Contoh penerapan prinsip ini dalam pemasaran digital adalah dengan memastikan bahwa iklan atau promosi yang dilakukan tidak mengandung unsur perjudian, pornografi, atau hal-hal yang dapat merusak akidah dan moral konsumen. Selain itu, dalam konteks perusahaan, pemasaran harus dilakukan dengan cara yang transparan dan jujur.
Firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan jalan yang batil dan janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian." (QS. An-Nisa: 29)
Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menggunakan cara yang batil, seperti penipuan atau manipulasi dalam aktivitas bisnis, termasuk dalam pemasaran.
b. Pemeliharaan Jiwa (Hifz al-Nafs)
Manajemen pemasaran digital harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan pada kesehatan fisik dan mental konsumen. Teknologi dan media sosial, jika digunakan dengan tidak bijak, dapat menyebabkan stres, kecanduan, atau masalah psikologis lainnya. Oleh karena itu, perusahaan harus bertanggung jawab atas cara penggunaan teknologi dalam pemasaran, misalnya dengan menghindari konten yang menyesatkan atau merusak kesehatan mental masyarakat.
Hadis Rasulullah SAW:
"Tidak ada bahaya dan tidak ada pembalasan bahaya." (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam bisnis dan pemasaran, kita dilarang untuk mendatangkan kerugian atau bahaya bagi orang lain. Dalam hal ini, pemasaran yang mendatangkan dampak negatif terhadap kesejahteraan individu harus dihindari.
c. Pemeliharaan Akal (Hifz al-Aql)
Pemasaran digital yang efektif tidak hanya mengandalkan data dan algoritma, tetapi juga harus mempertimbangkan integritas informasi yang disampaikan kepada konsumen. Penggunaan data pribadi konsumen harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak boleh menyesatkan. Selain itu, produk atau layanan yang ditawarkan harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen, tanpa memperdaya atau menipu mereka.