Di negeri amplop
amplop-amplop mengamplopi
apa saja dan siapa saja
(Puisi karya KH. Mustofa Bisri/Gus Mus)
Indonesia, negeri yang kaya dengan sumber daya alam melimpah, budaya yang sangat beragam, modal sosial yang kuat, serta kekuatan agama yang signifikan. Secara geologis, Indonesia memiliki kekayaan mineral dan energi yang luar biasa. Selain itu, keanekaragaman hayati Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia, dari hutan tropis yang luas hingga laut yang kaya akan biota laut. Di sisi lain, keragaman budaya yang dimiliki Indonesia merupakan aset yang tak ternilai, mulai dari berbagai suku, bahasa, hingga tradisi yang unik dan beragam.
Namun, perjalanan menuju bentuk ideal sebagai negara-bangsa yang sejahtera masih terseok-seok hingga hari ini. Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai kesejahteraan tersebut tidaklah mudah. Salah satunya adalah fenomena "amplop" atau praktik pemberian uang suap yang menjadi simbol uang dan relasi kekuasaan yang mengalahkan aturan, hukum, dan undang-undang. Fenomena ini menjadikan bangsa ini tertatih-tatih bahkan di era reformasi yang diharapkan membawa perubahan signifikan.Â
Reformasi dengan misi utama bersihkan KKN (Korupsi, kolusi, nepotisme) yang diharapkan dapat membersihkan praktik-praktik yang menyimpang dari era sebelumnya itu, ternyata belum mampu sepenuhnya dijalankan, bahkan kondisinya lebih parah. Sulit sekali menghilangkan budaya "amplop" karena sudah mengakar sangat dalam dan menyebar. Lebih parahnya karena "penyakit" ini sudah dianggap sebagai sesuatu yang lumprah.Â
Pada era 1990 an seorang teman mendorong saya untuk mendaftar sebagai PNS dengan membayar sekian puluh juta. Baginya ini bukan suap tapi semacam modal dagang dan pandangan seperti semakin tumbuh subur pada era sekarang, persis seperti yang digelisahkan Gus Mus dalam syair-syair puisinya.
Menurut Prof. Dr. Emil Salim, seorang pakar ekonomi dan mantan Menteri Lingkungan Hidup, Indonesia memiliki segala potensi untuk menjadi negara maju. Namun, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan telah menghambat perkembangan tersebut. Sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat malah tersedot ke kantong pribadi para elite.Â
Bahkan di lingkungan pendidikan yang idealnya berperan menjadi benteng penjaga moral, tidak luput dari kejahatan ini dan sudah dianggap lumprah. Korupsi yang merajalela ini tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi juga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi negara. Menurut data World Economic Outlook edisi Oktober 2023 di situs web IMF. PDB perkapita Indonesia sebesar (US $) 5.108. Bandingkan dengan Thailand 7. 297, Malaysia 13.034, Brunai 34.383, dan apalagi Singapura 87.884.
Kondisi ini semakin ironis ketika kita melihat perbandingan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kedua negara ini berhasil memanfaatkan temuan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan warganya dengan signifikan. Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti China dan negara-negara Eropa yang telah jauh lebih dulu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sementara Indonesia masih terjebak dalam lingkaran korupsi yang menggerogoti sendi-sendi pembangunan, negara-negara tersebut terus melaju dengan perkembangan pesat.