agama (hifz ad-din), akal (hifz al-aql), jiwa (hifz an-nafs), harta (hifz al-mal), dan keturunan (hifz an-nasl).
Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan Syariah
- Larangan Riba (Bunga)
Larangan riba didasarkan pada firman Allah SWT:
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."(QS. Al-Baqarah: 275)
Dalam konteks bisnis, ini berarti bahwa pembiayaan atau investasi harus berdasarkan pembagian keuntungan atau kerugian (profit-and-loss sharing) seperti dalam akad mudharabah dan musyarakah.
- Larangan Gharar dan Maysir
Gharar merujuk pada transaksi yang mengandung ketidakpastian atau spekulasi. Rasulullah SAW bersabda: