Oleh : Ali Mutauufiq, S.E., M.M., CAIA., CODS
Pendahuluan
Salah satu prinsip dasar dalam kehidupan sosial yang sering kita dengar adalah "pahami dirimu sebelum engkau memahami orang lain". Ungkapan ini mengajak kita untuk lebih introspektif dan mendalam mengenali diri sendiri sebelum berinteraksi dengan orang lain. Dalam perspektif Islam, prinsip ini sangat sejalan dengan konsep maqashid syariah---tujuan dan prinsip utama yang ditetapkan oleh syariah (hukum Islam). Maqashid syariah bukan hanya mengatur aspek hukum dan ibadah, tetapi juga memberikan pedoman dalam menjalani kehidupan sosial dengan penuh hikmah, kedamaian, dan keseimbangan.
Apa Itu Maqashid Syariah?
Maqashid syariah merujuk pada tujuan utama yang hendak dicapai oleh hukum Islam dalam kehidupan umat manusia. Ada lima pokok maqashid syariah yang menjadi tujuan utama syariah, yang dikenal dengan istilah kulliyat khamsah (lima prinsip utama), yaitu:
- Menjaga agama (hifz ad-din).
- Menjaga jiwa (hifz an-nafs).
- Menjaga akal (hifz al-aql).
- Menjaga keturunan (hifz an-nasl).
- Menjaga harta (hifz al-mal).
Setiap tujuan ini memiliki relevansi langsung dengan pengembangan diri manusia secara holistik, baik dalam dimensi spiritual, moral, intelektual, sosial, maupun ekonomi. Dalam konteks memahami diri sebelum memahami orang lain, maqashid syariah memberi kita alat untuk mengenal dan mengelola diri kita dengan cara yang seimbang dan bijaksana, sehingga kita bisa berinteraksi dengan orang lain dengan penuh empati dan kearifan.
Pahami Dirimu: Fokus pada Maqashid Syariah
1. Menjaga Agama (Hifz ad-Din): Keseimbangan Spiritual
Salah satu langkah pertama dalam memahami diri adalah mengenali dan menjaga agama kita. Agama adalah sumber petunjuk utama dalam hidup yang memberi arah dan makna bagi setiap tindakan kita. Dalam Islam, pemahaman diri yang mendalam dimulai dengan mengenali hubungan kita dengan Allah SWT.
Menjaga agama berarti berusaha untuk memperdalam pemahaman terhadap ajaran Islam, memperbaiki kualitas ibadah, serta menjaga kesucian hati dan niat. Seorang Muslim yang memahami agamanya dengan baik akan memiliki pondasi yang kokoh dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup dan dapat bersikap bijaksana dalam berinteraksi dengan orang lain.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya."(HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa pemahaman diri yang sejati hanya dapat dicapai dengan terlebih dahulu memahami hubungan kita dengan Allah SWT. Dengan memahami agama kita, kita akan dapat memandang dunia ini dengan perspektif yang benar, termasuk dalam memahami orang lain.
2. Menjaga Jiwa (Hifz an-Nafs): Kesehatan Mental dan Emosional
Maqashid syariah juga mengajarkan pentingnya menjaga jiwa (ruh) dan kesehatan mental. Sebelum kita bisa memahami orang lain dengan baik, kita perlu memahami diri kita secara emosional dan psikologis. Mengelola emosi, mengenali kelemahan dan kelebihan, serta berusaha untuk meningkatkan kualitas diri adalah bagian dari menjaga jiwa.
Dalam konteks ini, introspeksi menjadi hal yang penting. Islam mengajarkan kita untuk selalu melakukan muhasabah (introspeksi diri), mengoreksi kekurangan kita, dan memperbaiki diri agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan begitu, kita akan lebih siap untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa terbawa emosi negatif atau prasangka.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan kita untuk mengendalikan diri dan berbicara dengan penuh kebijaksanaan, terlebih ketika kita berada dalam keadaan emosi yang kurang stabil. Dengan memahami diri, kita lebih mampu untuk menjaga ucapan dan tindakan kita, yang berdampak positif dalam hubungan sosial.
3. Menjaga Akal (Hifz al-Aql): Kecerdasan dan Pengetahuan
Akal adalah anugerah dari Allah yang memungkinkan manusia untuk berpikir, merenung, dan mengambil keputusan dengan bijak. Maqashid syariah mengajarkan kita untuk menjaga akal agar selalu berada dalam kondisi terbaiknya. Mengembangkan kecerdasan intelektual dan wawasan merupakan bagian dari mengenali dan memahami diri kita.
Seorang individu yang memiliki pengetahuan yang cukup dan mengembangkan akalnya dengan baik akan lebih mudah untuk berinteraksi dengan orang lain secara rasional dan penuh pengertian. Selain itu, seseorang yang menjaga akalnya dengan baik akan lebih mampu mengendalikan tindakan dan emosinya, yang merupakan kunci untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka, meskipun tidak terlihat oleh mereka, dan mereka yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka itulah yang benar-benar memahami."(QS. Al-Mulk: 12)
Dengan memahami akal dan pengetahuan kita, kita dapat memperluas perspektif kita dan lebih mudah memahami pandangan serta kondisi orang lain.
4. Menjaga Keturunan (Hifz an-Nasl): Etika Sosial dan Keluarga
Menjaga keturunan dalam Islam berarti menjaga hubungan baik dengan keluarga dan masyarakat. Islam sangat menekankan pentingnya interaksi sosial yang baik, terutama dalam konteks keluarga, yang merupakan unit dasar dalam masyarakat. Sebelum kita memahami orang lain, kita harus mampu menjaga hubungan yang baik dengan keluarga dan orang-orang terdekat.
Dalam hal ini, memahami diri juga mencakup pengenalan terhadap peran kita dalam keluarga dan masyarakat. Sebagai contoh, kita harus mengenali kewajiban kita sebagai anak, pasangan, atau orang tua, dan berusaha untuk berperan sebaik mungkin dalam peran tersebut.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap keluarganya." (HR. Tirmidzi)
Dengan menjaga hubungan yang baik dengan keluarga dan orang-orang terdekat, kita belajar untuk lebih peka dan memahami orang lain.
5. Menjaga Harta (Hifz al-Mal): Kesejahteraan Material dan Etika Ekonomi
Menjaga harta adalah bagian dari maqashid syariah yang juga berhubungan dengan pemahaman diri. Dalam hal ini, kita diingatkan untuk bijak dalam mengelola rezeki dan tidak terjebak dalam keserakahan atau sifat egois. Memahami diri terkait dengan harta berarti kita memiliki pengendalian diri untuk tidak terjerumus dalam sikap konsumtif dan materialistis yang dapat merusak hubungan dengan orang lain.
Islam mengajarkan untuk mengelola harta dengan cara yang adil, berbagi dengan yang membutuhkan, dan tidak menyimpan harta secara berlebihan. Dalam konteks ini, pemahaman diri berkaitan dengan kemampuan kita untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan spiritual.
Allah SWT berfirman:
"Dan janganlah kamu membelanjakan hartamu secara boros, karena sesungguhnya orang yang boros itu adalah saudara setan..."
(QS. Al-Isra: 26-27)
Kesimpulan
Pahami dirimu sebelum memahami orang lain adalah prinsip yang sangat sesuai dengan nilai-nilai dalam maqashid syariah. Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk memahami dan menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kita dengan baik. Dengan memahami diri kita secara utuh, kita tidak hanya dapat menjaga hubungan yang harmonis dengan orang lain, tetapi juga dapat mencapai kehidupan yang seimbang dan penuh berkah. Maqashid syariah mengarahkan kita untuk menjalani kehidupan dengan bijaksana, berbagi kebaikan, dan berinteraksi dengan orang lain dengan penuh empati, kedamaian, dan keadilan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI