Ali Mutaufiq., S.E., M.M., CAIA.,CODS
Pendahuluan
Green economy atau ekonomi hijau adalah model ekonomi yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan sosial dan pembangunan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Model ini bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan meminimalkan kerusakan lingkungan dan memastikan bahwa proses ekonomi dapat mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Green economy mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam aktivitas ekonomi, yang meliputi pengurangan emisi karbon, pengelolaan sumber daya alam yang efisien, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan. Artikel ini akan membahas konsep green economy, manfaatnya, tantangan yang dihadapi, serta implementasinya di berbagai negara.
Green economy didefinisikan sebagai perekonomian yang berfokus pada pembangunan yang mampu mengurangi risiko lingkungan dan kekurangan ekologi dengan cara mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam secara efisien dan berkelanjutan. Prinsip utama green economy meliputi:
- Pengurangan Emisi Karbon: Green economy berfokus pada transisi dari energi fosil ke energi terbarukan, seperti energi surya, angin, dan biomassa, untuk mengurangi jejak karbon dan memperlambat perubahan iklim.
- Efisiensi Sumber Daya: Melibatkan peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam, seperti air, energi, dan bahan baku, untuk mendukung produksi yang lebih bersih dan lebih sedikit menghasilkan limbah.
- Keberlanjutan Ekologis: Menekankan perlunya perlindungan terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta menghindari over-exploitation dari sumber daya alam.
Green economy tidak hanya berfokus pada aspek lingkungan tetapi juga memperhatikan dimensi sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, green economy bertujuan untuk menciptakan pekerjaan baru, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Manfaat Green Economy
Penerapan green economy memiliki sejumlah manfaat yang signifikan bagi negara-negara dan masyarakat secara keseluruhan, antara lain:
a. Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi
Green economy membuka peluang untuk menciptakan sektor ekonomi baru, seperti energi terbarukan, transportasi hijau, dan produk ramah lingkungan. Hal ini berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan baru dan mengurangi ketergantungan pada sektor yang merusak lingkungan.
Sebagai contoh, sektor energi terbarukan global diperkirakan akan menciptakan lebih dari 85 juta pekerjaan baru pada tahun 2030, dengan total pendapatan sekitar $6,7 triliun menurut International Renewable Energy Agency (IRENA).
b. Pengurangan Emisi Karbon
Green economy berperan penting dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Misalnya, pengembangan sektor energi terbarukan yang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Menurut data dari Global Carbon Project pada 2022, emisi karbon global mencapai 36,6 gigaton, dan meskipun ada penurunan selama pandemi, tren peningkatan emisi kembali terjadi. Peralihan ke green economy dapat membantu menurunkan angka ini.
c. Peningkatan Kualitas Lingkungan
Dengan mengurangi pencemaran dan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam, green economy dapat memperbaiki kualitas udara, air, dan tanah. Pendekatan ini juga penting untuk melindungi keanekaragaman hayati dan menghindari kerusakan ekosistem yang tidak dapat diperbaiki.
d. Inklusi Sosial
Penerapan green economy sering kali melibatkan pembangunan ekonomi yang inklusif, di mana masyarakat miskin dan terpinggirkan dapat memperoleh manfaat dari sektor-sektor ekonomi hijau seperti pertanian berkelanjutan, energi terbarukan, dan daur ulang.
3. Tantangan dalam Menerapkan Green Economy
Meskipun green economy menjanjikan banyak manfaat, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam penerapannya:
a. Biaya Awal yang Tinggi
Investasi awal untuk infrastruktur hijau, seperti pembangkit listrik tenaga angin atau solar, bisa sangat tinggi. Selain itu, teknologi hijau yang lebih ramah lingkungan seringkali masih lebih mahal daripada alternatif yang berbasis pada bahan bakar fosil.
b. Ketergantungan pada Energi Fosil
Banyak negara, terutama yang bergantung pada sektor energi fosil untuk pendapatan negara, menghadapi kesulitan untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Ini juga berhubungan dengan kebutuhan untuk mendiversifikasi ekonomi dan memberikan pelatihan kepada tenaga kerja yang ada agar mereka dapat beradaptasi dengan perubahan.
c. Kurangnya Kebijakan dan Regulasi yang Mendukung
Di banyak negara, kurangnya kebijakan yang mendukung transisi ke ekonomi hijau bisa menjadi hambatan. Untuk mewujudkan green economy, dibutuhkan regulasi yang mendukung investasi dalam teknologi hijau, insentif untuk perusahaan yang menerapkan praktik ramah lingkungan, serta kebijakan yang mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
d. Perubahan Perilaku Konsumen
Transisi menuju green economy juga bergantung pada perubahan perilaku konsumen, yang harus lebih sadar akan pentingnya keberlanjutan dan mendukung produk-produk ramah lingkungan. Kebiasaan konsumsi yang berlebihan dan kurangnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan sering kali menjadi penghambat.
4. Implementasi Green Economy di Berbagai Negara
Beberapa negara telah berhasil mengimplementasikan prinsip-prinsip green economy dan menghasilkan dampak positif yang signifikan.
a. Jerman
Jerman telah menjadi pemimpin global dalam penerapan ekonomi hijau. Melalui kebijakan Energiewende (transisi energi), negara ini berinvestasi besar-besaran dalam energi terbarukan. Pada tahun 2020, sekitar 46% dari total konsumsi energi listrik Jerman berasal dari sumber energi terbarukan. Selain itu, Jerman juga memimpin dalam mobilitas hijau dengan memperkenalkan kebijakan untuk mengurangi kendaraan berbahan bakar fosil dan mendukung kendaraan listrik.
b. China
China, meskipun merupakan salah satu negara penghasil emisi karbon terbesar, juga telah mulai berinvestasi dalam teknologi hijau. Negara ini merupakan produsen dan konsumen terbesar energi terbarukan di dunia. Pada 2022, China memiliki kapasitas total energi surya lebih dari 350 GW dan berkomitmen untuk mencapai net-zero pada tahun 2060.
c. Indonesia
Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, juga berusaha untuk beralih menuju ekonomi hijau. Pemerintah Indonesia telah merancang kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan program penurunan emisi karbon. Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dengan kontribusi besar dari sektor energi terbarukan dan transportasi hijau.
5. Kesimpulan
Green economy menawarkan pendekatan baru yang berkelanjutan dalam mengelola perekonomian global, dengan tujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Meskipun ada berbagai tantangan dalam implementasinya, seperti biaya tinggi dan ketergantungan pada energi fosil, manfaat yang ditawarkan dalam hal pertumbuhan ekonomi, pengurangan emisi, dan peningkatan kualitas hidup sangat signifikan.
Negara-negara yang berhasil mengimplementasikan ekonomi hijau menunjukkan bahwa dengan komitmen yang kuat, kebijakan yang tepat, dan investasi dalam teknologi hijau, transisi menuju green economy bukan hanya mungkin, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi dan sosial. Untuk itu, semakin banyak negara yang harus berkolaborasi dalam mengatasi tantangan global terkait perubahan iklim dan keberlanjutan.
Referensi:
- International Renewable Energy Agency (IRENA). (2022). World Energy Transitions Outlook 2022: 1.5C Pathway. IRENA.
- Global Carbon Project. (2022). Global Carbon Budget 2022. Earth System Science Data.
- United Nations Environment Programme (UNEP). (2023). Green Economy and the SDGs: A Pathway to Sustainable Development. UNEP.
- European Commission. (2020). The European Green Deal. European Commission.
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (2023). Peta Jalan Energi Terbarukan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H