Mohon tunggu...
Ali Mustahib Elyas
Ali Mustahib Elyas Mohon Tunggu... Guru - Bacalah atas nama Tuhanmu

Pendidikan itu Membebaskan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jenderal Kompor

21 Januari 2018   17:59 Diperbarui: 21 Januari 2018   18:10 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhamad Ihsan dalam Pelatihan Menulis (Sumber : agammediacenter.com)

Awal 2016 saya dan beberapa calon anggota baru Ikatan Guru Indonesia (IGI) DKI Jakarta dikumpulkan di suatu tempat di Jakarta Selatan oleh para senior di antaranya Iwan Ridhwan (Ketua IGI DKI), Yully Rahmawati (Sekretaris IGI DKI), Fabian Helmi (Bendahara IGI DKI), Syarifudin dan Lita Sulistya. Ternyata di sini juga hadir Muhamad Ihsan, Sekjen IGI yang saat itu ketua umumnya adalah Satria Dharma. Inilah kali pertama saya berjumpa dan berkenalan langsung dengan orang nomor dua IGI ini.

Sekilas sosok Muhamad Ihsan tampak low profile. Tapi  wajahnya tampak angker jika tidak sedang tersenyum. Danang Hidayatullah, seorang teman yang saat itu juga baru bergabung di IGI DKI, malah menganggapnya jutek. Tapi justru karena ini, Danang menjadi penasaran dan ingin lebih mengenal sosok yang sebelumnya telah ia kenal di media sosial.

Di mata saya, Muhamad Ihsan adalah sosok yang terkesan sulit diakrabi saat awal mengenalnya. Namun setelah beberapa lama mengenalnya, ternyata ia seorang yang menyenangkan. Ia juga rajin menebar inspirasi dan motivasi pada orang-orang di sekitarnya agar tumbuh potensinya.

Misalnya ia pernah mendorong IGI DKI agar mengumpulkan para anggotanya, khususnya para pengurusnya untuk mengadakan kegiatan pelatihan menulis. Hingga beberapa bulan lamanya sejak rencana ini digulirkan, barulah pada akhir Januari 2017 dapat terlaksana. Di luar dugaan, lebih dari seratus orang dari seluruh Indonesia mendaftar untuk mengikuti kegiatan ini. Namun pada saat pelaksanaannya, peserta yang hadir tinggal 95 orang karena ada di antaranya yang mengundurkan diri dan berhalangan hadir.    

Muhamad Ihsan,  mantan sekjen dan mantan ketua dewan pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI), sekarang  lebih berkonsentrasi dengan tugasnya sebagai CEO Mediaguru (MG), sebuah lembaga penerbitan yang fokus menerbitkan buku-buku karya para guru.

Mungkin sebagian dari kita bertanya, "Guru menulis buku?" Sebuah pertanyaan yang wajar. Tapi itu dulu, ketika dunia keguruan sunyi-senyap dari perbincangan ilmu, ketika para guru suntuk dengan tugas-tugas rutinnya, dan ketika guru lebih sibuk memperbincangkan seputar kesejahteraan materi dan lain-lain. Tetapi sekarang banyak di antara mereka telah memiliki kesadaran baru tentang pentingnya menulis. Hal ini di antaranya berkat adanya Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan pada tahun 2015.   Gerakan ini semakin kuat, salah satunya karena dimotori  Mediaguru.

Muhamad Ihsan dengan bendera Mediaguru-nya terus bergerak sangat aktif memberikan pelatihan menulis bagi para guru. Hebatnya, pelatihan ini selalu diserbu ratusan guru dari seluruh Indonesia, di manapun tempatnya. Memang pada mulanya kegiatan ini hanya diikuti kurang lebih sepuluh orang saja pada 15 Januari 2017. Namun saat pelatihan menulis di Jakarta pada  21-22 Januari 2017,  pesertanya meningkat menjadi 95 orang dari pendaftar yang mencapai lebih dari seratus orang. Bulan-bulan selanjutnya, peningkatan peserta pelatihan meningkat tajam. Setiap kegiatan yang dilaksanakan di berbagai tempat di Indonesia, pesertanya tak pernah kurang dari 100 orang. 

Mediagurutidak hanya sibuk menggelar pelatihan menulis buku, tapi juga sekaligus menerbitkannya. Sejak awal  hingga akhir tahun 2017 telah terbit ribuan buku karya guru. Di penghujung tahun 2017, tepatnya tanggal 29 Desember 2017 Mediaguru "menyerbu" Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dengan 104 judul buku untuk mendapatkan ISBN. Kabarnya pihak Perpusnas surprise karena ada satu penerbit yang bisa menerbitkan buku sebanyak itu dalam satu bulannya.

Di balik kesuksesan itu adalah sosok Muhamad Ihsan, CEO Mediagurudan Pemimpin Redaksinya Eko Prasetyo. Dua orang ini tidak hanya sibuk di tataran menejemen, tapi terjun langsung ke lapangan untuk memberikan pelatihan menulis bagi para guru di seluruh Indonesia, bahkan juga di Singapura.

Dalam pelaksanaan pelatihan, Muhamad Ihsan tampil sebagai motivator yang sangat piawai merangkai kata dan makna sehingga mampu "menyihir" ratusan guru untuk menyimak dengan tekun apa yang dikatakannya. Tidak hanya itu, para guru juga dibuatnya mau menyadari apa yang harus dilakukannya ke depan. 

Tampak bahwa ia bukanlah motivator yang me-ninabobo-kan sehingga para guru hanya terpukau dengan kata-katanya. Lebih dari itu, ia adalah motivator yang menggerakkan. Sebagai motivator, ia memilih melakukan semacam aktivasi pada titik-titik potensi yang ada dalam diri para guru. Para guru yang sehari-hari berkutat dengan bahan pembelajaran dan berupaya dapat menyampaikannya secara tepat pada para siswanya, tentu dalam diri guru ada potensi kuat dalam hal literasi. Yakni kemampuan membaca literatur yang baik dan sekaligus cara menyampaikan pemahamannya secara tepat sehingga menarik perhatian orang lain, terutama para siswanya.          

Itulah potensi para guru yang selama ini tersembunyi. Ia seperti tidak rela potensi ini terkubur  dalam diri guru dan tertimbun oleh rutinitas tugasnya. Rutinitas tugas guru yang sebetulnya komplementer dengan aktifitas literatif yang terus dipromosikannya bersama Eko Prasetyo, sang "koki" literasi yang piawai. Maklum. Ia mantan wartawan yang pernah bekerja cukup lama di Jawa Pos milik Dahlan Iskan.

Kepedulian Muhamad Ihsan untuk menggali potensi literasi guru, boleh jadi bertumpu pada tiga hal. Pertama, tidak mungkin seorang guru yang setiap hari harus melayani siswanya yang dahaga ilmu, sementara dirinya malas membaca buku.  Kedua, tidak mungkin seorang guru tidak menulis tentang apa yang akan dilakukan untuk para siswanya dalam pembelajaran. Ketiga, pekerjaan menulis hanyalah memindahkan perkataan lisan ke dalam bentuk tulisan. Bukankah para guru setiap hari berkata-kata di depan para siswanya dan dengan sesama guru lainnya? Sayang sekali kalau ini tidak diabadikan dalam tulisan. Sebab komunikasi di lingkungan pendidikan atau sekolah  tentu mengandung  makna sangat berarti bagi tumbuh-kembangnya peradaban.  Maka segala upaya untuk menuliskannya menjadi suatu keniscayaan.    

Menurut saya, setidaknya tiga hal ini yang  membuat keyakinan Muhamad Ihsan menebal bahwa guru pasti bisa dilatih menulis. Oleh sebab itu, ia merasa kurang cukup hanya menginspirasi dan memotivasi, tetapi juga sesekali perlu "memprovokasi"  para guru.

Kepada para guru yang baru kali pertama menjadi peserta pelatihannya, Ia beri  motivasi untuk menumbuhkan semangat mereka dalam melatih diri sendiri. Kepada beberapa orang yang sudah mulai tampak potensinya, ia beri  inspirasi untuk memicu potensi mereka agar tumbuh dan berkembang, bahkan ia promosikan untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka sebagai orang yang layak diakui. Kepada mereka yang tampak kendor semangatnya, ia "provokasi" agar tersengat harga dirinya dan bangkit mengejar ketertinggalannya. Kalau pun ia tampak tak peduli pada pencapaian salah seorang peserta pelatihannya, sementara di sisi lain ia terlalu sering mempromosikan yang lainnya, boleh jadi ini termasuk bagian dari "provokasinya".

Kisah sukses Muhamad Ihsan dan kawan-kawan menggelar pelatihan menulis di berbagai daerah, yang kemudian dishare di media sosial (medsos), menjadi semacam "provokasi" bagi banyak pihak di daerah lain untuk mengadakan pelatihan serupa. Demikian juga pengumuman tentang peringkat wilayah atau kota dengan pemilik akun blog Gurusiana terbanyak yang sering ia share di medsos, juga bernada "provokatif". Apalagi di bagian akhir pengumuman itu tak lupa ia selipkan kalimat penutup "kompor mleduk", makin terasa kental "provokasinya" alias "ngomporinya".

Saya gak tahu kenapa teman-teman sering menyebut Muhamad Ihsan sebagai "jenderal", padahal ia bukan tentara. Mungkin ini karena ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal IGI. Tapi saya lebih suka beralasan karena kedahsyatan komandonya bak seorang jenderal tentara dalam menggerakkan pasukannya. Ya. Muhamad Ihsan adalah seorang "Jenderal Kompor" yang sukses menggerakkan pasukan literasi di mana-mana.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun