Awal 2016 saya dan beberapa calon anggota baru Ikatan Guru Indonesia (IGI) DKI Jakarta dikumpulkan di suatu tempat di Jakarta Selatan oleh para senior di antaranya Iwan Ridhwan (Ketua IGI DKI), Yully Rahmawati (Sekretaris IGI DKI), Fabian Helmi (Bendahara IGI DKI), Syarifudin dan Lita Sulistya. Ternyata di sini juga hadir Muhamad Ihsan, Sekjen IGI yang saat itu ketua umumnya adalah Satria Dharma. Inilah kali pertama saya berjumpa dan berkenalan langsung dengan orang nomor dua IGI ini.
Sekilas sosok Muhamad Ihsan tampak low profile. Tapi  wajahnya tampak angker jika tidak sedang tersenyum. Danang Hidayatullah, seorang teman yang saat itu juga baru bergabung di IGI DKI, malah menganggapnya jutek. Tapi justru karena ini, Danang menjadi penasaran dan ingin lebih mengenal sosok yang sebelumnya telah ia kenal di media sosial.
Di mata saya, Muhamad Ihsan adalah sosok yang terkesan sulit diakrabi saat awal mengenalnya. Namun setelah beberapa lama mengenalnya, ternyata ia seorang yang menyenangkan. Ia juga rajin menebar inspirasi dan motivasi pada orang-orang di sekitarnya agar tumbuh potensinya.
Misalnya ia pernah mendorong IGI DKI agar mengumpulkan para anggotanya, khususnya para pengurusnya untuk mengadakan kegiatan pelatihan menulis. Hingga beberapa bulan lamanya sejak rencana ini digulirkan, barulah pada akhir Januari 2017 dapat terlaksana. Di luar dugaan, lebih dari seratus orang dari seluruh Indonesia mendaftar untuk mengikuti kegiatan ini. Namun pada saat pelaksanaannya, peserta yang hadir tinggal 95 orang karena ada di antaranya yang mengundurkan diri dan berhalangan hadir. Â Â
Muhamad Ihsan,  mantan sekjen dan mantan ketua dewan pembina Ikatan Guru Indonesia (IGI), sekarang  lebih berkonsentrasi dengan tugasnya sebagai CEO Mediaguru (MG), sebuah lembaga penerbitan yang fokus menerbitkan buku-buku karya para guru.
Mungkin sebagian dari kita bertanya, "Guru menulis buku?" Sebuah pertanyaan yang wajar. Tapi itu dulu, ketika dunia keguruan sunyi-senyap dari perbincangan ilmu, ketika para guru suntuk dengan tugas-tugas rutinnya, dan ketika guru lebih sibuk memperbincangkan seputar kesejahteraan materi dan lain-lain. Tetapi sekarang banyak di antara mereka telah memiliki kesadaran baru tentang pentingnya menulis. Hal ini di antaranya berkat adanya Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan pada tahun 2015.  Gerakan ini semakin kuat, salah satunya karena dimotori  Mediaguru.
Muhamad Ihsan dengan bendera Mediaguru-nya terus bergerak sangat aktif memberikan pelatihan menulis bagi para guru. Hebatnya, pelatihan ini selalu diserbu ratusan guru dari seluruh Indonesia, di manapun tempatnya. Memang pada mulanya kegiatan ini hanya diikuti kurang lebih sepuluh orang saja pada 15 Januari 2017. Namun saat pelatihan menulis di Jakarta pada  21-22 Januari 2017,  pesertanya meningkat menjadi 95 orang dari pendaftar yang mencapai lebih dari seratus orang. Bulan-bulan selanjutnya, peningkatan peserta pelatihan meningkat tajam. Setiap kegiatan yang dilaksanakan di berbagai tempat di Indonesia, pesertanya tak pernah kurang dari 100 orang.Â
Mediagurutidak hanya sibuk menggelar pelatihan menulis buku, tapi juga sekaligus menerbitkannya. Sejak awal  hingga akhir tahun 2017 telah terbit ribuan buku karya guru. Di penghujung tahun 2017, tepatnya tanggal 29 Desember 2017 Mediaguru "menyerbu" Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dengan 104 judul buku untuk mendapatkan ISBN. Kabarnya pihak Perpusnas surprise karena ada satu penerbit yang bisa menerbitkan buku sebanyak itu dalam satu bulannya.
Di balik kesuksesan itu adalah sosok Muhamad Ihsan, CEO Mediagurudan Pemimpin Redaksinya Eko Prasetyo. Dua orang ini tidak hanya sibuk di tataran menejemen, tapi terjun langsung ke lapangan untuk memberikan pelatihan menulis bagi para guru di seluruh Indonesia, bahkan juga di Singapura.
Dalam pelaksanaan pelatihan, Muhamad Ihsan tampil sebagai motivator yang sangat piawai merangkai kata dan makna sehingga mampu "menyihir" ratusan guru untuk menyimak dengan tekun apa yang dikatakannya. Tidak hanya itu, para guru juga dibuatnya mau menyadari apa yang harus dilakukannya ke depan.Â
Tampak bahwa ia bukanlah motivator yang me-ninabobo-kan sehingga para guru hanya terpukau dengan kata-katanya. Lebih dari itu, ia adalah motivator yang menggerakkan. Sebagai motivator, ia memilih melakukan semacam aktivasi pada titik-titik potensi yang ada dalam diri para guru. Para guru yang sehari-hari berkutat dengan bahan pembelajaran dan berupaya dapat menyampaikannya secara tepat pada para siswanya, tentu dalam diri guru ada potensi kuat dalam hal literasi. Yakni kemampuan membaca literatur yang baik dan sekaligus cara menyampaikan pemahamannya secara tepat sehingga menarik perhatian orang lain, terutama para siswanya. Â Â Â Â Â